“Mudah-mudahan ini tidak berlangsung lama. Kita harapkan, sebulan ke depan harga gula sudah kembali normal di harga Rp 12.500 per kilogram,” kata Kepala Dinas Perdagangan Kalsel, Birhasani.
BANJARMASIN, KP – Harga gula konsumsi atau gula pasir di Kota Banjarmasin terpantau masih tinggi, yakni di kisaran 14.000 hingga Rp 15.000 per kilogram.
Meski demikian, Dinas Perdagangan (Disdag) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) menjamin stok gula di Kalsel aman.
Diketahui, belum masuknya masa giling gula dan kurangnya bahan baku menyebabkan tingginya harga gula pasir di pasaran.
Menurut Kepala Dinas Perdagangan Kalsel, Birhasani, walaupun harganya cukup tinggi, namun tidak berdampak pada persediaan gula di Kalsel.
Saat ini, kata Birhasani, stok gula Kalsel masih berada di angka 20.000 ton, dan dipastikan aman sekaligus mencukupi kebutuhan gula di Kalsel.
“Stok gula kita lebih dari 20 ribu ton. Insyaallah masih aman. Memang harga masih tinggi, karena dipicu kekurangan bahan baku pada produsen gula,” jelasnya.
Meski begitu, lanjut Birhasani, proses impor masih berjalan. Mungkin saja sebagian bahan bakunya sudah masuk ke Indonesia dan akan diproduksi lagi.
Harga gula diperkirakan akan berangsur-angsur normal satu hingga dua bulan ke depan seiring dengan mulai masuknya stok impor bahan baku ke dalam negeri.
“Mudah-mudahan ini tidak berlangsung lama. Kita harapkan, sebulan ke depan harga gula sudah kembali normal di harga Rp 12.500 per kilogram,” imbuhnya.
Sementara itu, mengutip Bisnis.com, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI), menyatakan, keputusan pemerintah membuka keran impor gula mentah untuk bahan baku gula kristal putih akan menekan harga jual gula di pasar.
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) menyayangkan langkah pemerintah untuk membuka keran impor gula mentah untuk bahan baku gula kristal putih atau konsumsi mencapai 891.627 ton pada tahun ini.
Ketua Umum DPN APTRI, Soemitro Samadikoen Soemitro, beralasan alokasi impor yang relatif lebar itu bakal menjatuhkan nilai harga jual gula konsumsi hasil gilingan petani di pasar.
Selain itu, kata Soemitro, pembukaan keran impor itu tidak berdasar pada ketersediaan stok yang dinilai masih cukup hingga masa panen pada Mei 2022.
“Kita petani dibayang-bayangi kejatuhan harga, padahal komponen untuk menghasilkan tebu itu sudah naik. Biaya tenaga kerja, pupuk, faktor-faktor pendukung seperti ongkos angkut, tebang semuanya naik,” kata Soemitro.
Bahkan, Soemitro mengatakan pemerintah justru menurunkan daya saing harga petani di pasar dengan mendatangkan gula konsumsi dari luar negeri. Menurut dia, kuota impor gula konsumsi atau Gula Kristal Putih (GKP) bersama dengan gula industri terlalu berlebihan pada tahun ini
Kuota impor gula mentah untuk konsumsi ini jauh meningkat daripada alokasi untuk 2021 sebesar 680.000 ton. Pemerintah juga berencana kembali mengimpor GKP sebagai cadangan pemerintah sebanyak 150.000 ton yang akan ditugaskan kepada BUMN.
Sementara itu, APTRI menyatakan, ketersediaan awal gula konsumsi untuk tahun ini mencapai 1,2 juta ton. Jumlah tersebut lebih tinggi 400.000 ton daripada data pemerintah yang menunjukkan stok awal di kisaran 800.000 ton. (Opq/K-1)