Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Terbitlah Terang, Kartini Bersyariah

×

Terbitlah Terang, Kartini Bersyariah

Sebarkan artikel ini

Oleh : Sala Nawari
Pendidik & Founder Rumah Kece

Menjadi perempuan tidaklah mudah. Sebagai wanita muda yang cerdas di lingkungan bangsawan, Kartini melihat perempuan tidak memiliki memiliki kesempatan yang lebih banyak daripada laki-laki. Perempuan harus menerima posisinya hanya sebagai ibu dan pendamping suami seputar sumur, dapur, kasur. Terutama kaum perempuan pribumi yang dianggap tidak memerlukan pendidikan.

Baca Koran

Pendidikan sekolah yang dikenyamnya dan pergaulan dengan teman-teman Belandanya membuka impian Kartini untuk perempuan mempunyai pilihan lebih dengan pendidikan yang lebih tinggi dan peran yang lebih luas, khusunya untuk perempuan-perempuan yang ada di Indonesia. Kegelisahannya dicurhatkannya melalui surat menyurat dengan sahabatnya yang ada di Belanda.

Perjuangan RA Kartini adalah merubah keterkungkungan perempuan dari perannya. Inspirasi Kartini mendorong perempuan modern untuk merubah anggapan bahwa setingginya perempuan ujungnya hanya menjadi ibu rumah tangga saja. Pertemanannya dengan perempuan Belanda membuat Kartini meyakini bahwa perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama rata dalam setiap mengejar miimpi dan cita-cita untuk mendapatkan dan merasakan yang sama rata dalam pendidikan yang tinggi.

Kegelisahan Kartini yang terbaca dari surat-suratnya mendapat sambutan dari feminisme. Kartini dijadikan sebagai pelopor emansipasi wanita pribumi. Kartini juga erat dikaitkan dengan isi gender saat ini.

Peran Ganda Kartini

Di era milineal sekarang mimpi kartini jauh melampaui ekspekstasinya. Secara nyata pendidikan tinggi untuk kaum perempuan yang diimpikan oleh Kartini, sudah bisa dirasakan sekarang secara merata. Bahkan Kartini di era modern sudah banyak mengambil peran ganda. Bahkan ada yang meninggalkan peran domestiiknya sebagai ibu rumah tangga. Berkarier publik adalah pilihan membanggakan bagi perempuan modern.

Kartini tetap memilih perannya sebagai ibu rumah tangga, mendampingi suaminya. Meskipun beliau tidak berhasil sekolah tinggi ke luar negeri pada saat itu, tetapi Kartini mempunyai kompentensi literasi. Beliau sangat suka membaca dan menulis, dan perempuan yang sangat kritis. Dengan kemampuan literasinya lah Kartini membangun pemikiran yang jauh untuk ruang pendidikan perempuan Indonesia.

Baca Juga :  Penyiapan Hunian dan Infrastruktur Dasar Menuju IKN Ibu Kota Politik

Dengan kecerdasan literasinya kartini adalah seorang muslimah yang taat. Beliau memahami syari’at Islam dengan berguru kepada Kyai Saleh Darat. Kartini memahami kewajiban seorang ibu dalam rumah tangga dan mendiidk anak-anaknya. Peran sebagai ibu, Kartini sadari juga memerlukan adanya pendidikan yang tinggi. Apalagi untuk mendidik anak-anaknya.

Kartini pastinya tidak berharap kaum perempuan pribuminya menjalani kehidupan yang penuh beban depresi. Perempuan sudah menjadi korban emansipasi dengan menjadi sopir, tukang ojek, pengemis, apalagi WTS. Hari ini mungkin Kartini menangis karena banyak perempuan berhamburan di jalanan, berlepas dari kodratnya.

Cahaya Kartini dalam Syari’ah

Sebagai seorang santri Kartini memahami agamanya dengan kritis. Ketika mempelajari Al-Qur’an beliau mendalami pemahaman isi Al-Qur’an dengan tafsir yang diberikan oleh Kyai Saleh Darat. Beliau menjalankan aturan-aturan agama Islam untuk perempuan dengan memakai kerudung. Bahkan beliau menginspirasi Kyai Saleh Darat untuk mencetak tafsir Al-Qur’an agar bisa difahami oleh para santri dan umat Islam di Indonesia.

Kartini memang mendapat pengaruh emansipasi dari Barat yang datang dari teman-teman Belandanya. Namun kompentensi literasinya membut Kartini tetap mengambil pilihan sebagi ibu rumah tangga dan menjadi istri yang shaleh. Terang yang di dapat Kartini bukanlah datang dari cahaya Barat, tetapi berasal dari cahaya syariah Islam yang diyakinimya. “Allah pelindung orang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman)”. (QS. Al-Baqarah : 257). Wallahu’alam Bishshawab.

Iklan
Iklan