Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Kenaikan Kembali BPJS, Akankan Menjamin Hak Kesehatan Rakyat

×

Kenaikan Kembali BPJS, Akankan Menjamin Hak Kesehatan Rakyat

Sebarkan artikel ini

Oleh : Saadah, S.Pd
Pendidik dan Pengiat Sosial

Anggota BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan iuran BPJS justru harusnya naik mulai 2024. Pasalnya dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, besaran iuran ditinjau paling lama dua tahun sekali. (www.cnnindonesia.com, Sabtu 22/7/2023)

Baca Koran

“Iuran seharusnya dinaikkan 2024 dan nilainya harus dihitung secara aktuaris berdasarkan kenaikan pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” katanya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (21/7).

Di sisi lain ada kelompok buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana penghapusan kelas rawat inap menjadi Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN). Salah satunya dikhawatirkan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

“Jadi nyambung dengan Undang-Undang Kesehatan, mandatory spending diubah dengan money follow program. Kalau dia mandatory spending berapapun biaya (berobat), BPJS akan bayar. Money follow program, berdasarkan program,” ucap Said.

“KRIS ini disiapkan untuk money follow program. Semua kelas sama. Dengan kelas yang sama nanti dibuat program, enggak ada kelas I, kelas II, dibikinlah standar nanti. Saya enggak tahu standarnya apa. Karena dia (Kemenkes) akan buat program dengan bahasa efisien, masa nyawa orang efisien. Kalau gitu buat apa kita punya negara? Nyawa orang aja diatur-atur. Harusnya enggak bisa,” sambungnya.

Lebih lanjut, Said menuturkan lebih baik pelayanan BPJS yang harus diperbaiki daripada pemerintah meluncurkan program KRIS. “Yang harus diperbaiki itu program BPJS. Orang enggak usah ngantri. Orang ngantri dari jam 04.00 sore untuk dapat pelayanan. Nenek-nenek, kakek-kakek, orang sakit bukan tambah sembuh, tambah sakit,” ujarnya.

Menkeu Sri Mulyani mengusulkan iuran peserta kelas I BPJS Kesehatan naik dua kali lipat yang semula Rp80.000 jadi Rp160.000 per bulan untuk JKN kelas II naik dari Rp51.000 menjadi Rp110.000 per bulan. (merdeka.com)

Selain itu, Ia melanjutkan, kebijakan UU Kesehatan yang baru berpotensi mematikan Rumah Sakit (RS) lokal berskala menengah dan klinik-klinik kecil.

Baca Juga :  MENJAGA AGAMA

“(Nanti), dengan kelas yang sama kan nanti dibikin program yang saya nggak tau standarnya apa. Masa nyawa orang di efisien nyawa orang diatur-atur,” ucapnya.

Ia menyebut, kebijakan pemerintah di sektor kesehatan hanya berpihak pada perusahaan raksasa dan mengacu pada keuntungan semata. “Konsep ini hanya dinikmati swasta, 7 RS itu. Memang sekarang baru 4 RS pemerintah. Sekarang RS menengah yang punya pribumi itu ancur semua, diperparah ada klinik Siloam, Mayapada itu bikin klinik,” pungkasnya.

Inilah kesehatan yang berbau kapitalistik. Hal ini tampak dari wajibnya masyarakat mendaftar menjadi peserta BPJS untuk mendapatkan layanan kesehatan di rumah sakit. Mereka harus merogoh kocek yang tidak sedikit setiap bulannya untuk membayar iuran ini. Apabila tidak membayar, para peserta BPJS harus membayar biaya kesehatan secara mandiri.

Gambaran kondisi pelayanan kesehatan seperti ini pas dengan istilah komersialisasi layanan kesehatan. Ini karena masyarakat harus merogoh kocek yang dalam untuk mendapatkan layanan yang terbaik. Alhasil, hanya orang mampu yang bisa mendapatkan layanan kesehatan terbaik.

Siapa pun mengakui, kesehatan saat ini mahal. Ketika sakit, butuh biaya besar untuk berobat, mulai dari layanan dokter, kebutuhan alat-alat kesehatan yang mahal, hingga obat-obatan. Sedangkan yang namanya sakit, kita tidak dapat mengatur sesuai keinginan.

Di sisi lain, kondisi keuangan negara dianggap tidak memungkinkan untuk memenuhi pembiayaan kesehatan semua rakyatnya. Apalagi negara hanya mengandalkan pajak sebagai pendapatan utama. Kalaupun ada sumber lain, besarnya tidak seberapa. Meskipun kekayaan SDA negeri juga melimpah, kesalahan pengelolaan membuat pendapatannya lari ke negara luar sana.

Ujungnya, negara menjadikan BPJS sebagai jalan untuk membiayai kesehatan masyarakat. Negara berdalih melalui BPJS masyarakat bisa saling bergotong royong membantu yang tidak mampu, padahal ini justru memupus harapan akan tanggung jawab negara.

Dalam Islam, kesehatan sangatlah penting. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari sehat badannya, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari).

Hadis ini bermakna bahwa kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Alhasil, negara wajib menyediakannya untuk rakyat dan memberikan layanan terbaiknya kepada seluruh rakyat. Negara juga tidak boleh membedakan antara yang satu dan yang lain, baik miskin maupun kaya, tua maupun muda. Status rakyat adalah sama di mata negara.

Baca Juga :  Memaknai Isra Miraj Dalam Keperpustakaan Islam(Momentum Isra Mi’raj 1446 H)

Islam juga memerintahkan penguasa untuk mengurusi kebutuhan rakyat karena setiap amanahnya akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Rasulullah SAW bersabda, “Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR Bukhari).

Tatkala Rasulullah SAW menjadi pemimpin, beliau sampai memanggil dokter untuk mengobati Ubay, salah satu warganya. Juga ketika Rasulullah SAW mendapat hadiah seorang dokter dari Raja Mesir, beliau menjadikan dokter tersebut sebagai dokter umum. Ini menandakan bahwa negara atau pemimpin bertanggung jawab dalam menjamin kesehatan rakyat.

Setidaknya ada tiga prinsip layanan kesehatan dalam Islam. Pertama, diberikan untuk semua rakyat. Tidak ada perbedaan, baik ras, suku, warna kulit, kedudukan, serta muslim maupun nonmuslim. Kedua, diberikan secara gratis dan berkualitas. Ketiga, semua rakyat harus mudah mendapatkan layanan kesehatan tersebut.

Akibatnya, wajib bagi negara untuk mengalokasikan anggaran belanjanya untuk memenuhi kebutuhan kesehatan bagi seluruh rakyatnya. Negara tidak boleh melalaikan kewajibannya tersebut, serta tidak boleh mengalihkan tanggung jawab itu ke pihak lain, baik swasta maupun rakyatnya sendiri.

Dengan tiga prinsip di atas, negara pun wajib menyediakan anggaran besar bagi layanan kesehatan. Tidak perlu khawatir sebab negara memiliki berbagai sumber pendapatan yang telah ditentukan dalam syariat, seperti hasil pengelolaan SDA, kharaj, jizyah, ganimah, fai, usyur, dan lainya. Semua pendapatan dikelola untuk melayani seluruh kebutuhan rakyat, termasuk layanan kesehatan.

Sayangnya, layanan yang ideal seperti ini tidak akan bisa dipraktikkan jika sistemnya masih kapitalisme. Layanan kesehatan Islam hanya dapat diwujudkan dalam sistem yang mendukung, yaitu sistem pemerintahan yang berlandaskan Islam (Khilafah) sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan khulafa setelahnya.

Iklan
Iklan