Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

MENJAGA AGAMA

×

MENJAGA AGAMA

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
Ahmad Barjie B

oleh: AHMAD BARJIE B

AGAMA Islam diturunkan ke dunia ini adalah sebagai rahmatan lil alamin. Dalam konteks kerahmatan ini semua aspek penting dalam kehidupan manusia senantiasa terjaga oleh Islam. Sayyid Sabiq menyatakan, tujuan Islam adalah menjaga agama (hifzh al-din), menjaga jiwa (hifzh al-nafs), menjaga akal (hifzh al-aql), menjaga keturunan (hifzh al-nasl) dan menjaga harta (hifzh al-mal). Kesemuanya sering disebut maqashid al-syariah.

Baca Koran

Guna menjamin terjaganya Islam dalam beberapa aspek prinsip di atas, maka Islam dibangun dalam wujud agama sekaligus negara. Sebagai agama, Islam kaya dengan ajaran-ajaran moral. Sebagai Negara, ajaran Islam diwujudkan dalam bentuk institusi, sehingga memiliki kekuatan formal untuk mengatur masyarakat sesuai dengan syariat Islam. Itulah sebabnya banyak kalangan berpendapat Islam itu adalah al-din wa al-daulah, dan Rasulullah bersama khalifah empat dari Khulafa al-Rasyidin telah menghadirkan diri sebagai pemimpin agama sekaligus kepala Negara, dalam arti mereka ulama sekaligus umara. Demikian menurut Prof Said Aqiel Siraj, Islam Kebangsaan, 1999: 55.

Sejak zaman Dinasti Umayyah, Abbasiyah dan seterusnya, integrasi ulama dan umara dalam satu diri sudah sulit dicari. Hal ini disebabkan sistem dan mekanisme pengangkatan khalifah atau kepala Negara sudah berdasarkan keturunan, sehingga tidak peduli dia memiliki ilmu agama atau bukan, dia berhak menjadi khalifah. Kondisi demikian juga ditemui pada banyak Negara demokrasi sekarang ini, termasuk di Indonesia. Mekanisme seseorang menjadi pejabat publik lebih disebabkan adanya dukungan politik (partai politik atau kekuatan politik di masyarakat), kemampuan finansial dan faktor-faktor penentu lainnya. Kalaulah ada pejabat publik yang memiliki bobot keulamaan dalam dirinya, itu hanyalah faktor kebetulan, walaupun bobot itu juga ikut menunjang terpilihnya orang itu sebagai pejabat publik.

Baca Juga :  NIAT JAHAT

Bagi pejabat publik yang memiliki bobot keulamaan atau pengetahuan agama dalam dirinya, tentu merasa berkewajiban untuk merealisasikan ajaran agama yang ia ketahui ke dalam realitas pembangunan dan kemasyarakatan. Sebab ia tahu bahwa Islam itu bukan sekadar ilmu dan teori moral, melainkan sebagai way of life, pedoman hidup yang dapat membawa kepada keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Menurut HAR Gibb, Islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete civilization (Islam lebih dari sekadar sebuah sistem keyakinan, ia sebuah peradaban yang lengkap).

Di dalam negara demokrasi yang berdasarkan Pancasila, perwujudan nilai-nilai ajaran Islam dalam mengelola Negara dan daerah tidak secara formal, namun secara substansial, Sebab aturan dimaksud sudah digariskan dalam Pancasila, UUD 1945, Undang-Undang dan berbagai peraturan turunannya, baik di pusat maupun daerah berupa Peraturan Daerah (Perda). Negara memberi tempat bagi pengelolaan pemerintahan suatu daerah dengan nuansa keagamaan, sesuai dengan ciri khas dan religiusitas daerah dan masyarakat yang berdomisili di daerah tersebut. Hal ini tampak dari otonomi khusus yang diberikan kepada Nanggroe Aceh Darussalam untuk mengelola pemerintahan dan kehidupan masyarakatnya berdasarkan syariat Islam. Di samping itu pada banyak daerah juga bermunculan Perda-Perda bernuansa syariat, yang kadang-kadang disebut Perda Ketertiban Sosial, Perda Antimaksiat, Perda Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dll. Beberapa daerah di Indonesa seperti Kabupaten Solok Sumatra Barat, Provinsi Sumatra Barat, Provinsi Banten, Kotamadya Tangerang, Kabupaten Bulukumba dan Bau-bau Sulawesi Selatan dan sebagainya banyak mengeluarkan Perda Bernuansa Syariat tersebut. Di Kalimantan Selatan juga terdapat Perda Ramadhan dan Perda Miras (Kota Banjarmasin), Perda Ramadhan, Perda Jumat Khusyu’ dan Perda Khatam Al Quran (Kabupaten Banjar). Selain itu juga ada anjuran berpakaian busana muslimah bagi PNS wanita yang bekerja di instansi-instansi pemerintah.

Baca Juga :  Ironi Pendidikan di Indonesia: Sarjana Menganggur, Pasar Kerja Tak Menyerap

Kemunculan Perda-Perda tersebut menimbulkan polemik ada ada yang mencurigainya sebagai upaya yang mengarah kepada formalisasi syariat Islam. Ada kalangan yang melakukan judicial review (JR) kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak Perda Antimaksiat di Tangerang. Ternyata upaya JR ini ditolak oleh MK, dengan alasan kemunculan Perda tersebut sudah sesuai dengan prosedur dan mekanisme demokrasi dan sesuai pula dengan aspirasi masyarakat setempat. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara di suatu daerah yang mengandung nilai-nilai keislaman, dapat terus dilakukan karena dijamin oleh Negara. Ini sejalan pula dengan ketentuan pasal 29 ayat (2) UUD 1945, bahwa Negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk beribadah dan melaksanakan ajaran agama dan kepercayaannya.

Iklan
Iklan