Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Negeriku Sayang, Negeriku Malang

×

Negeriku Sayang, Negeriku Malang

Sebarkan artikel ini
Ahdiat Gazali Rahman

Oleh : Drs H Ahdiat Gazali Rahman, SH, MH
Ketua Posku LKBH ULM Kabupaten HSU, Ketua Dewan Pendidikan HSU.

Dalam pelajaran sejarah bangsa Indonesia, dikatakan negeri ini pernah dijajah Belanda selama 3,5 abad dan Jepang selama 3,5 tahun. Pertanyaannya, masih belum jerakah sehingga membuat seolah ingin dijajah kembali, atau memang bangga dan rindu ingin dijajah lagi bangsa lain, karena para penguasa belum mampu berpikir bagaimana melanjutkan kemerdekaan. Jika berpikir jernih dan ingin menghargai perjuangan nenek moyang, bagaimana mereka merebut kemerdekaan, suatu pekerjaan yang tidak mudah tapi memerlukan pengorbanan, kita tak mampu menghitung berapa tokoh yang harus tewas ditangan penjajah, berapa ibu harus menjadi janda karena suami mereka terbunuh dalam merebut kemerdekaan, berapa anak harus menjadi yatim karena ditinggalkan orang tuannya untuk selama-lamanya. Mereka tewas karena menjadi pejuang demi kemerdekaan bangsa ini, negara ini. Namun setelah merdeka, sebagian tokoh penguasa dengan mudah memberikan fasilitas kepada bangsa lain untuk menikmati kemerdekaan ini, sementara bangsa sendiri seolah hanya akan menjadi penonton dan kuli di negeri sendiri.

Baca Koran

Dasar Negara

Sebelum merdeka, tokoh bangsa yang punya semangat merdeka telah menyusun sebuah konsep yang akan dilaksanakan jika merdeka nanti. Konsep itu disebut Dasar Negara, yakni Pancasila dan UUD 1945, dimana itu merupakan impian para pejuang, yang akan diperjuangkan dan dilaksanakan agar anak negeri yang mewarisi negeri ini memiliki tujuan, dalam hal bernegara, dalam politik, hukum, dan ekonomi. Para pendiri Negara menghendaki sebagaimana bunyi Pancasila pada sila kelima, yakni “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Demikian juga hal lainnya tentang kekayaan negeri sebagimana yang ditentukan dalam UUD 1945, siapa yang harus menikmati, yang boleh menikamti. Kemerdekaan menurut Pembukuan UUD 1945 adalah rakyat Indonesia, rakyatlah yang akan berdaulat, memperoleh keadilan dan kemakmuran hal ini sebagaimana bunyi alenia kedua pada Pembukaan UUD 1945, “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Sangat baik sekali yang ingin dicapai dan diperjuangkan para pejuang negeri adalah untuk memberikan kemakmuran pada warga negara Indonesia. Lebih khusus tentang kekayaan Negara sebagaimana bunyi Pasal 33 Ayat 3, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Apakah ini sudah terjadi atau hanya menjadi angan yang akan menjadi mimpi di siang bolong oleh semua bangsa Indonesia, sebab harta yang dimiliki oleh Negara seolah hanya dinikmati sebagian orang atau bahkan hanya untuk bangsa asing.

Baca Juga :  RUSAKNYA PERGAULAN

Realitas Negeri

Sejumlah instansi dan masyarakat ramai-ramai membongkar pagar laut misterius di Kabupaten Tangerang, Banten dalam beberapa waktu belakangan ini. Pagar terbuat dari bambu di Tangerang pertama kali diungkap Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti. Dinas menerima laporan warga pada 14 Agustus 2024 lalu. Pembangunan pagar misterius Tangerang sepanjang 30,16 km ini mencaplok wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan. Ada masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan sebanyak 3.888 orang dan 502 pembudidaya di lokasi tersebut. Usai viral, TNI Angkatan Laut bersama masyarakat membongkar pagar tersebut. Ternyata bagar itu bukan dibangun demi kesejahteraan rakyat kecil khususnya nelayann yang tinggal dan bekerja disana namun, hanya untuk orang tertentu. Dari data yang disampaikan Menteri Administrasi dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan pemilik bidang tanah di area pagar laut tersebut adalah perusahaan PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa. PT Intan Agung Makmur memiliki 234 bidang tanah PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang tanah. Selanjutnya sembilan bidang tanah atas nama perorangan. Sebanyak 17 bidang tanah lagi diterbitkan SHM, suatu yang sangat bertentangan dengan apa yang diinginkan oleh Pendiri Bangsa sebagaimana yang dibuat dalam dasar Negara yakni Pancasila dan UUD 1945.

Aapakah pembangunan pagar menggunakan jin seperti zaman Nabi Sulaiman? Bagaimana mungkin pembanguan pagar tersebut tidak diketahui pejabat daerah tersebut, seperti RT, RW, lurah, camat dan bupati hingga gubernur. Mereka adalah pejabat yang diberi tugas dan tanggungjawab terhadap wilayahnya, atau mungkin sudah terjadi kongkalingkong (pelanggaran hukum). Jika terjadi pelanggaran hukum sebaiknya secepatnya mereka diproses secara hukum. Hal ini sebagai konsekuensi yang dilakukan oknum jika perbuatan itu melanggar hokum. Sebagai pembanding, kita masih ingat ketika seorang nenek tua melakukan pelanggaran hukum dengan mengambil kayu demi untuk hidup, oleh pihak penegak hukum, nenek tersebut diproses secara hukum ini pada 15 Desember 2014 di Situbondo. “Seorang Nenek asal Situbondo yang ditangkap karena tuduhan mencuri 7 batang kayu jati milik Perhutani”. Coba bandingkan nilai yang dicuri nenek dengan kerugian yang diderita Negara dan masyarakat dengan bangunan pagar tersebut”.

Baca Juga :  LPG Langka, Bagaimana Peran Negara?

Hingga tulisan ini dibuat belum satu orangpun orang yang dijadikan tersangka, jangankan tersangka, pemerintahpun belum dapat menyimpulkan siapa oknun yang membuat dan bertanggungjawab terhadap pembuatan pagar sepanjang 30,16 Km itu. Masyarakat seolah dibawa berpikir seperti zaman Nabi Sulaiman yang saat itu memindahkan singgasana Ratu Bilqis dengan kekuatan para jin, hanya dengan hitungan detik singgasana itu berpindah. Apakah pembuat pagar sepanjang itu juga menggunakan para jin, sehingga tak dapat dilihat oleh manusia normal dan mereka yang memiliki tanggung jawab di daerah itu, seperti para pejabat disana, RT, RW, lurah, camat hingga pejabat lainnya.

Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Anggapan sementara hukum ‘tajam ke bawah, tumpul ke atas’ hanya ungkapan orang tertentu yang kecewa dengan oknum atau lembaga tertentu, namun dengan kejadian pagar laut yang panjang 30.16 Km ini, dan diketahui sejak 14 Agustus 2014 oleh Kepala DKP Banten Eli Susiyanti, sampai saat ini, hingga hampir enam bulan, Negara belum mampu menentukan siapa pemilik, siapa yang membuat, siapa yang bertanggungjawab, sehingga menimbulkan ribuan sangkaan, ribuan dugaan, ribuan penapsiran dan mengundang sejuta tanya, apa yang terjadi negeri ini tercinta ini?

Apakah negeri yang selama ini kita sayangi, cintai, lambat laun akan menjadi Negara yang hilang, karena tergadai, atau bahkan terjual kepada mereka yang tak bertanggungjawab pada bangsa ini. Mereka hanya bertindak demi keluarganya, kelompoknya, sangat acuh terhadap kemakmuran dan keadilan bangsa Indonesia yang cita-citakan oleh pendiri bangsa ini. Silahkan amati dan pikirkan.

Iklan
Iklan