Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
BanjarmasinTRI BANJAR

Kalsel Provinsi Tingkat Kemiskinan Terendah Kedua se Indonesia

×

Kalsel Provinsi Tingkat Kemiskinan Terendah Kedua se Indonesia

Sebarkan artikel ini
Hal 10 3 Klm Jumpa pers
JUMPA PERS- Jumpa pers usai Perwakilan Kementerian Keuangan Kalimantan Selatan (Kalsel) menyelenggarakan kegiatan Rapat Komite dan Press Conference ALCo di Aula Barito Lantai 2 Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Selatan. (KP/Ipul)

Realisasi Belanja APBN sampai 31 Agustus 2023 mencapai Rp19,07 triliun, terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar 4,94 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp14,13 triliun

BANJARMASIN, KP – Kalimantan Selatan (Kalsel) merupakan provinsi dengan tingkat kemiskinan terendah kedua se Indonesia.

Kalimantan Post

“Tingkat kemiskinan di Kalsel sebesar 4,29 persen atau di bawah persentase kemiskinan nasional sebesar 9,36 persen,” papar Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia, Suahasil Nazara di acara Perwakilan Kementerian Keuangan (Kalsel) dalam kegiatan Rapat Komite dan Press Conference ALCo di Aula Barito Lantai 2 Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Selatan, Jumat (29/9/2023) sore.

Ditambahkannya, tingkat ketimpangan Kalsel sebesar 0,313 berada di bawah Tingkat Ketimpangan Nasional sebesar 0,388 termasuk dalam kategori rendah (berada di bawah koefisien gini 0,4).

Sementara itu kinerja APBN wilayah Kalsel sampai dengan 31 Agustus 2023 masih terjaga dengan masih kuatnya pertumbuhan penerimaan dan realisasi belanja.

“Hal ini ditunjukkan dengan total pendapatan negara yang mencapai Rp16,24 triliun dari target sebesar Rp17,83 triliun atau sekitar 91,10 persen dari target. Pendapatan negara sampai dengan 31 Agustus 2023 ini tumbuh 25,91 persen,” ujarnya.

Realisasi Belanja APBN sampai dengan 31 Agustus 2023 mencapai Rp19,07 triliun, terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar 4,94 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp14,13 triliun. Realisasi belanja APBN sampai dengan 31

Agustus 2023 ini tumbuh 22,70 persen. “Kontribusi terbesar dari pendapatan negara tersebut berasal dari penerimaan perpajakan terutama PPN dan PPh. Dibandingkan dengan tahun lalu, telah terjadi peningkatan jumlah penerimaan perpajakan yang cukup besar yaitu sebesar 25,23 persen,” kata Suahasil.

Ditambahkannya, kontribusi penerimaan perpajakan disumbangkan dari sektor pertambangan dengan kontribusi sebesar 36,1 persen, kemudian sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 28,6 persen, dan sektor pengangkutan sebesar 12,4 persen.

“Secara komulatif, seluruh sektor utama tumbuh positif kecuali sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Penerimaan dari Bea dan Cukai sampai dengan 31 Agustus 2023 telah mencapai Rp373,13 miliar atau sekitar 75 persen dari target yang ditetapkan.

Selanjutnya, sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) telah mencapai Rp1,11 triliun, terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun yang lalu sebesar 35,81 persen.

Realisasi penerimaan BLU menyumbang sebesar Rp252,22 miliar dari total realisasi PNBP atau sebesar 22,63 persen. Realisasi ini disumbang dari BLU Rumkit Bhayangkara, Universitas Lambung Mangkurat, dan Poltekkes Banjarmasin.

Baca Juga :  Menakar Efektivitas Demokrasi dalam Kacamata Lintas Pengamat

Realisasi PNBP Kekayaan Negara 17,58 persen atau 88,78 persen dari target.

Pada sisi belanja negara, realisasi Belanja Pemerintah Pusat (BPP) mencapai Rp4,94 triliun atau sekitar 59,56 persen dari pagu. Porsi realisasi terbesar BPP adalah belanja barang 43,29 persen, belanja pegawai 40,56 persen, belanja modal 15,98 persen dan belanja bansos 0,17 persen.

Kementerian/Lembaga (K/L) yang kinerja penyerapan tertinggi adalah Kementerian Pertahanan, BPKP, dan Kementerian Perindustrian.

Jika dibandingkan dengan tahun lalu, telah terjadi pertumbuhan belanja negara sebesar 22,70 persen.

Realisasi belanja dalam rangka persiapan Pemilu sampai dengan 31 Agustus 2023 ini, untuk KPU sebesar 60,90 persen dan Bawaslu sebesar 50,27 persen.

Dalam hal pengelolaan aset negara, sampai dengan 3 Agustus 2023 ini, Kementerian Keuangan telah mengelola aset negara dengan total nilai sebesar Rp41,45 T dalam 13.983 NUP (Nomor Urut Pendaftaran). Sebagian besar aset yang dikelola adalah berupa tanah (71 persen), kemudian gedung dan bangunan, jalan jembatan, bangunan air, instalasi jaringan dan rumah negara.

Kepala Kanwil DJPb Provinsi Kalsel, Syafriadi menambahkan, kinerja APBD Regional Kalsel sampai dengan 31 Agustus 2023, untuk realisasi pendapatan daerah mencapai Rp2,48 triliun atau sekitar 64,01 persen dari target.

“Pendapatan daerah ini terdiri dari Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp4,41 triliun, Pendapatan Transfer Rp15 triliun, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp46,49 miliar. Sedangkan dari sisi Belanja Daerah, telah terealisasi sebesar Rp16,17 triliun atau sekitar 51,10 persen,” tegasnya.

Realisasi Belanja Daerah ini terdiri dari Belanja Operasional sebesar Rp10,96 triliun, Belanja Modal Rp2,33 triliun, Belanja Tak Terduga Rp21,76 miliar, dan Belanja Transfer sebesar Rp2,86 triliun.

Lalu, kata dia, Kabupaten Balangan mencapai realisasi Penyaluran Belanja Transfer ke Daerah tertinggi di wilayah Kalsel dengan prosentase sebesar 74,47 persen dan yang paling kecil adalah pada Kabupaten Tanah Bumbu.

“Khusus untuk realisasi DAK Fisik di Kalsel telah terealisasi sebesar 31,67 persen atau Rp362,32 miliar dengan capaian tertinggi pada Kabupaten Barito Kuala dan yang terendah pada Kota Banjarmasin. Untuk DAK Non Fisik telah terealisasi sebesar Rp1,61 triliun atau 68,90 persen,” tegasnya.

Realisasi DAK Non Fisik ini antara lain untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Penyelenggaran Pendidikan, Kesehatan dan Tunjangan Guru ASN Daerah. Sedangkan realisasi Dana Desa sampai dengan 31 Agustus 2023 telah tersalurkan sebesar Rp1,1 triliun atau 76,04 persen dari pagu.

Baca Juga :  Polda Gandeng Komunitas Pemuda Sentra Antasari dan Custom

Dia juga menjelaskannya, jika dikaitkan Belanja APBD dengan pembangunan infrastruktur khususnya pembangunan jalan dapat digambarkan sebagai berikut, yaitu belanja untuk pembangunan jalan didominasi APBD Pemprov hingga Rp234,91 miliar sampai 31 Juli 2023. Angka ini lebih tinggi 56,31 persen dari capaian periode yang sama tahun lalu.

Belanja untuk peningkatan jalan didominasi APBD Pemkab/Pemkot hingga Rp465,98 miliar sampai 31 Juli 2023. Angka ini lebih tinggi 46,28 persen dari capaian periode yang sama tahun lalu. Belanja untuk pemeliharaan jalan didominasi APBD Pemkab/Pemkot hingga Rp50,89 miliar sampai 31 Juli 2023.

“Angka ini lebih tinggi 9,15 persen dari capaian periode yang sama tahun lalu. Belanja pembangunan jalan, peningkatan jalan, dan pemeliharaan jalan masing-masing berkontribusi sebesar 31,25 persen, 61,98 persen, dan 6,77 persen dari total realisasi belanja jalan,” tegasnya.

Secara keseluruhan, belanja pembangunan jalan di Kalsel masih lebih rendah dari belanja peningkatan jalan, namun lebih tinggi dari belanja pemeliharaan jalan.

Dari data Memperkuat Kemampuan Fiskal Daerah terdapat empat pilar utama Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah diantaranya adalah penguatan Local Taxing Power dan Penurunan Ketimpangan Fiskal Vertikal dan Horizontal.

Local Tax Ratio Kalsel tergolong masih rendah dibandingkan Bali, Yogyakarta, Aceh, dan Sulawesi Utara yaitu sebesar 2,64 persen tetapi lebih tinggi dibanding rata-rata nasional 1,82 persen.

Untuk Ketimpangan Fiskal vertikal, Kabupaten Balangan memiliki share transfer antar pemerintah terhadap terhadap pengeluaran pemda paling tinggi, sedangkan Kabupaten Barito Kuala memiliki share pengeluaran pemerintah yang tidak tercover oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Sementara dari reviu ketimpangan fiskal horizontal, berdasarkan Nilai Indeks Williamson kabupaten/kota di Kalsel berada pada kisaran 0,35<IW<0,50 yang berarti tingkat kesenjangannya sedang dan cenderung stabil dari tahun ke tahun. Nilai Indeks Entropi Theil kabupaten/kota di Kalsel menurun dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa ketimpangan semakin kecil/semakin merata.

Nilai indeks mendekati 0 mencerminkan kondisi yang sangat merata. Namun, pendapatan per kapita Kalsel masih berada di bawah nasional yang berarti pemerataan tersebut masih dalam kondisi belum baik. Data PDRB baru menunjukkan pendapatan suatu daerah dari sisi produksi, belum menggambarkan pendapatan yang benar-benar dinikmati oleh masyarakat setempat.

Setelah dibandingkan dengan data rata-rata pengeluaran per kapita Kalsel berdasarkan Susenas, hanya sedikit pendapatan yang dinikmati masyarakat Kalsel. (Mau/K-3)

Iklan
Iklan