Surabaya, KP – Panitia khusus (Pansus) Raperda Pajak dan Retribusi Daerah berupaya menggenjot penyelesaian Raperda tersebut agar bisa terapkan mulai awal tahun depan.
“Kita genjot penyelesaian Raperda Pajak dan Retribusi Daerah ini agar selesai tepat waktu,” kata Ketua Pansus Raperda Pajak dan Retribusi Daerah, Muhammad Yani Helmi, usai kunjungan ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Timur, Jumat (29/9/2023), di Surabaya.
Hal ini sesuai amanat Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2023, yang mengisyaratkan pembentukan Perda Tentang PDRD sebelum memasuki pergantian tahun 2024.
Yani Helmi mengungkapkan, sebenarnya penyelesaian Raperda Pajak dan Retribusi Daerah ini sudah mencapai 80 persen, dan mendorong agar satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait lebih agresif bekerjasama dalam penyelesaian Raperda ini.
“Alhamdulillah, Raperda ini 80 persen clear, tinggal satu atau dua kali pembahasan lagi rampung,” tambah politisi Partai Golkar.
Kendati demikian, menurut Yani Helmi, masih diperlukan studi komparasi maupun bertanya ke kiri kanan, agar tidak ada hal-hal yang tertinggal pada saat Raperda diketuk palu.
“Jadi SKPD terkait harus agresif untuk memberikan masukan agar tidak ada hal yang tertinggal. Kan tidak elok jadinya,” ujar Paman Yani, panggilan akrab Yani Helmi.
Paman Yani mengungkapkan beberapa hal yang bisa dijadikan catatan pada kunjungan ke Dipenda Jawa Timur, mengingat provinsi tersebut juga sedang menyusun Raperda serupa. Diantaranya, bagi hasil antara Pemprov dengan kabupaten/kota dan pajak alat berat.
Namun, pajak alat berat di Jatim tidak di tarik (pajak), karena ada alasan tertentu, tetapi di Kalsel banyak perusahaan pertambangan.
“Ini menjadi catatan khusus, karena dari dulu kita mengejar ini sangat sulit karena tidak ada Perda yang mengatur,” ungkap wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalsel VI, meliputi Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru.
Sementara itu, Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan, Bapenda Jawa Timur, Sungging mengatakan, terkait opsen atau pungutan tambahan menurut prosentase tertentu, dimana kabupaten/kota mendapatkan 66 persen memang harus ada timbal balik dalam bentuk role sharing dan cost sharing.
“Role sharing adalah aturan main. Kabupaten/kota harus berperan membantu kita di pelayanan, menyediakan tempat layanan dan untuk pendataan, penagihan dan sebagainya,” kata Sungging.
Sedangkan cost sharing, memberikan biaya/cash back ke provinsi untuk kita gunakan lagi sebagai pendukung pelayanan di samsat dan biaya operasional di lapangan.
“Timbal balik ini diatur dalam perjanjian Kerjasama (PKS) antara kabupaten/kota dengan provinsi,” tambahnya.
Dijelaskan, hal tersebut dalam Perda telah disediakan payungnya, bahwa ada sinergi antara kabupaten/kota dengan provinsi. “Diturunkan lagi di Pergub, kita atur angkanya berapa,” jelas Sungging. (lyn/KPO-1)