BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Semakin malam suasana diskusi sesi kedua dengan tema Membangkitkan Kembali Nilai-Nilai Kepemimpinan Banjar dalam Konteks Kekinian di Tradisi Kopi Kilometer 5 Banjarmasin, Minggu (30/6/2024) malam semakin ‘memanas’.
Mantan anggota DPRD Kalsel, Tasriq Usman yang menjadi pemaintik sesi kedua mengatakan Pangeran Antasari meletakkan pondasi yang kokoh bagaimana cara memimpin di pemerintahan.
Di zaman Soekarno, ada beberapa tokoh Banua yang cukup disegani di tingkat nasional diantaranya KH Idham Khalid.
Begitu juga di era Presiden Seoharto ada nama Saadillah Mursjid yang menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara Indonesia ke-6 pada 16 Maret 1998 – 21 Mei 1998, lalu Anang Ardenansi dan lain-lain
Lalu dilanjutkan dengan munculnya tokoh Banua Syamsul Mu’arif sebagai Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Indonesia sejak 10 Agustus 2001- 20 Oktober 2004 di era Presiden Megawati Soekarnoputri.
Ada Brigjen Pol (Purn.) Dr H Taufiq Effendi, M.B.A yang menjadi Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara pada Kabinet Indonesia Bersatu 2004-2009 di era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.
Terakhir Gusti Muhammad Hatta yang menduduki jabatan Menteri Riset dan Teknologi di Kabinet Indonesia Bersatu dan menjabat sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia dari 22 Oktober 2009di era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.
“Adanya menteri dan tokoh asal Banua di tingkat nasional waktu itu, sehingga daerah kita ini dapat perhatian pemerintah pusat,” ucapnya.
Namun, sekarang ini tidak ada lagi tokoh asal Kalsel yang duduk menjadi Menteri di era Presiden Joko Widodo.
Tasriq pun juga bercerita sewaktu Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden baru satu minggu langsung mengumpul anggota DPR dan DPD asal Sulsel daru partai apa saja.
“Jusuf Kalla membagi tugas anggota dewan mengawal pembangunan di daerah di anggaran dan Jusuf Kalsel berjuang di Bappenas. Dulu bandara buruk, bandara di Sulsel masih bagus tapi dengan cepat membangun bandara lebih baik lagi,” tandasnya.
Berbeda dengan di Kalsel, lanjut dia, mohon maaf terakhir diamatinya saat anggota DPR RI badapatan di bandara kada barawaan.
“Saya juga melihat ada pergeseran nilai yang sekarang kita amati baik tingkat nasional maupun lokal, gaya kritis kita menurun. Apakah itu pengaruh tatanan dalam berpolitik di nasional maupun lokal,” tandasnya.
Sewaktu dirinya menjadi anggota DPRD Kalsel berani mengkritisi kebijakan Gubernur yang diusung partainya.
“Sebenarnya kritik membangun tak masalah, yang tidak boleh itu kritik menjatuhkan,” tandasnya.
Sementara itu, mantan Sekda Provinsi Kalsel Haria Makkie menambahkan kepemimpinan Pangeran Antasari punya moto haram manyarah waja sampai kaputing.
“Makna semboyan beliau itu, apapun yang terjadi dalam berjuang menegakkan keadilan, kebenaran, dan hal positif lainnya kita jangan menyerah,” ujarnya.
Menurut Haris, tentu bagi calon pemimpin di Pilkada nanti harus dimulai dari motto disampaikan Pangeran Antasari.
“Pangeran Antasari juga ada bersumpah, Kada ku sapa sampau tujuh turunan apabila bekawan dengan walanda (Belanda). Karena walanda ini mengadu domba dan menjajah maulah bungul (bodoh) dan hal-hal lainnya,” ucapnya.
Dalam konteks kepemimpinan, apabila seorang calon pemimpin atau pemimpin memulainya saja seperti Belanda, maka ini berakibat pada kepemimpinan yang tidak menjadi ideal dan bukan menjadi panutan di Banua.
Dikesempatan itu, Haris jua menyoroti Syekh Arsyad Al-Banjari punya kharisma. Ini tak lepas beliau punya karakter dimana didalamnya ada kejujuran, keadilan memperjuangkan hak-hak rakyat.
“Sebetulnya itu yang harus dimiliki pemimpin kita hari ini dan kedepan dan itu masih berlaku di era sekarang,” tegasnya.
Lalu, mantan Kepala Ombudsman Perwakilan Kalsel, Norhalis Majid menilai pemimpin sekarang untuk semangat, mental dan sensitivitas tidak ada lagi.
Dia juga menyoroti tentang Syekh Arsyad Al-Banjari, kepemimpinan itu semestinya memperhatikan pendidikan.
“Kepemimpinan sekarang siapa yang mengutamakan pendidikan. Adakah beasiswa yang diberikan gubernur untuk 100 orang. Itu tidak ada terdengar, karena orientasinya tidak kesitu,” tegasnya.
Lain lagi pendapat Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia, H Nasrullah mengatakan tindakan seorang pemimpin baik keagamaan maupun pemerintahan semuanya adalah untuk kepentingan dan kemaslahatan umat.
“Jadi berbicara kepemimpinan, orang jadi presiden, gubernur dan bupati tujuannya apa dan jangan melenceng dari tradisi budaya, dan ulama di Banua,” tandasnya.
Padahal, kata dia, Syekh Arsyad al-Banjari, KH Idham Halid dan ulama lainnya meletakkan pondasi itu semuanya untuk umat dan masyarakat di daerah ini.
Lain lagi diungkapkan pemerhati politik, Indra Gunawan, sampai sekarang penghianat bangsa itu langgeng sampai sekarang.
“Mereka berhianat, karena faktor ekonomi, kekuasaan, takut kehilangan jabatan. Anehnya, pasca orde baru para penghianat ini menjamur pemburu rente berkamuflase dalam sebuah kebijakan,” ujarnya.
Namun, para penghianat ini hanya menguntungkan dirinya atau kelompok nya atau golongannya yang bermainnya seolah-olah suci dan tidak tersentuh.
“Makanya saya menilai semangat waja sampai kaputing, haram manyarah itu kalah dengan penghianat,” ucapnya.
Asisten I Bidang Pemerintahan Pemko Banjarbaru Abdul Basit yang hadir diacara menyampaikan gebrakan Wali Kota Banjarbaru Aditya Mufti yang minim sumber daya alam tapi mampu mendongkrak pendapatan daerah yang cukup signifikan.
Lalu, dosen STIE Indonesia Iqbal Firdausi mengamati penjajahan sekarang ini dari sisi ekonomi.
Ada lagi pasangan suami isteri yang juga dosen FISIP ULM Siti Maulina Harini dan Fathurrahman yang menyampaikan pendapatnya tentang bagaimana figur calon pemimpin Banua di Pilkada 2024.
Di acara diskusi yang digagas Suchrowardi itu juga diselingi hiburan dengan suara merdu Muhadzir yang membawakan lagu-lagu Banjar menurunkan suasana ‘panas’ diskusi. (ful/KPO-3)