Oleh : Haritsa
Pemerhati Generasi dan Kemasyarakatan
Potret buruk generasi terus terpampang di depan mata bangsa ini. Perilaku liberal tanpa mengindahkan ajaran agama sudah menjadi normalisasi dan gaya hidup mereka. Selain demi pemuasan naluri seksual, perilaku liberal bahkan dijadikan solusi untuk mendatangkan uang.
Pada bulan Juli lalu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap transaksi keuangan senilai 127 milyar yang diduga terkait bisnis prostitusi yang melibatkan 24.049 anak di bawah usia 18 tahun. Beriringan dengan pengungkapan PPATK, polisi juga membongkar sindikat prostitusi yang melibatkan 1962 orang anak. Kedua fakta ini merangkai kasus-kasus kriminal di media yang berkaitan dengan remaja yang open BO dan mengkonfirmasi adanya bisnis prostitusi yang memperkerjakan anak dan remaja. Dan lebih ironi adalah sebagian orang tua mereka mengetahui aktivitas mereka.
Kerentanan anak dan remaja terlibat dalam prostitusi tidak mengherankan jika kita melihat data tentang perilaku seks bebas remaja hari ini. Pada bulan maret lalu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Hasto Wardoyo, menyoroti kenaikan persentase remaja 15-19 tahun yang melakukan hubungan seks untuk pertama kali. Ia menyebutkan remaja perempuan yang melakukan hubungan seksual ada di angka 59 persen sedangkan pada remaja laki-laki ada di angka 74 persen. “Menikahnya rata-rata pada usia 22 tahun, tetapi hubungan seksnya pada usia 15-19 tahun. Jadi perzinaan kita meningkat. Ini pekerjaan rumah untuk kita semua,” ucap Hasto.
Keharaman dan Kerusakan
Maraknya perilaku seks bebas dan prostitusi oleh remaja diproduksi oleh sistem sekuler kapitalisme. Perilaku liberal dibentuk oleh paham sekuler yang tidak menjadikan norma agama sebagai patokan perilaku. Hukum-hukum sekuler negara memberikan ruang untuk kebebasan dan pilihan termasuk melakukan hubungan seksual secara bebas. Indikasi kebebasan adalah ketiadaan sanksi bagi perilaku seks bebas. Hanya pemerkosaan yang dikenakan sanksi, bukan hubungan seksual suka sama suka atau konsensual.
Wajar nilai kebebasan akhirnya dianut dan mempengaruhi remaja. Terlebih oleh sistem pendidikan, mereka memang dibentuk menjadi asing, awam terhadap agama.
Kebebasan seksual lalu diekspresikan di ruang digital dalam peredaran konten pornografi. Paparan pornografi memberikan rangsangan dan dorongan untuk mempraktikkan. Data menujukkan bahwa sebagian besar anak dan remaja mempraktikkan konten pornografi yang mereka akses. Perilaku seks bebas makin menyebar di kalangan anak dan remaja karena dorongan media.
Sistem sekuler juga membuat keluarga dan masyarakat lalai dalam mendidik generasi untuk taat pada syariat. Bukannya mencegah orang tua justru mendorong anaknya pacaran atau tidak mencegah perilaku seks bebas. Bahkan dalam kasus prostitusi mereka membiarkan.
Sekulerisme kapitalisme telah menjadikan seseorang menghalalkan segala macam cara dalam meraih harta. Sistem ekonomi kapitalisme melangkakan kesejahteraan dan pekerjaan halal. Sumber-sumber ekonomi telah dikuasai oleh para pemodal melalui korporasi. Negara juga abai dalam tanggungjawab mensejahterakan. Rakyat yang dituntut berdaya akhirnya termiskinkan.
Lebih dari itu, sudah lah jauh dari kesejahteraan, perilaku seks bebas secara pasti mendatangkan kerusakan dan kehancuran. Penyimpangan seksual seperti LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender), penularan PMS (Penyakit Menular Seksual) seperti HIV/ AIDS telah menjangkiti anak dan remaja. Institusi keluarga juga hancur akibat perselingkuhan dan seks bebas.
Nampak nyata kerusakan generasi, masyarakat bahkan keluarga akibat seks bebas dan prostitusi, namun negara dengan sistem sekuler kapitalisme memang tidak memiliki visi untuk memberikan perlindungan yang nyata.
Sangat berbeda dengan sistem Islam. Sistem Islam berdiri dengan asas aqidah Islam. Keseluruhan hukum syariah adalah untuk menjadi solusi kehidupan manusia dan menghantarkan kepada keselamatan dan penjagaan yang terbaik. Penjagaan manusia dengan syariat kaffah adalah dengan menegakkan keseluruhan syariat. Apa yang wajib harus dikerjakan dan yang haram ditinggalkan. Seks bebas dan prostitusi termasuk keharamam dan dosa besar. Penjagaan itu dipastikan dan dikawal dengan sistem sanksi yang diberlakukan oleh negara.
Sehingga keberadaan negara dalam Islam adalah sebagai raa’in, yaitu pengurus rakyat. Negara wajib memberikan perlindungan dan keamanan pada seluruh rakyat termasuk anak-anak.
Negara dengan sistem ekonomi Islam juga wajib memberikan jaminan kesejahteraan, sehingga dapat menutup celah kejahatan.
Melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam, akan terbentuk kepribadian Islam pada generasi. Mereka diarahkan menjadi generasi unggul, mulia dan bahagia dengan keimanan dan ketaatan pada syariat. Mereka menjadi generasi yang menikmati ilmu, amal dan dakwah, bukan penikmat maksiat yang merusak dan merendahkan.
Oleh karena itu, hanya sistem Islam yang bisa menyelamatkan generasi dari keharaman dan kerusakan akibat perilaku seks bebas dan prostitusi. Sudah saatnya umat mencampakkan sistem sekuler kapitalisme yang terbukti hanya memproduksi kerusakan generasi dan kehancuran masyarakat. Mari kita mendukung tegaknya sistem Islam dengan penerapan seluruh hukum syariat dibawah sistem pemerintahan Khilafah. Wallahu alam bis shawab.