BANJARMASIN, Kalimantanpost.com –
Mayoritas pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menggunakan usahanya
hanya untuk menambah pendapatan dan
bertahan hidup.
“Usaha skala ultra mikro dan mikro, jumlahnya sangat sedikit yang memiliki visi untuk mengembangkan usahanya agar “naik kelas,” ujar Herry Pradana, MBA Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dalam acara Diseminasi Kajian Fiskal Regional Kalimantan Selatan
Triwulan III Tahun 2024 di Kanwil DJPb Provinsi Kalsel, Jumat (20/12/2024).
Selain itu, lanjut dia, sebagian besar UMKM di Kalimantan Selatan berada pada Level 1 dan 2, menunjukkan mereka baru mulai mengenal Instagram, WhatsApp, atau marketplace sebagai sarana
promosi, tetapi belum sepenuhnya
mengoptimalkan fitur digital secara profesional.
“UMKM di level 1 dan 2 hanya memiliki toko fisik tanpa aktivitas digital atau hanya memulai atau baru memulai Instagram dan whatsapp,” tandasnya.
Heri juga menjelaskan untuk pengembangan dan dominan bisnis digitalisasi di Kalsel masih di Banjarmasin Banjarbaru dan Kabupaten Banjar.
“Tapi di arah Hulu Sungai hingga Kotabaru agak susah sekali mengembangkan digitalisasi. Bayangkan mereka mengambil barang dari dari shopee dan mau dijual ke mana. Jadi, perputaran UMKM itu sifatnya lokal di tempat tersebut saja dan untuk naik kelas ke level profesi antar Provinsi atau ke pulau Jawa itu sangat susah sekali. Apapun yang ada dijual di Kalsel itu pasti ada di pulau Jawa,” tegasnya.
Namun, harus diakui digitalisasi UMKM diperlukan untuk meningkatkan
daya saing dan pertumbuhan bisnis.
“Pertumbuhan UMKM di Kalsel perlu diimbangi dengan ekosistem digital yang memadai. Sejak pandemi, adopsi digital meningkat untuk mendukung keberlangsungan usaha,” ujarnya.
Heri juga mengatakan walau pun digitalisasi itu wajib buat pelaku UMKM, tapi tidak semua produk bisa ditawarkan dipasarkan ke tokopedia, shoopee, tiktok maupun youtube.
“Tidak semua produk itu contoh masuk marketplace. Ada beberapa produk yang cocok untuk jualan di facebook marketplace, melalui Instagram, youtube serta tik tok,” ungkapnya.
Contohnya, lanjut Heri, untuk.pemasaran makanan ringan dengan fashion itu beda cara pemasaran marketingnya.
Nara sumber lainnya, Juanda menjelaskan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang sangat penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia, termasuk di Kalsel.
“Jumlah UMKM terdata di Kalsel adalah 364.628, didominasi sektor perdagangan besar dan eceran,” papar Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II, Kanwil DJPb Provinsi Kalimantan Selatan ini.
Adapun sebaran UMKM berdasarkan Kabupaten/Kota, Kabupaten Banjar yang merupakan sentra kerajinan intan permata memiliki jumlah UMKM tertinggi se-Kalsel sebanyak 67.655 pelaku usaha.
Selain itu berdasarkan sebaran Debitur KUR per Kabupaten/Kota, Kota Banjarmasin tertinggi pertama dengan 12.920 pelaku usaha dan merupakan kota dengan penyaluran KUR terbesar dengan literasi keuangan UMKM lebih tinggi dan akses perbankan lebih mudah.
“Untuk sebaran UMKM berdasarkan jenis lapangan usaha dan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) per lapangan usaha, UMKM di Kalsel didominasi sektor perdagangan besar dan eceran dan telah memiliki akses pembiayaan yang lebih baik sehingga mendapatkan penyaluran KUR,” papar Juanda.
Ditambahkannya, UMKM di Kalsel masih menghadapi kendala dalam menjalankan usahanya. Untuk itu, diperlukan bentuk pemberdayaan yang sesuai dengan kebutuhan UMKM.
“Berbagai kendala tersebut yaitu terkait permodalan karena kesulitan akses pembiayaan, sehingga dibutuhkan sosialisasi, pendampingan dan fasilitasi akses pembiayaan. Lalu, promosi dan pemasaran yaitu kendala akses pasar, strategi pemasaran, dan promosi sehingga diperlukan perluasan kemitraan, pelatihan digital marketing dan riset pasar,” ujarnya.
Selain itu, kendala kesulitan memperoleh bahan baku sehingga dibutuhkan perluasan akses ke pemasok, optimalisasi marketplace, dan media sosial; permasalahan pada kemasan produk sehingga dibutuhkan tempat atau pabrik untuk produk kemasan dan subsidi.
“Kendala biaya dan kurangnya pemahaman atas proses legalitas usaha, sehingga dibutuhkan sosialisasi dan pendampingan serta subsidi biaya dan kurangnya kompetensi sumber daya manusia pada UMKM sehingga diperlukan bimbingan dan pelatihan teknis dan optimalisasi Teknologi Informasi,” tandasnya.
Ditambahkan Juanda, pemerintah telah memberikan dukungan dalam pemberdayaan UMKM yaitu dukungan pembiayaan melalui penyaluran KUR dan Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) dan dukungan melalui Belanja Kementerian/Lembaga Negara (K/L) dan Transfer ke Daerah (TKD) melalui Belanja Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik yang bersumber dari APBN dan belanja daerah yang bersumber dari APBD.
Selain itu juga terdapat dukungan lainnya dari Pemerintah Pusat dan Pemda di Kalsel yaitu untuk permodalan berupa program tambahan subsidi bunga KUR dan pinjaman tanpa bunga bagi UMKM.
Selanjutnya, kata dia, promosi dan pemasaran melalui kegiatan bimtek dan pelatihan, kemitraan terkait bahan baku, peningkatan kualitas kemasan produk melalui pembangunan rumah kemasan, legalitas usaha melalui sosialisasi izin usaha dan perolehan NPWP.
“Juga perlu workshop terkait izin edar dan sertifikasi halal dan hak cipta secara gratis, termasuk layanan konsultasi dan pendampingan perizinan ekspor, serta bimbingan dan pelatihan pengelolaan keuangan, pemasaran, pengolahan produk, keterampilan teknis, dan manajemen usaha.
Policy Recommendation,” tandasnya.
Rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan antara lain
perlu penambahan alokasi kuota KUR, perluasan program tambahan subsidi bunga KUR dan pinjaman tanpa bunga bagi UMKM
“Adanya pelatihan strategi pemasaran, digital marketing, riset pasar, dan pengembangan produk,” tandasnya.
Selain itu, perlunya pelatihan manajemen rantai pasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku, strategi pengadaan bahan baku yang efisien, serta optimalisasi marketplace dan media social dalam pengadaan bahan baku,” ungkapnya
Selain itu, perlunya peningkatan jumlah dan kapasitas Rumah Kemasan. Perlunya pemberian subsidi biaya kemasan.
“Mendorong sektor swasta untuk membangun pabrik bahan baku kemasan di Kalimantan Selatan dan perlu adanya pengembangan program subsidi biaya perizinan dan sertifikasi terutama untuk UMKM rintisan,” katanya. (ful/KPO-3)