Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

CARA BERTAKWA

×

CARA BERTAKWA

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
AHMAD BARJIE B

Oleh : AHMAD BARJIE B

Istilah takwa sering didengar dan ucapkan. Ketika mengikuti khutbah Jumat, pengajian dan ceramah agama, wasiat takwa selalu disampaikan. Makna umumnya, mengerjakan segala perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Makna ini masih abstraks. Untuk lebih konkretnya, para ulama mengenalkan lima rumus atau cara bertakwa, yaitu mu’ahadah, muhasabah, mu’aqabah, muraqabah dan mujahadah.

Baca Koran

Mu’ahadah adalah mengingat perjanjian dengan Allah. Saat masih berada di alam roh, semua manusia tanpa kecuali sudah berjanji dan bersaksi, tiada Tuhan selain Allah dan akan mengabdi kepada-Nya (QS 7: 172). Dengan mengingat perjanjian ini, tidak akan terjadi penyimpangan dalam beragama, baik di segi tauhid, ibadah, syariat dan akhlak. Semua yang dilakukan sejalan dengan tuntunan Alquran dan Sunnah.

Banyaknya manusia menyimpang, tidak lain disebabkan mereka lupa dan mengkhianati janji setianya kepada Allah, serta pengaruh lingkungan. Sama halnya dengan suami istri yang selalu cekcok, berselingkuh, berpisah dan bercerai, itu karena mereka lupa akan janji kepada Allah, dan janji kepada pasangan dalam sighat taqlik di depan penghulu dan saksi. Mengapa banyak pejabat, wakil rakyat dan pegawai tidak amanah, itu juga karena lupa akan janjinya sewaktu kampanye dan saat disumpah jadi PNS dan naik jabatan.

Muhasabah bermakna menghitung atau evaluasi diri. Sudah berapa banyak amal dan dosa yang dilakukan. Berapa banyak umur yang sudah dijalani dan berapa lagi yang tersisa. Betapa banyak teman, saudara, orangtua dan kenalan yang sudah meninggal dunia, tua atau muda. Jadi kita pasti menunggu giliran. Dengan muhasabah, kita akan selalu cermat dan hati-hati dalam menjalani hidup. Tidak lalai oleh godaan harta, wanita dan kekuasaan.

Mu’aqabah, artinya menghukum diri jika berbuat kesalahan dan kelalaian. Orang yang bertaqwa, jika merasa berdosa tidak sekadar istighfar dan bertaubat, tetapi juga menggantinya dengan amal ibadah yang mulia. Ustadz Dr H Abdul Bashir MAg dalam satu khutbahnya menyontohkan, Ibnu Mas’ad suatu ketika terlambat shalat fardlu karena keasyikan melihat-lihat kebun kormanya yang subur dan berbuah lebat. Esok harinya, kebun itu langsung disedekahkannya untuk fakir miskin. Ia tidak ingin harta bendanya membuat lalai kepada Allah. Sama halnya dengan Imam al-Ghazali, suatu kali menangis karena tertinggal shalat tahajud. Esok malamnya beliau hukum dirinya dengan memperbanyak rakaat tahajud dan selalu waspada agar tidak ketinggalan lagi. Jadi, jangankan dosa besar dan kecil, sekadar lalai sedikit saja orang-orang mutaqqin segera mengantinya dengan amalan lebih.

Baca Juga :  Tantangan Dakwah

Kalau memiliki televisi baru, motor dan mobil baru, hp baru, rumah atau perabotan baru, pangkat dan jabatan baru, atau berbagai kesibukan lain, hendaknya semua itu tidak berakibat shalat fardlu jadi terlambat, atau terlalaikan sama sekali. Jangan sampai lupa kawan, lupa akan arti kehidupan, lupa ajaran agama, yang intinya melalaikan beribadah dan berbuat baik kepada Allah dan sesama manusia. Harta dan jabatan bagi orang bertaqwa difokuskan untuk kepentingan ibadah kepada Allah dan amal sosial.

Muraqabah adalah bersifat ihsan, merasa dirinya selalu berada dalam naungan dan pengawasan Allah SWT. Berdiri, duduk atau berbaring selalu merasa dekat kepada Allah dan beramal ibadah dalam arti seluas-luasnya, agar disenangi Allah dan tidak mengundang murkanya Allah. Orang yang bersifat ihsan, ketaatannya kepada Allah tidak tergantung waktu dan kondisi. Di saat senang atau sudah ia selalu beribadah. Di saat lapang atau sempit ia selalu bersedekah sesuai kemampuan. Orang yang ihsan, ketaatannya kepada peraturan pemerintah yang baik, tidak tergantung ada tidaknya polisi atau pengawas. Ia tidak berani melanggar dan merekayasa penyimpangan walau tersembunyi dari mata manusia. Ia tidak tergantung kepada pujian atau celaan orang. Jiwanya stabil dan istiqamah di jalan kebenaran.

Mujahadah, adalah berjuang untuk agama dengan jiwa dan harta bendanya. Agama yang dianutnya sekarang tidak dibawa oleh angin dan burung. Melainkan didakwahkan oleh para dai dan pedagang muslim terdahulu yang berjuang tanpa pamrih. Sebagai ungkapan terimakasih dan juga perintah agama sendiri, maka agama ini kembali harus didakwahkan kepada orang lain baik secara lisan, tulisan dan amal perbuatan. Ia sumbangkan harta dan rezekinya untuk amal sosial, agar banyak orang yang tercerahkan, terselamatkan dan terbantu ari keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan.

Baca Juga :  Deforestasi, Pertanian, Perkebunan dan Tambang Batubara Kalsel

Allah SWT tidak senang kepada orang yang hanya ingin enak sendiri, selamat sendiri, masuk surga sendiri. Yang Allah senangi orang yang selalu proaktif menolong dan mengajak orang lain ke jalan kebaikan, amar ma’ruf dan nahi munkar. Karena itu Allah sangat menyenangi panggilan azan, melipatgandakan pahala shalat berjamaah, silaturahim dan dakwah. Dalam banyak doa, Allah juga ajarkan agar keselamatan mencakup semua orang, muslimin dan muslimat. Bahkan jauh sebelum Nabi Muhammad lahir, Allah swt sudah ajarkan doa kepada Nabi Ibrahim as: Allahumma la tu’azzib ahadan min ummati Sayyidina Muhammad (Ya Allah, janganlah engkau azab seorang pun dari umat Muhammad SAW). Jelas Allah ingin semua hamba-Nya selamat dunia dan akhirat. Amin.

Iklan
Iklan