Oleh : Haritsa
Pemerhati Generasi dan Kemasyarakatan
Pendidikan vokasi digadang mencetak generasi yang siap kerja dan berwirausaha, bahkan pada level mampu berdaya saing di tingkat global. Pemerintah terus menggalakkan dan membenahi pendidikan vokasi serta memandang perlunya penguatan dan perbaikan pendidikan vokasi yang telah berjalan, yaitu SMK. Pendidikan vokasi menjadi jurus jitu persoalan ekonomi khususnya masalah ketenagakerjaan dan tingkat pengangguran. Karenanya pendidikan vokasi masuk dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah visi pembangunan SDM. Implementasinya dituangkan dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2022 Tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi.
Faktanya tingkat pengangguran masih tinggi. Banyak rakyat yang beralih menjadi pekerja informal. Berbeda dari harapan, lulusan SMK justru memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi dibandingkan lulusan SMA atau perguruan tinggi (PT). Realitas ini tidak menyurutkan harapan pemerintah dan masyarakat pada pendidikan vokasi. Pemprov Kalsel menggelar agenda Demo Day Program dengan tema Nusantara Technopreneur, bekerja sama dengan 3 politeknik di kalsel (diskominfomc.kalselprov.go.id, 11/12/2024).
Dunia usaha dan dunia industri (DUDI) juga diberi insentif jika mendukung pendidikan vokasi dan memperbaiki ekosistem link and match pendidikan dan DUDI. Tepatlah menjadikan pendidikan vokasi sebagai solusi?
Disetir Kapitalis?
Pendidikan vokasi ditujukan untuk meraih skill, keterampilan baik meningkatkan (upskilling atau memperbaharui (reskilling) Dengan kata lain, pendidikan vokasi bertujuan meraih kemampuan untuk menerapkan aspek terapan, praktek dan teknik dari suatu ilmu, baik untuk produksi barang atau jasa/manfaat.
Jadi pendidikan vokasi adalah kecakapan dalam praktek dan menerapkan teknik serta penggunaan sarana dan prasarana teknologi yang dipakai. Tentu obyek pendidikan vokasi akan berkembang seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Misalnya keterampilan mengarsip dan mendokumentasikan. Dulu menggunakan mesin ketik manual, namun sekarang dokumentasi dan arsip menggunakan teknologi digital.
Akan tetapi harus disadari bahwa inovasi dan kreativitas teknik, praktek dan teknologi muncul dari penguasaan ilmu-ilmu murni dan dasar. Daya kreativitas muncul dari penguasaan ilmu-ilmu dasar. Sedangkan teknik, praktek dan teknologi hanyalah penerapan dari ilmu yang mudah dicopy-paste, ditiru. Fokus pada pendidikan vokasi hanya mencetak secara massal generasi pekerja dan pemakai teknologi namun kosong dari Ilmu, lemah daya pikir dan lemah daya inovasinya.
Terlebih pendidikan vokasi dalam sistem sekuler kapitalisme dikembangkan untuk kepentingan kapitalis sehingga jauh dari aspek pelayanan pada rakyat dan kepentingan negara. Industri yang dibangun kapitalis mendikte pendidikan dan menetapkan kebutuhan tenaga kerja. Ini adalah bentuk pengkerdilan Ilmu, manusia dan misi pendidikan. Padahal pendidikan harus mencetak generasi unggul, luhur dan mulia. Apalagi negara memang tunduk pada dominasi negara-negara kapitalis besar melalui korporasi dan perusahaan mereka yang mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam. Hidup rakyat dikondisikan dalam persaingan tiada henti dalam perjuangan ekonomi. Nilai materi adalah nilai utama kehidupan. Peran negara sekedar penetap regulasi yang melayani kepentingan para kapitalis dan mengatur mekanisme pasar barang dan jasa. Negara bukan aktor, pelaku utama ekonomi karena semua sudah dikuasai para kapitalis.
Pun kesejahteraan dalam sistem sekuler kapitalisme hanyalah harapan. Karena sistem ini hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi yang disetir oleh nafsu para kapitalis. Kesenjangan ekonomi menganga dimana yang kaya dan bermodal semakin kaya dan mayoritas rakyat termiskinkan.
Sangat berbeda dengan sistem Islam dalam mengurus pendidikan termasuk pendidikan vokasi. Memberdayakan generasi adalah keharusan. Dunia usaha dan dunia kerja akan terbuka luas. Karena negara harus berperan sebagai roin, pengurus rakyat. Dengan peran ra’awiyah (pengurusan) syariat mengharuskan negara menjamin kebutuhan asasi per individu rakyat, yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Jaminan kebutuhan asasi fisik dan non fisik ini mengharuskan negara mengerahkan SDM rakyat, dengan kata lain, akan muncul kebutuhan tenaga kerja yang besar.
Negara juga harus mengelola harta kepemilikan umum seperti hutan, sumber daya air, bentang-bentang alam dan barang tambang dengan deposit berlimpah. Pemanfaatan dan eksploitasi harus dalam manajemen negara. Aspek ini juga mengharuskan negara merekrut tenaga kerja dari para pakar hingga pekerja kasar.
Jadi negara akan memerlukan SDM yang mampu melakukan riset-riset, penelitian baik untuk kekayaan Ilmu pengetahuan, pemanfaatan atau konservasi. Karenanya generasi intelektual dan generasi pemikir sama pentingnya dengan generasi yang cakap dalam keterampilan atau skill. Ini akan menjamin kemandirian dan kedaulatan negara.
Pendidikan yang diselenggarakan negara tidak tunduk pada dunia industri. Justru DUDI akan berjalan dan dikawal oleh pendidikan. Karena Ilmulah baik tsaqofah Islam dan saintek yang mengarahkan aktivitas manusia. Kesejahteraan akan terwujud tanpa mengeksploitasi dan merusak.
Sumber daya manusia yang unggul dan mulia akan dicetak oleh pendidikan berbasis akidah Islam oleh kepemimpinan Islam yang menerapkan sistem Islam secara kaffah, yaitu Khilafah. Wallahu alam bis shawab.