Oleh : HIFRIDHA SARI
Kenaikan nilai tukar dolar AS memiliki dampak yang luas terhadap perekonomian Indonesia. Sebagai mata uang cadangan dunia, dolar memainkan peran penting dalam perdagangan internasional, investasi, dan kebijakan moneter. Perubahan nilai dolar dapat mempengaruhi harga barang impor, inflasi, serta stabilitas ekonomi nasional. Artikel ini akan membahas dampak kenaikan dolar terhadap Indonesia berdasarkan data terbaru dan literatur ekonomi.
Bank Indonesia (BI) telah mempertahankan suku bunga acuan BI-Rate sebesar 5,75% untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Keputusan ini diambil untuk mengendalikan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat. Namun, ketidakpastian global, termasuk kebijakan tarif dari Amerika Serikat, telah menyebabkan tekanan terhadap rupiah.
Menurut proyeksi terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan turun dari 5,1% menjadi 4,7% akibat dampak kebijakan perdagangan global. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan dolar tidak hanya mempengaruhi nilai tukar, tetapi juga pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Kenaikan dolar menyebabkan harga barang impor meningkat, terutama bahan baku industri dan produk konsumsi. Dengan melemahnya rupiah, biaya produksi dalam negeri menjadi lebih mahal, yang berpotensi meningkatkan inflasi. BI memperkirakan inflasi tetap terkendali dalam kisaran 2,5±1% pada tahun 2025, tetapi tetap mencermati risiko dari ketidakpastian global.
Selain itu, harga komoditas seperti minyak dan gas juga mengalami fluktuasi akibat penguatan dolar. Negara-negara pengimpor energi, termasuk Indonesia, harus menghadapi kenaikan biaya impor bahan bakar, yang dapat berdampak pada harga transportasi dan barang kebutuhan pokok.
Untuk menghadapi dampak kenaikan dolar, pemerintah dan BI telah menerapkan berbagai strategi. Salah satu langkah utama adalah intervensi pasar valuta asing melalui transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) untuk menjaga stabilitas rupiah. Selain itu, BI juga melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder guna menjaga kecukupan likuiditas di perbankan.
Pemerintah juga berupaya meningkatkan ekspor nonmigas untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor. Sektor manufaktur, seperti mesin dan besi baja, menjadi salah satu sektor yang mengalami peningkatan ekspor ke negara-negara ASEAN. Namun, tantangan tetap ada, terutama karena kebijakan tarif dari AS yang dapat menghambat ekspor Indonesia ke pasar global.
Kenaikan dolar memiliki dampak yang kompleks terhadap perekonomian Indonesia, mulai dari inflasi, harga barang, hingga kebijakan moneter. Dengan mempertahankan BI-Rate dan melakukan intervensi pasar, Bank Indonesia berusaha menjaga stabilitas rupiah di tengah ketidakpastian global. Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Melalui kebijakan yang tepat dan strategi adaptasi, Indonesia dapat menghadapi dampak kenaikan dolar dengan lebih baik. Pemerintah dan sektor bisnis perlu terus memantau perkembangan ekonomi global agar dapat mengambil langkah yang sesuai untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.