Oleh : AHMAD BARJIE B
Masyarakat Banjar amat dekat dengan yang namanya keramat. Beberapa tempat seperti kuburan, masjid, dan sebagainya disebut atau memiliki nama keramat, misalnya Masjid Agung al-Karomah Martapura, masjid keramat “Al-Mukarramah” Banua Halat Tapin, Masjid keramat Pelajau Barabai, Masjid Pusaka Banua Lawas Tabalong dan banyak lagi, sehingga banyak diziarahi. Sejumlah ulama juga disebut dan dianggap memiliki karomah, seperti Datu Kandang Haji, Datu Kalampayan, Datu Sanggul, Datu Muning, Datu Kabul, Datu Amin dan lain-lain, sehingga juga banyak diziarahi. Sejumlah kampung dan jalan disebut kampung atau jalan keramat. Orang Jawa menyebutnya Kramat.
Dalam ilmu tasawuf, keistimewaan, kemuliaan dan kelebihan yang dimiliki seseorang, biasanya ulama atau orang yang dianggap wali disebut dengan karomah. Istilah karomah, kadang ditulis karamah dan keramat, berasal dari Bahasa Arab, yang mengandung tiga pengertian, yakni al-ikram, kemuliaan atau kehormatan; at-taqdir, penghargaan, dan al-wala’, persahabatan atau pertolongan. Dalam Bahasa Indonesia, karomah ditulis keramat. Berkaitan dengan orang, artinya suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan manusia biasa karena ketakwaannya kepada Tuhan, sedangkan berkaitan dengan tempat atau benda, artinya suci dan bertuah yang dapat memberikan efek magis dan psikologis kepada pihak lain (KBBI, 1990: 423).
Menurut Prof Dr H Asmaran As MA (2002: 385), karamah berarti kemuliaan, berupa kelebihan, keistimewaan, sebagai anugerah Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendakiNya, dan tentu saja sesuai dengan tingkat ketaqwaannya. Orang-orang yang sering dianggap memiliki karomah adalah para wali (jamaknya awliya). Menurut Mujiburrahman (2010), dalam tradisi tasawuf, salah satu ciri dari kewalian seseorang adalah adanya karamah (keramat), yaitu keajaiban-keajaiban yang melampaui hukum alam.
Ulama Sufi
Ulama yang sangat dekat dengan Allah dalam istilah tasawuf disebut wali. Umumnya wali memiliki karomah, baik karomah itu diakui atau tidak diaklui oleh yang bersangkutan. Karomah adalah segala suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan kebiasaan (khawariq al-‘adah) yang terjadi pada diri manusia, adakalanya disertai dengan sebuah pengakuan. Perbuatan luar biasa pada diri manusia dengan disertai pengakuan menjadi wali, dalam hal ini ulama Sufi berbeda pendapat tentang apakah boleh seseorang mengaku mempunyai karamah. Pendapat yang lebih unggul adalah yang tidak disertai dengan pengakuan menjadi wali. (Sabilus Salikin, 2016: 174).
Di dalam Ensiklopedi Tasawuf (2008: 675) diterangkan bahwa karomat al-awliya’ bisa diartikan dengan kemuliaan, kehormatan dan penghargaan yang dimiliki para wali berkat kedekatan mereka dengan Allah SWT, dan pertolongan Allah kepada mereka. Karomat al-Awliya’ termasuk salah satu perlakuan khusus yang diberikan Allah kepada para wali atau hamba-hamba pilihanNya.
Menurut Nur Hidayatullah (2016: 110), para sufi mengartikan karomah sebagai karunia Allah yang diberikan kepada para wali berkat kesungguhan mereka dalam beribadah, mendekatkan diri kepada Allah, dan membersihkan dirinya dari perbuatan dosa, berbagai penyakit hati, dan sifat-sifat tercela, sehingga pada diri mereka muncul khawariq al-’adah, sesuatu yang bertentangan dengan logika, kebiasaan atau hukum alam, sebagai pemghormatan dan penghargaan Allah kepada hamba-hambaNya itu. Dengan demikian, masalah karomah merupakan kewenangan mutlak Allah swt.
Cyril Glasse (2010: 207) mengatakan, karomah (di sini ditulisnya karamat), adalah kekuatan spiritual dan sifat-sifat fisik yang dianugerahkan kepada para wali. Ia merupakan bagian dari keajaiban (mukjizat). Istilah ini tidak digunakan dalam pengertian kekuatan fisik yang dapat dimiliki oleh setiap orang, melainkan ia searti dengan istilah bahasa Sangsekerta, siddhi, yang menunjukkan sebuah derajat spiritual.
Para ulama sering menunjuk kisah-kisah dalam Al-Qur’an sebagai argumentasi adanya karomah. Pertama, kisah Maryam binti Imran yang diasuh oleh Nabi Zakariya as memperoleh buah segar bukan pada musimnya, padahal ia tidak pernah keluar dari mihrab, (QS. Ali Imran: 37). Surat Maryam ayat 25 menerangkan, Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Ini menunjukkan bahwa Maryam memiliki karomah.
Kedua, kisah Ashab al-Kahf bersama anjing mereka yang bernama Qithmir yang tidur selama 309 tahun di dalam gua kemudian bangun dalam keadaan sehat wal afiat, namun zaman telah jauh berubah (QS. al-Kahf: 18 dan 25). Ketiga, kisah sahabat Nabi Sulaiman as yang bernama Ashif bin Burkhiya dapat memindahkan singgasana Ratu Bilqis dari Yaman ke Palestina sebelum Nabi Sulaiman mengedipkan mata (QS. an-Naml: 40).