Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

MISKIN

×

MISKIN

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
Ahmad Barjie B

Oleh : AHMAD BARJIE B

“Indonesia miskin, Indonesia miskin…”. Jamaah haji dan umrah dari Indonesia yang hobi belanja sering diledek oleh pedagang Arab dengan ucapan demikian. Mungkin karena terbiasa tawar menawar dan uangnya pas-pasan, jamaah Indonesia kadang menjengkelkan pedagang Arab. Beda dengan jamaah negeri lain yang relatif kaya, mereka suka memborong barang tanpa banyak menawar.

Baca Koran

Sebenarnya jamaah Indonesia merupakan representasi golongan kaya. Dengan BPIH (ONH) yang tidak murah, apalagi Haji Khusus (plus) yang ratusan juta, tentu hanya orang relatif kaya saja yang mampu berhaji. Mereka umumnya berada di atas rata-rata ekonomi penduduk. Sekiranya orang Arab tahu kondisi sebenarnya di negeri kita, di mana banyak kawasan kumuh, kemiskinan, gepeng dan sejumlah penyandang masalah sosial, boleh jadi julukan mereka bertambah, “orang Indonesia fakir miskin”. Sebab istilah fakir lebih rendah dan parah ketimbang miskin.

Lain lagi dengan Malaysia. Orang di negeri jiran ini lebih suka menjuluki warga Indonesia sebagai “orang kaya tapi miskin”. Mereka dari dulu tahu Indonesia lebih kaya SDA ketimbang Malaysia, Singapura dan negara tetangga lainnya, tapi karena terjadi mismanagement, salah kelola, potensi ekonomi dikuasai sekelompok orang, elitnya hanya memikirkan kekayaan diri sendiri dan golongannya, dan KKN merajalela, terjadilah ketimpangan dan rakyatnya miskin. Otomatis Malaysia sebagai negeri terdekat dan serumpun menjadi penampung TKI, imigran gelap dan pekerja kasar lainnya.

Rupanya keterpurukan ekonomi menjadikan bangsa kita sebagai bahan ejekan orang. Ini ditambah perilaku elitnya yang suka berutang, sehingga dengan besarnya utang saat ini menempatkan Indonesia sebagai pengutang terbesar dunia. Bayi baru lahir pun sudah dibebani utang sekian juta rupiah perkepala. Memang utang itu lebih berupa kredit lunak, tapi saking besarnya tetap saja sangat membebani APBN. Akibatnya, kita menjadi bangsa yang kurang pede. Elit kita tidak berani bersuara keras terhadap negara lain. Jadilah kita sebagai negara besar yang tidak punya nyali. Memang hidup miskin dan bodoh membuat kita tidak mampu mendongakkan kepala. Lain soal kalau kita bodoh tapi kaya, kita tetap bisa tampil gagah, atau miskin tapi pintar, kita masih sedikit pede. Tapi kalau miskin sekaligus bodoh, makin sempurnalah penderitaan kita sebagai manusia dan anak bangsa.

Baca Juga :  VASEKTOMI

Sekarang minimal ada lima persoalan ekonomi yang harus segera dipulihkan. Yaitu pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah, angka pengangguran dan PHK besar, KKN merajalela dan tidak adanya daya tarik investasi. Semua saling terkait bagai gurita, sehingga bila gagal diatasi berakibat gagalnya sektor lain. Gagalnya membasmi KKN berakibat ekonomi biaya tinggi, seretnya investasi, inefisisensi pembangunan dan terhambatnya pertumbuhan. Pertumbuhan yang rendah berakibat sempitnya lapangan kerja. Membengkaknya pengangguran otomatis berakibat jumlah penduduk miskin juga bertambah dan makin eskalatif dengan efek sosialnya yang komleks. Bila ekonomi memburuk, tak hanya orang miskin yang menderita, tapi orang kaya pun tidak akan aman, sebab kriminal pasti meningkat.

Karena itu pemerintahan haruslah lebih menitikberatkan kepada pembangunan dan pemulihan ekonomi. Proyek-proyek yang tidak mendesak hendaknya dikesampingkan dulu. Menteri-menteri ekonomi haruslah orang yang memiliki kompetensi tinggi di bidangnya, punya visi dan misi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Tahu apa yang mesti dilakukan dengan segala prioritasnya. Kita khawatir karena politik dagang sapi lantas kompetensi dan profesionalitas para menteri di kabinet terabaikan. Bila ini terjadi, pemulihan ekonomi tidak akan berhasil.

Iklan
Iklan