Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Penobatan Sultan Banjar 2010

×

Penobatan Sultan Banjar 2010

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
Ahmad Barjie B

Oleh: Ahmad Barjie B
Penulis buku “Perang Banjar Barito” dan “Kesultanan Banjar Bangkit dan Mengabdi”

Sultan Banjar yang memerintah Kesultanan Banjar antara 1801-1825 adalah Sultan Sulaiman, beliau mangkat di masa Syekh Muhammad Arsyad masih hidup dan bermakam di Karang Intan. Setelah mangkat digantikan oleh Sultan Adam (1825-1857). Selanjutnya digantikan oleh Sultan Tamjidillah II yang diangkat oleh Belanda (sebagai syarat perjanjian Belanda berhak campur tangan dalam pengangkatan sultan), karena Raja Muda (Pangeran) Abdurrahman bin Sultan Adam wafat lebih dahulu. Sedangkan Pangeran Hidayatullah yang diwasiatkan oleh Sultan Adam untuk menjadi Sultan ditolak oleh Belanda, hal mana kemudian menjadi salah satu pemicu pecahnya Perang Banjar – Barito (1859-1905).

Baca Koran

Selama hidupnya Sultan Sulaiman pernah mengawini lima orang istri, yaitu Nyai Ratna atau Ratu Intan Sari berkedudukan sebagai permaisuri, kemudian Nyai Cina, Nyai Argi, Nyai Unangan dan Nyai Kumala Sari. Dari seluruh istri tersebut melahirkan 18 orang anak, beberapa di antaranya anak lelaki (pengeran), terdiri dari Pangeran (selanjutnya menjadi Sultan Adam), Pangeran Husin, Pangeran Perbatasari, Pangeran Musa, Pangeran Ahmad, Pangeran Hasan, Pangeran Jamain, Pangeran Tahmid dan Pangeran Singosari.

Setelah Perang Banjar meletus (April 1859), Sultan Tamjid dimakzulkan karena, walaupun pro Belanda, namun dianggap dianggap tidak cakap memerintah, dan dibuang ke Bogor. Belanda sempat mau mengangkat Hiayatullah sebagai sultan, sesuai wasiat Sultan Adam, namun perang terlanjur pecah, dan Hidayat tidak mau menjadi sultan boneka Belanda. Hidayat kemudian diangkat sebagai Sultan oleh para pemangku adat, ulama dan masyarakat Hulu Sungai. Beliau memimpin Perang Banjar dengan beberapa panglima lapangan seperti Pangeran Antasari dan Tumenggung Surapati (Barito), Demang Lehman (Martapura), Tumenggung Abdul Jalil (Amuntai, Balangan), Penghulu Abdul Rasyid (Kelua, Banua Lawas, Tabalong), Tumenggung Antaluddin (Kandangan, Rantau), Haji Buyasin (Tanah Laut), Panglima Wangkang (Marabahan) dll.

Di masa perang, Belanda melalui Residen FN Nieuwen Huyzen memutuskan menghapus secara sepihak Kesultanan Banjar pada 11 Juni 1860, dan memasukkan dalam wilayah kekuasaan Belanda. Wilayah Kesultanan dibagi menjadi dua, daerah Hulu Sungai dipimpin oleh Adipati Danuraja, dan daerah Martapura dan Banjarmasin oleh Pangeran Jaya Pamenang.

Karena terdesak dan ditipu, Hidayatullah berhasil ditangkap dan dibuang Belanda ke Cianjur, Maret 1862. Di bulan itu juga Pangeran Antasari didaulat menjadi Sultan Banjar dan bergelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin, sampai wafatnya karena usia tua dan sakit di bulan Oktober 1862. Kedudukan sebagai sultan dilanjutnya oleh putranya Sultan Muhammad Seman hingga ia tewas tahun 1905. Para sultan itu dinobatkan dan memimpin berada dalam suasana perang, jadi semua serba darurat, namun semua tetap melalui proses adat.

Baca Juga :  Beda Agama

Trah Sultan Sulaiman

Menurut peneliti Belanda Prof. Dr. Karel A. Steenbrink, Pangeran Singosari yang merupakan adik Sultan Adam, di masa Perang Banjar gencar melakukan perlawanan terhadap Belanda dan Sultan Tamjidullah II yang pro Belanda. Beliau bergerak di daerah atau kawasan Batang Balangan Hulu Sungai. Di daerah ini disebarkan selebaran-selebaran seruan perlawanan dengan stempel Pangeran Singosari, sehingga banyaklah pejuang dan rakyat yang bangkit untuk melawan Belanda.

Pasukan Pangeran Antasari yang terdesak di Banjarmasin dan Martapura memindahkan markasnya ke Puruk Cahu Kalteng. Sebelum ke sana beliau bermarkas di kawasan Tabalong. Di sini Pangeran Antasari mencari-cari keturunan atau zuriyat Kesultanan Banjar, lalu bertemu dengan Pangeran H Abubakar. Pangeran Abubakar adalah anak dari Pangeran Singosari bin Sultan Sulaiman. Beliau seorang ulama dan ditokohkan oleh masyarakat Tabalong saat itu. Kini makamnya berada di Marindi Tabalong dan sering diziarahi orang. Makam ini telah dipugar oleh Sultan Khairul Saleh.

Pangeran Abubakar memiliki anak bernama Gusti Umar, dan Gusti Umar memiliki anak bernama Gusti Jumberi. Gusti Jumberi adalah ayah dari Pangeran (kini Sultan) Banjar H Khairul Saleh. Melihat garis keturunan itu maka dapat dikatakan bahwa Sultan Khairul Saleh adalah trah Sultan Sulaiman. Jika diurut ke belakang lagi, maka Sultan Khairul Saleh adalah generasi ke-15 dari Sultan Suriansyah. Dari keseluruhan Sultan Banjar versi wikipedia, Sultan Khairul Saleh merupakan Sultan Banjar ke-23, sedangkan yang terakhir (22) adalah Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari yang tewas di akhir Perang Banjar – Barito tahun 1905.

Sultan Khairul Saleh al-Mu’tashim Billah adalah Sultan Banjar di era milenium yang dibangkitkan secara resmi pada tanggal 12 Desember 2010. Menurut Ir HM Said (2011), sebenarnya Ir H Gusti Muhammad Noor bin H Gusti Muhammad Ali sebagai salah seorang zuriyat Kesultanan Banjar pernah didudus oleh para Pagustian Banjar sebagai Pangeran, dengan gelar Pangeran Muhammad Noor. Gelar Pangeran ini tetap melekat pada diri beliau sampai akhir hayatnya (1901-1979). Namun karena kesibukan sebagai Gubernur Kalimantan yang kala itu berpusat di Yogyakarta, Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga di era Bung Karno dan berbagai jabatan penting lainnya di Jakarta di era Pak Harto, Kesultanan Banjar tidak kunjung terbangkitkan.

Di era reformasi, pemerintah berkeinginan menghidupkan kembali kerajaan/kesultanan Nusantara pada ranah budaya. Melalui Permendagri Nomor 39 tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton, dan Lembaga Adat dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah, hal tersebut diatur sedemikian rupa. Tugas melestarikan lembaga keraton, adat-istiadat, budaya, dan sejenisnya ini dibebankan kepada kepala daerah dan masyarakat.

Baca Juga :  PRODUK LOKAL

Dari Bawah

Akhir Ramadhan 1431 H, sejumlah tokoh adat, budaya dan pagustian, berkumpul di Hotel Arum Banjarmasin. Di antaranya Baderani, Pangeran Rusdi Effendi, Pangeran Perbatasari Rahmatillah, Pangeran Antasari Rahmatillah, Pangeran Wardiansyah, Suriansyah Ideham, Adjim Arijadi, Syamsiar Seman, Syarifuddin R, Taufik Arbain, dan masih banyak lagi termasuk Khairul Saleh sendiri. Selain bersilaturahim, mereka juga membicarakan kedudukan dan prospek lembaga adat dan pengembangan fungsinya. Mereka mendirikan Lembaga Adat Kekerabatan Kesultanan Banjar (LAKKB). Baderani dalam prawacananya mengusulkan agar dikembangkan berbagai hal terkait dengan budaya Kesultanan Banjar.

Para tokoh adat dan para adipati memandang perlu untuk sesegeranya membangkitkan Kesultanan Banjar yang telah lama menjadi batang tarandam. Karena di berbagai daerah lain rata-rata sudah dihidupkan kembali kerajaan/kesultanan mereka. Tinggal Kesultanan Banjar yang belum dibangkitkan. Para gusti keturunan Kesultanan Banjar masih tersebar di mana-mana, beberapa menjadi tokoh yang dikenal dan dekat dengan masyarakat. Di antaranya Prof Dr H Gusti Muhammad Hatta MS (kala itu Menteri Lingkungan Hidup), Gusti Iskandar Sukma Alamsyah (kala itu anggota DPR-RI), Gusti Perdana Kusuma (kala itu anggota DPRD Kalsel), termasuk Gusti Khairul Saleh, dll.

Setelah melalui musyawarah dan mufakat, akhirnya para gusti, tokoh dan pemangku adat mempercayakan kepada Khairul Saleh untuk menjadi Raja Muda Kesultanan Banjar pada 12 Desember 2010, dengan gelar Pangeran. Penobatan itu didahului dengan prosesi dan upacara adat yang penuh sakral, diantaranya badudus dan pembacaan doa dll. Penobatan dihadiri oleh Ketua Forum Silaturahim Kesultanan Nusantara Sri Susuhunan Pakubuwono XIII Tedjowulan, Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, Mufti Kesultanan Banjar Tuan Guru Haji Anang Djazouly Seman dan sejumlah raja sultan di Nusantara dan mancanegara. Bersama acara penobatan ini Khairul Saleh melantik sejumlah Pangeran dan Pemangku Adat dalam berbagai aspeknya. Ini merupakan momentum bersejarah, tidak saja bagi Khairul Saleh sekeluarga, para pangeran dan pagustian, juga bagi masyarakat Banjar di mana saja berada.

Dalam perkembangan kemudian, Sultan Khairul saleh dipercaya menjadi Ketua Umum Forum Silaturahmi Keraton Nusantara selama dua periode, dengan Sekretaris Jenderal KRAy Prof Dr Ir Naniek Widayati Priyomarsono ST MT. Ada suatu kegembiraan sekaligus harapan, kebangkitan Kesultanan Banjar dapat menjadi payung dan pemersatu kebudayaan Banjar. Selanjutnya, pada 2012, beliau dinobatkan menjadi Sultan Banjar melalui acara yang besar dan meriah. Kemudian 2013, diangkat sebagai Yang Dipertuan Agong Kerapatan Raja Sultan Borneo. Tidak hanya para raja sultan dari Nusantara dan Asia Tenggara, kerabat sultan dari Belanda juga berhadir dan memberi restu. Wallahu A’lam.

Iklan
Iklan