Banjarmasin, KP – Aksi mogok kerja dan unjuk rasa para buruh secara serempak di seluruh Indonesia pada 6-8 Oktober 2020 mendatang sudah tersiar. Tak terkecuali di Kalimantan Selatan (Kalsel).
Para buruh di Bumi Lambung Mangkurat sudah merapatkan barisan. Isu yang dibawa masih soal polemik Undang-undang Omnibus Law, yang dinilai sangat merugikan bagi para kaum buruh.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FPSMI) Kalsel, Yoeyoen Indharto, mengungkapkan, aksi serupa bakal digelar di Kalsel.
Sedikitnya sekitar 1.000-1.500 buruh bakal turun ke jalan untuk menggelar aksi di Depan DPRD Kalsel, Jalan Lambung Mangkurat Kota Banjarmasin.
Yoeyoen yang juga menjabat sebagai Presidium Aliansi Pekerja Buruh Banua ini menyadari betapa bahayanya menggelar aksi di tengah kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini.
Namun ada pertimbangan lain mengapa aksi ini harus tetap dilakukan. “Bagi kami, Covid-19 lambat laun ada vaksinnya. Tapi kalau Omnibus Law sudah disahkan itu anak cucu kita yang menerima akibatnya,” ujarnya, (02/10/2020).
Apabila pemerintah ataupun aparat penegak hukum melarang aksi mereka di Banua, Yoeyoen ingin ada perwakilan buruh yang dikirim ke pusat untuk turut menggelar aksi di Senayan.
“Kami minta perwakilan aliansi yang ada dalam PBB masing-masing sepuluh orang dikirim untuk turut serta melakukan aksi di sana. Karena ini pertanggungjawaban kami selaku pimpinan buruh di daerah. Ini tanggung jawab moral,” harapnya.
Salah satu dari dua pilihan ini tentu diharapkannya bisa terwujud. Sebab, ujarnya aksi tersebut merupakan tanggung jawab mereka yang jika tak dilakukan maka menjadi beban moril bagi mereka.
“Kami tak mau kejadian dahulu terulang. Salah satu perguruan tinggi di wilayah kita dikirimi celana dalam karena tidak mengikuti aksi. Lebih dari itu, ini merupakan tanggung jawab kita bersama,” tuntasnya.
Terpisah, Kapolresta Banjarmasin, Kombes Pol Rachmat Hendrawan mengungkapkan, adanya seruan oleh Ketua Serikat Buruh Nasional di pusat terkait aksi buruh tersebut memang menjadi perhatian berat dari aparat keamanan.
Bahkan, pihaknya di daerah telah melakukan koordinasi dengan Mabes Polri dan Kementerian Tenaga Kerja. Dan pihak berupaya sebisa mungkin untuk meredam aksi tersebut.
“Dari hasil rapat bersama secara daring, bersama dengan Wakapolri dan Menteri Ketenagakerjaan. Untuk mogok kerja buruh secara bersamaan dan unjuk rasa ke DPR RI terkait Omnibus Law, seminimal mungkin akan dikurangi,” bebernya.
Rachmat mengharapkan di Banjarmasin tak ada aksi serupa. Apalagi mengirim perwakilan buruh ke pusat. Mengingat saat ini pandemi Covid-19 masih mengancam. Yang tak menutup kemungkinan memunculkan klaster baru.
Mencegah hal itu. Rachmat beserta jajarannya juga sudah berkoordinasi ke berbagai pihak. Termasuk serikat buruh yang ada di Banjarmasin.
“Menteri Ketenagakerjaan juga menyampaikan demikian kepada daerah-daerah yang rawan. Kota Banjarmasin, termasuk dalam sorotan,” bebernya.
Di sisi lain. Rachmat juga menilai, apabila unjuk rasa dan aksi mogok bersama juga turut dilakukan di Banjarmasin di tengah pandemi. Maka yang rugi adalah buruh dan keluarga buruh sendiri.
Untuk itu, pihaknya mengaku diinstruksikan agar aksi unjuk rasa dan mogok massal tak terjadi di Banjarmasin.
Adapun Pelaksana tugas (Plt) Dinas Koperasi UKM dan Tenaga Kerja Kota Banjarmasin, Doyo Pudjadi mengungkapkan bahwa pihaknya mengikuti sesuai dengan arahan Menteri Ketenagakerjaan beserta Wakapolri.
Doyo tak menampik bahwa pihaknya pun diminta melakukan pendekatan kepada pihak perusahaan, serikat pekerja dan organisasi buruh lainnya agar tetap bekerja normal. Dan tidak terprovokasi ajakan unjuk rasa dan mogok kerja.
“Kami akan melakukan pendekatan dan komunikasi dengan mereka. Karena di Kota Banjarmasin dari sektor industri, sebenarnya PHK atau adanya karyawan yang dirumahkan tidak terjadi. Aman saja,” katanya. (sah/K-3)