pihak JPU secara tegas menyatakan akan naik banding
BANJARMASIN, KP – Terdakwa Nur Lianto yang didakwa melakukan tindak korupsi dalam program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU), diganjar 2 tahun dan 6 bulan penjara oleh majelis hakim Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin.
Vonis disampaikan majelis hakim yang dipimpin Jamser Simanjuntak, pada sidang lanjutan di pengadilan tersebut, Rabu (3/8).
Putusan diberikan berbeda pasal dengan JPU Riski dari Kejaksaan Negeri Banjarbaru.
Majelis berkeyakinan kalau terdakwa bersalah melanggar pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Sementara JPU mematok pasal 2 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana, seperti pada dakwaan primairnya.
Dengan beda pasal tersebut, kepada terdakwa dibebani membayar denda Rp50 juta subsidair 1 bulan penjara serta membayar uang penganti sebesar Rp191 juta lebih. Bila tidak dapat membayar makan kurungannya bertambah 6 bulan.
Sementara tuntutan JPU selama 4 tahun dan 9 bulan, serta denda Rp200 huta subsidair selama 3 bulan dan bayar uang pengaghnti yang lebih kecil dari majelis, yakni sebear Rp63 juta lebih bila tak dapat membayar maka kurungan bertambah aelama 6 bulan.
Atas vonis tersebut, terdakwa masih menyatakan pikir-pikir. Sementara pihak JPU secara tegas menyatakan akan naik banding.
Seperti diketahui terdakwa Noor Lianto selaku koordinator Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) Landasan Ulin Tengah Banjarbaru, didakwa
tidak dapat mempertanggung jawabkan keuangan dana dari Program KOTAKU 2019, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bukannya untuk menyelesaikan program tersebut.
JPU Riski dari Kejaksaan Negeri Banjarbaru di hadapan majelis hakim, menyebutkan berdasarkan hasil audit penghitungan terdapat kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi terkait pada program tersebut sebesar Rp550.929.727.
Dimana sebagian besar uang terebut sudah dikembalikan kepada pihak penyidik Kepolisian.
Kerugian itu didapat dari saldo yang tersisa di rekening terdakwa dan tidak dilaporkan ke Satker /PPK, namun digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi terdakwa.
Hal itu menurut jaksa dalam dakwaannya, sudah bertentangan dengan Prosedur Operasional Standar (POS) Pengelolaan Keuangan Skala Lingkungan Program Kota Tanpa Kumuh Tahun 2018.
Di mana dalam hal terdapat kelebihan sisa dana BKM/LKM melaporkan sisa dana kepada satker/PPK dan memohon persetujuan untuk memanfaatkan sisa dana tersebut untuk kegiatan lanjutan pengurangan kumuh yang ada di RPLP.
Dalam perkara ini, tak hanya Noor Lianto, ikut terseret dalam berkas penuntutan terpisah yakni Halimatus Mandharini yang merupakan fasilitator kelurahan (faskel) bidang tekhnik dan program KOTAKU tahun anggaran 2019 dan Herry Bertus Kelik Eko Budiyanto selaku senior fasilitator kelurahan (faskel). Keduanya disidang terpisah dengan majelis hakim yang berbeda. (hid/K-4)