Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Menghentikan Laju Deforestasi Dengan Islam

×

Menghentikan Laju Deforestasi Dengan Islam

Sebarkan artikel ini

Oleh : Haritsa
Pemerhati Generasi dan Kemasyarakatan

Rakyat Indonesia seharusnya menangisi kehilangan hutan yang begitu massif. Menurut laporan dalam Global Forest Review oleh World Resources Institute, dalam kurun 20 tahun, yakni dari 2002 sampai 2022, sebanyak 10,2 juta hutan primer Indonesia lenyap atau terdegradasi. Brasil berada di posisi atas dengan luas deforestasi 29,5 juta hektare dan Republik Demokratik Kongo kehilangan 6,3 juta hektar (katadata.com, 19/01/2024). Hutan primer tropis didefinisikan sebagai hutan yang berusia tua yang memiliki cadangan karbon besar dan kaya akan keragaman hayati.

Baca Koran

Ini baru data untuk hutan primer yang sangat menyedihkan. Jika hutan primer saja sudah begitu luas dibabat tentu hutan sekunder lebih buruk lagi kondisinya. Mengapa deforestasi begitu massif di dunia khususnya di Indonesia?

Mengabaikan Fungsi Hutan

Industri ekstraktif menimbulkan deforestasi besar-besaran. Kegiatan pertambangan, perkebunan sawit, hutan industri dan pengambilan hasil hutan memakan porsi terbesar hilangnya hutan. 10 tahun yang lalu pembukaan lahan sawit sudah mengkhawatirkan kondisi hutan dan mencetuskan rencana moratorium pembukaan sawit. Namun rencana tersebut tidak terealisasi bahkan realitasnya bertolak belakang, dalam 10 tahun terakhir justru pemerintah sangat gencar melepas hutan. Terlebih setelah UU Ciptaker yang memberikan berbagai kelonggaran untuk eksplorasi atas nama investasi dan pertumbuhan ekonomi. Konsesi dan HGU diberikan jor-joran.

Belum lagi dengan pembangunan infrastruktur dalam proyek prioritas nasional dan proyek strategis nasional. Infrastruktur seperti jalan tol dibangun untuk mendukung konektivitas bagi industri ekstraktif yang memerlukan jalan-jalan untuk pengangkutan hasil perkebunan dan pertambangan. Pembangunan jalan banyak melenyapkan hutan. Apakah lenyapnya hutan suatu keniscayaan terhadap pertumbuhan ekonomi?

Sebenarnya hanya sistem sekuler kapitalisme yang menimbulkan dilema pertumbuhan dan kelestarian hutan. Sistem ini tidak melihat manfaat kecuali materi dan kebendaan atau yang bernilai materi. Perusahaan dan korporasi mengejar produksi dan keuntungan. Stagnasi dan berkurangnya produksi dan profit adalah pantangan bagi mereka. Perlombaan dan persaingan antar perusahaan dan korporasi semakin merusak alam.

Baca Juga :  Mercusuar dari Palestina yang Terlupakan

Kenyataan ini diakomodasi atau dimungkinkan oleh tatanan hukum dan sistem politik sekuler dimana manusia membuat hukum. Manusia yang berwenang membuat hukum mewujudkan kebebasan termasuk kebebasan kepemilikan, artinya individu bisa memiliki apapun. Akhirnya masyarakat dan penguasa akan tergantung pada para kapitalis atau pemilik modal dalam mengelola kekayaan alam. Tak terhindarkan, para kapitalis lah yang menguasai kekayaan alam. Para kapitalis bersekutu dengan penguasa dalam hubungan simbiosis yang saling menguntungkan. UU yang disahkan penguasa memberi karpet merah bagi penguasaan oleh para kapitalis.

Padahal keberadaan hutan sangat vital bagi kehidupan manusia. Hutan adalah ekosistem tertua bumi. Vegetasi pohon dan aneka tumbuhan mendukung kehidupan manusia dan hewan. Hutan menjaga iklim dengan cara menyerap gas rumah kaca karbon dioksida dan melepas uap air dan oksigen. Hutan memelihara tanah baik dari kesuburan dan dari abrasi dan longsor. Dan yang sangat penting dari hutan adalah sebagai resapan air dan penyimpanan air tanah. Belum terhitung dengan manfaat sebagai keanekaragaman hayati dan hasil-hasil hutan.

Lenyapnya hutan akan menghilangkan manfaat ekologis hutan yang tidak ternilai bagi manusia. Namun sistem sekuler tidak menganggap manfaat hutan ini karena yang terpenting bagi mereka adalah pertumbuhan kekayaan berupa materi atau yang bernilai materi.

Sangat berbeda dengan sistem Islam. Manfaat hutan adalah kepentingan dan kebutuhan jamaah atau masyarakat secara keseluruhan. Karenanya syariat Islam menetapkan hutan sebagai milik umum. Selain itu juga karena hutan terbentuk secara alamiah. Pemanfaatan hutan harus berserikat atau bersama. Hutan tidak boleh dimonopoli segelintir individu untuk ditebang besar-besaran.

Hutan bisa dimanfaatkan individu secara terbatas tanpa menghalangi individu lainnya. Misalnya individu menebang pohon untuk diambil sebagai kayu bakar dan bahan bangunan. Atau bisa pula mengambil madu dan berburu hewan di hutan. Negara bisa menetapkan regulasi pemanfaatan bersama dan juga pelestariannya.

Baca Juga :  Kepemimpinan dan Program Ketahanan pangan Polda Kalsel (Sebuah Catatan Lapangan)

Nabi SAW sendiri dalam hadits melarang pasukan kaum muslimin memenangi pohon-pohon saat berperang atau jihad. Di hadits lain Nabi SAW mendorong menanam pohon dimana manfaat pohon menjadi pahala sedekah bagi yang menanamnya. Negara juga bisa menetapkan hutan sebagai kawasan hima yang diproyeksi dan diperuntukkan untuk kepentingan bersama, misalnya sebagai cagar alam, konservasi dan suaka margasatwa.

Pemanfaatan hutan dan alih fungsi lahan serta deforestasi harus mempertimbangkan aspek kelestarian hutan sebagai milik umum. Jika dibawah lahan hutan terdapat kandungan tambang yang berlimpah, maka hutan dan barang tambang berlimpah tersebut secara bersamaan menjadi milik rakyat yang wajib dikelola oleh negara mewakili rakyat. Penguasa tidak boleh melakukan privatisasi. Hasil hutan dan tambangnya harus masuk ke baitul mal dari pos penerimaan milik umum.

Hanya dengan sistem Islam dalam bingkai khilafah yang bisa menjaga hutan dan memberikan manfaat hutan secara maksimal bagi rakyat. Wallahu alam bis shawab.

Iklan
Iklan