Iklan
Iklan
Iklan
OLAHRAGA

Banjir yang Tak Kunjung Berakhir

×

Banjir yang Tak Kunjung Berakhir

Sebarkan artikel ini

Oleh : Baiq Lidia Astuti S.Pd
Pemerhati Masalah Perempuan dan Anak

Indonesia kini kembali dirundung duka, pasalnya banjir yang menjadi bencana tahunan ini mengepung beberapa daerah di Indonesia, termasuk Kalimantan Selatan. Banjir diperkirakan masih terus terjadi, seiring hujan yang masih turun di sejumlah wilayah. Bagi warga yang tinggal di bantaran sungai atau wilayah dengan ketinggian minimal, banjir nyaris tak bisa dihindari.

Android

Data Pusdalops BPBD Kalsel menyebutkan enam wilayah yang dilanda banjir meliputi Kabupaten Banjar, Tapin, Hulu Sungai Utara, Balangan, Tabalong dan Kota Banjarbaru. Disamping itu beberapa wilayah lain juga terancam banjir menyusul semakin meningkat air muka sungai-sungai besar. Saat ini banjir terparah terjadi di wilayah Kabupaten Tabalong dan Tapin. Akibatnya banyak kerugian yang di rasakan masyarakat. Mulai dari kehilangan harta, rumah, bahkan keluarga.

Kepala Seksi Kesiapsiagaan Bencana BPBD Kalsel, Muhari mengatakan berdasar data Pusat Pengendalian dan Operasional BPBD Kalsel tercatat sepanjang 2019 lalu terjadi 211 kali bencana saat musim penghujan berupa banjir 66 kali, tanah longsor 16 kali dan angin kencang 129 kali. Sungguh menyedihkan, karena di tahun 2020 ini belum ada tanda tanda bahwa banjir akan berakhir karena tingginya intensitas hujan.

Prof Dr Ing Fahmi Amhar menyatakan kalau banjir itu cuma insidental, maka itu persoalan teknis belaka. Tetapi kalau banjir itu selalu terjadi, berulang, dan makin lama makin parah, maka itu pasti persoalan sistemik. Faktanya, banjir ini di akibatkan oleh banyak faktor, bukan hanya sekedar karena tingginya intensitas hujan belaka. Banjir tahunan di Kalsel ini tersebab rusaknya ekologi di sepanjang pegunungan Meratus. Dikeruknya tambang batu bara di daerah pegunungan, pertanian monokultur kelapa sawit milik perusahaan, pembabatan hutan hingga terjadi penggundulan, maraknya pembangunan tidak diiringi dengan efek kelanjutannya pada lingkungan sekitar, dll. Semua karena korporasi yang menguasai SDA di Banua ini melakukan eksploitasi tanpa memperhatikan perbaikan lahan kembali. Hanya keuntungan pribadi yang mereka utamakan. Inilah buah akibat ekonomi kapitalisme menjerat negeri ini.

Sistem kapitalisme yang didasarkan pada pertumbuhan ekonomi, memberi ruang seluas-luasnya bagi penguasa dan pemilik modal (pengusaha) untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Maka tak heran saat profit oriented menjadi tujuan utama dari pemangku kebijakan sehingga mengabaikan kepentingan dan keselamatan rakyat.

Dalam Islam terjadinya kerusakan di darat dan di laut ini dijelaskan : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar Rum : 41)

Sumber daya alam pada dasarnya adalah sepenuhnya milik umat. Maka umatlah yang berhak untuk memanfaatkannya demi kesejahteraan hidupnya. Negara boleh melakukan eksplorasi SDA untuk membantu agar hasilnya bisa optimal digunakan rakyatnya. Bukan demi keuntungan pribadi penguasa atau pengusaha atau bahkan akibatnya menjadi sumber bencana bagi rakyat lainnya.

Tidak seperti kapitalisme, Islam menjamin pembangunan dan pengelolaan SDA harus selalu menjaga keseimbangan lingkungan. Ekonomi Islam tidak tersentralisasi dan berorientasi pertumbuhan, melainkan berorientasi pada distribusi. Sehingga, aktivitas ekonomi akan merata di seluruh penjuru negeri, yang berimbas pada menurunnya kepadatan kota. Hal ini karena prinsip tata kota dalam Islam dikembangkan dengan memberikan daya dukung lingkungan, karena Islam melarang bersikap zalim baik terhadap sesama manusia, hewan dan tumbuhan.

Islam juga menetapkan tentang status kepemilikan harta di dunia, terbagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan umum, negara dan individu. Kepemilikan umum dan negara berupa sumber alam seperti tambang dan mata air tidak boleh dikuasai atau diserahkan pengelolaannya pada individu, baik lokal maupun asing atau di-privatisasi. Negara tidak berhak mengubah kepemilikan umum (milik masyarakat) menjadi milik individu, apapun dalihnya, termasuk membiarkan pembangunan pemukiman yang mengancam keberadaan daerah tersebut. Banjir terus terjadi berulang-ulang adalah bagian dari dampak pengelolaan lingkungan yang buruk. Dalam Islam, pengelolaan lingkungan menjadi perhatian penting negara. Sebab hal ini berkaitan dengan tanggungjawab negara memberikan rasa aman dan nyaman dalam mengayomi rakyatnya.

Sungguh, banjir ini nenjadi pengingat bagi kita semua, untuk bertafakur bahwa segalanya di dunia ini adalah milik Allah, Allah yang menciptakan Allah pula yang mengatur. Maka betapa sombongnya kita manusia yang merusak alam dan mengatur alam ini dengan mengikuti hawa nafsu. Saat nya kita kembali pada hukum Allah dengan menerapkan syari’at islam yang mampu menjamin keselamatan dunia akhirat. Wallahu A’lam

Iklan
Iklan