Oleh : Salasiah, S.Pd
Founder Rumah KeCe Ahmad
Sweeping yang biasa dikenal keras dilakukan oleh anggota Front Pembela Islam yang sudah dibubarkan atas sebuah kemaksiatan yang dibiarkan aparat berlangsung terbuka dan nyata dilakukan masyarakat. Sweeping menjadi hal yang harus dilakukan saat ini oleh parakades di Amuntai Tengah ke truk PT. Conch.
Keberanian untuk melakukan sweeping muncul sebagai tanggung jawab para kepala desa atas fasilitas jalan umum yang diperuntukkan untuk warganya telah banyak yang berlobang dan rusak akibat lalu lalang truk pengangkut semen conch dari Tabalong bahkan hingga kamis. “Jalan-jalan rusak, ditambah salah satu jembatan sudah mulai retak, masyarakat masuk terus mengeluh,” ujar Ketua Persatuan Kepala Desa (Perkades) Amuntai Tengah, HM Yunus (apahabar.com, 16/12/2021).
Meskipun mediasi sudah dilakukan DPRD Kalsel meski dengan menyisihkan waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit dihadiri oleh Perkades tapi ternyata ditanggapi PT. Conch dengan mangkir dalam prose mediasi. Truk-truk yang kelebihan muatan alias ODOL bermuatan berat masih melintasi ruas jalan provinsi di HSU yang telah rusak. Penutupan setengah badan jalan menggunakan batang pohon kelapa di Pinang Habang, sebagai aksi sweeping, pun nyatanya tidak mengurangi intensitas truk.
Tidak sekali truk mengalami kondisi amblas dan terjungkal di lokasi yang sama, simpang lampu merah Palampitan, yang masih berada di pusat kota Amuntai. Jelas saja, keberadaan truk-truk berbobot puluhan ton itu pastinya makin membuat jalanan kota Amuntai berlobang di jalan provinsi yang hanya merupakan jalan kelas 3 dan boleh dilewati oleh muatan berkapasitas maksimum 8 ton. Namun memang belum ada reaksi dari Pemkab HSU secara tegas mengenai hal ini.
Begitulah kapitalisme, ketika kapital atau pemodal sudah menguasai dan merasa berkontribusi paling besar dalam pembangunan dan pemerintahan. Mungkin mereka merasa memberikan bagian pajak yang besar kepada pemasukan anggaran sehingga pemilik-pemilik modal dalam perusahaan sebagai pemegang saham, tidak merasa perlu untuk melakukan mediasi. Para kapital merasa berhak atas fasilitas umum yang diperuntukan untuk masyarakat. Apalah lagi jika mereka para kapital telah melakukan deal-deal politik dalam proses pemilihan kepala pemerintahan. Tentu akan membuat teguran dan mediasi hanya akan dipandang sebelah mata, tanpa memberikan pengaruh yang berefek.
Angkutan perusahan yang menggunakan angkutan berbadan lebar dengan muatan yang berpuluh ton dan menggunakan alat berat mestinya memiliki jalur angkutan sendiri. Pemerintah daerah juga harus tegas memberikan tindakan atas pelanggaaran penggunaan badan jalan fasilitas umum sebagai jalur angkut mereka. Memang pasti akan berhadapan dengan kekuatan oligarki. Tetapi masyarakat harus tetap menuntut tanggung jawab atas perbaikan umum yang telah rusak oleh kepentingan dan keuntungan kapital perusahaan. Kapitalisme terbukti merusak fasilitas untuk rakyat, bukan justru turut andil dalam pembangunan sarana prasarana untuk rakyat.
Pembangunan dan pemeliharaan fasilitas umum jalan adalah bagian dari periayahan ataupun tanggung jawab dalam memenuhi hajat masyarakat. Tidak terpungkiri jalan yang bagus akan meningkatkan perekonomian masyarakat, karena akan mempermudah akses dan memperpendek waktu tempuh perjalanan. Jalan yang bagus juga akan mempercepat proses evakuasi apabila ada kejadian darurat musibah. Tak terpungkiri, majunya infrastruktur sekaligus menunjukkan majunya taraf ekonomi, kesejahteraan, dan juga peradaban. Hanya jika dijalankan dengan sistem yang benar.
Dr Kasem Ajram (1992) dalam bukunya, The Miracle of Islam Science, 2nd Edition memaparkan pesatnya pembangunan infrastruktur transportasi, yakni jalan umum. Dinyatakan secara pasti oleh beliau bahwa Yang paling canggih adalah jalan-jalan di Kota Baghdad, Irak. Jalannya sudah dilapisi aspal pada abad ke-8 M. Paling mengagumkan lagi bahwa pembangunan jalan beraspal di kota itu telah dimulai ketika Khalifah Al-Mansur mendirikannya pada 762 M. Semua diperoleh masyarakatnya dengan gratis tanpa harus membayar pajak. Apalagi dengan sindiran bahwa masyarakat yang tidak membayar pajak tidak ikut berperan aktif dalam pembangunan.
Menurut catatan sejarah transportasi dunia, negara-negara di Eropa baru mulai membangun jalan pada abad ke-18 M. Insinyur pertama Barat pertama yang membangun jalan adalah Jhon Metcalfe. Itu artinya 10 abad setelah pembangunan jalan beraspal di dunia Islam.
Maka sweeping yang dimotori oleh persatuan kepala desa adalah bagian dari upaya mengingatkan pemerintah untuk bersikap tegas kepada para kapital yang. Juga menuntut hak mereka yang membayar pajak untuk pembangunan jalan untuk mendapatkan jalan yang mulus tanpa berlobang di wilayah mereka, di kabupaten HSU yang terkenal dengan semboyan Amuntai kota Bertakwa, bukan Amuntai Kota Berlobang. Wallahu’alam bishshawab.