Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Literasi untuk Kesejahteraan

×

Literasi untuk Kesejahteraan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nor Hasanah, S.Ag, M.I.Kom.
Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin

Menarik ketika menyimak tema yang diangkat dalam peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) yang diperingati pada 20 Desember 2021 ini yaitu “Perkokoh Solidaritas Indonesia Sejahtera”. Penetapan tema ini tentunya memiliki tujuan dan maksud tersendiri. Ditengah wabah dan pandemi yang diakibatkan oleh virus Covid-19 turut mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di Indonesia yang berimbas terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.

Baca Koran

Kesejahteraan masyarakat sangatlah penting bagi negara. Konsep dan pengukuran tingkat kesejahteraan masyarakat mempunyai kompleksitas persoalan yang sangat beragam. Di Indonesia indikator kesejahteraan diukur menggunakan 18 variabel seperti yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia yaitu Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP), Kepadatan Penduduk per km (KPP), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Angka Harapan Hidup (AHH), Pengeluaran per Kapita (PPK), Persentase rata-rata pengeluaran untuk konsumsi makanan (PKM), Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Fasilitas Minum Sendiri (FMS), Persentase Rumah Tangga dengan Jenis Lantai Bukan Tanah (LBT), Persentase Rumah Tangga dengan Luas Lantai< 20 M2  (LLK), Persentase Rumah Tangga dengan Dinding Tembok (RDT), Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Penerangan dari PLN (PLN), Persentase Rumah Tangga dengan Fasilitas Buang Air Besar Sendiri (BAB), Persentase Penduduk Miskin (RTM), Jumlah Pengangguran Terbuka (JPT), Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan Sebulan yang Lalu (PKK), Persentase Penduduk Mengalami Keluhan Kesehatan dan Kegiatannya Terganggu (PPB) serta Jumlah Penduduk Bekerja (JPB).

Dari 18 indikator kesejahteraan di Indonesia, satu hal yang perlu dicermati adalah Angka Melek Huruf (AMH) atau literasi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Literasi dan kesejahteraan adalah dua hal yang saling berhubungan. Orang atau bangsa yang rajin belajar (literat) niscaya akan mencapai kesejahteraan. Sejahtera bisa bisa dilihat dari dua sisi, yaitu sejahtera lahir dan sejahtera batin. Sejahtera lahir kaitannya dengan terpenuhinya kebutuhan hidup, terjaganya kesehatan, dan memiliki materi yang melebihi dari standar kebutuhan minimal sehingga bisa menabung dan berinvestasi, sedangkan sejahtera batin kaitannya dengan rasa senang, bahagia, gembira, aman, damai, dan tenteram.

Baca Juga :  Mitologi Sungai, Kearifan dan Pengetahuan Banjar yang Hilang

Membaca adalah salah satu aspek dari kegiatan literasi. Orang yang banyak membaca akan merasakan kesejahteraan. Minimal kesejahteraan dalam konteks batin, misalnya mendapatkan kepuasan batin, ketenangan jiwa, dan bertambah wawasan atau ilmu pengetahuannya. Membaca pun bisa menjadi sarana baginya untuk menggapai kesejahteraan lahir (fisik-materi). Orang yang sedang menghadapi kesulitan, tetapi saat jiwa literasinya bisa dioptimalkan, dia mencari alternatif solusi penyelesaian masalah. Saat seseorang hidup miskin, dia bekerja keras dan kreatif mencari peluang usaha agar dia bisa bertahan hidup dan keluar dari belenggu kemiskinan. Baginya, “banyak jalan menuju Roma”. Artinya, dia tidak putus asa, selalu optimis, dan tidak mudah menyerah. Saat satu jalan tertutup, dia mencoba jalan lain. Dan begitu seterusnya. 

Pernah menyaksikan seseorang yang berpendidikan rendah tetapi dia sukses menjadi seorang pengusaha? Ternyata dia adalah seorang pemelajar yang ulet. Selain dia belajar tutorial pembuatan sebuah produk di YouTube, dia juga rajin membaca terkait bidang yang digelutinya. Sebenarnya, belajar bukan hanya diartikan membaca buku-buku pelajaran atau buku referensi, tetapi belajar dapat dimaknai lebih luas, seperti belajar dari pengalaman, belajar dari kegagalan, belajar dari kesuksesan orang lain, belajar dari tokoh-tokoh inspiratif, dan sebagainya.

Seorang pencari kerja tentunya harus banyak mencari (membaca) berbagai lowongan pekerjaan di berbagai media. Setelah menjadi karyawan, saat dia ingin mengembangkan diri atau meningkatkan kompetensi, dia harus membaca. Seorang pengangguran, jika dia ingin memiliki penghasilan, dia harus membuka usaha sendiri. Oleh karena itu dia harus membaca strategi usaha bagi pemula. Selain itu, dia pun harus mau “membaca” tren dan peluang usaha yang bisa dikembangkan. Istilahnya, berawal pengangguran, berubah menjadi jutawan bermodalkan kewirausahaan.

Baca Juga :  Mencari Maslahat Pelaksanaan PPN 12 Persen

Seorang petani di sebuah daerah bisa mengubah tanah yang gersang, tandus, dan tidak produktif menjadi tanah yang subur dan produktif, ditanami oleh berbagai tanaman yang sesuai dengan karakteristik dan musimnya sehingga bisa menghasilkan keuntungan yang banyak. Hal ini tidak lepas dari proses belajar, termasuk membaca sebagai salah satu aspek literasi.

Membaca selama ini diidentikkan dengan aktivitas kaum akademisi, kaum intelektual, pelajar, dan mahasiswa. Oleh karena itu, aktivitas membaca terkesan menjadi sebuah aktivitas yang “ekslusif”. Padahal, membaca adalah kewajiban setiap manusia dengan tidak mempersoalkan apa pun latar belakangnya. Tetapi nampaknya hal tersebut masih jauh dari harapan jika memperhatikan masih rendahnya minat baca masyarakat. 

Perlu strategi yang jitu dan efektif untuk semakin meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membaca. Pemerintah dan para pegiat literasi sudah mengampanyekan membaca melalui berbagai program dan kegiatan, tetapi memang hasilnya belum optimal. Kegiatan membaca belum benar-benar membumi di tengah-tengah masyarakat. Banyaknya perpustakaan yang ditata dengan baik, nyaman, dan memiliki koleksi buku yang sangat banyak, tetapi belum mampu menarik atau belum mampu meningkatkan minat baca masyarakat.

Selain itu, budaya lisan atau budaya bicara masih lebih dominan dibandingkan dengan budaya baca. Ada orang yang pandai bicara tapi hal yang disampaikannya kurang atau bahkan tidak bermutu. Mengapa? Karena dia tidak mau atau tidak rajin membaca. Dia tidak mengakses informasi terbaru. 

Kedepan diprediksi pada tahun 2022 permintaan akan keterampilan bergeser ke arah keterampilan yang dapat dipupuk melalui membaca. Hal tersebut tentunya harus diantisipasi oleh bangsa Indonesia jika ingin kompetitif dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Peran gerakan literasi dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan harus semakin digelorakan agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang literat dan sejahtera.

Iklan
Iklan