Banjarmasin, KP – Setelah digarap selama tiga tahun anggaran dengan biaya sekitar Rp64 miliar, Jembatan HKSN yang diberi nama baru yakni Jembatan Patih Masih akhirnya diresmikan.
Bertepatan dengan momentum 17 Ramadhan 1443 H atau 19 April 2022, jembatan yang berlokasi di Jalan HKSN, Kuin Utara, Banjarmasin Utara, diresmikan Walikota Banjarmasin, Ibnu Sina.
Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina mengatakan atas izin tokoh masyarakat dan agama, Jembatan HKSN diberi nama Patih Masih.
Pengabadian nama tokoh sejarah Patih Masih ini tentunya penghargaan besar terhadap sejarah lokal di banua.
Menurut Sejarawan Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Mansyur, nama Patih Masih sendiri dinilainya memang pantas diabadikan sebagai nama sebuah fasilitas umum di Banjarmasin.
Hal itu dikarenakan sepak terjangnya yang tercatat dalam tinta emas sejarah Banjar. Terutama dalam proses terbentuknya Kerajaan Banjar yang bercorak Islam di bagian selatan Borneo (Kalimantan) ini.
Tokoh Patih Masih dalam catatan historis, Mansyur menjelaskan, tokoh ini tidak terlepas dari keberadaan wilayah Banjar dan Banjarmasih yang kemudian bermetamorfosa menjadi Banjarmasin.
Idwar Saleh (1982) menuliskan berdasarkan Hikayat Banjar, kata Banjar itu menunjukkan nama kampung di sekitar Sungai Kuin (Cerucuk) yang “bertetangga” dengan kampung sekitarnya.
Mulai Kampung Sarapat, Balandean, Tamban, Balitung hingga Kuin. Kampung Banjar ini disebut pula Banjarmasih, karena dipimpin tetuha bernama Patih Masih.
“Jadi kesimpulan awal Patih Masih adalah tetua sekaligus pemimpin di wilayah Banjar,” ungkapnya pada Kalimantan Post, Rabu (20/04) siang.
Nama Patih Masih sebenarnya bukan nama aslinya, tetapi jabatan. Ras (1968) menuliskan nama Masih, menunjukkan bahwa dia adalah pemimpin tertinggi semua pemukim berbahasa Melayu di daerah hilir Sungai Barito.
Banjarmasih yang dipimpin Patih masih adalah tempat berdiamnya orang Malayu, yang dalam Bahasa Dayak Ngaju disebut Oloh Masi.
“Jadi Patih Masih mendapat juga bernama Patih Oloh Masih atau Patih orang Melayu atau tetuha orang Melayu di Muara Sungai Kuin tersebut,” imbuhnya.
Kemudian, Idwar Saleh (1982) berpendapat Patih Masih berjasa besar dalam proses perjuangan hingga terbentuknya Kerajaan Banjar serta pentahbisan Raden Samudera/Sultan Suriansyah sebagai Raja Banjar pertama di Banjarmasih tahun 1526.
Berawal ketika intrik politik di Kerajaan Negara Daha (1437-1526), Raden Samudera lari menyembunyikan diri ke daerah sunyi di daerah Muara Baritu dari Muara Bahan (bandar utama Negara Daha), mendapat bantuan dari Patih masih.
Patih Masih sebagai Patih Oloh Masi atau orang Melayu memang sangat mengetahui perkembangan politik di Negara Daha.
“Maka tidak heran, mengapa inisiatif merajakan Pangeran Samudera datang dari orang-orang Banjar dan Patih Masih, tidak dari Patih-patih yang lain dari kampung-kampung Oloh Ngaju,” tukasnya.
Lalu, Patih Masih mencari Raden Samudera untuk dirajakan. Dipanggilnya Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, Patih Kuin diajaknya berunding dan mereka sepakat tidak ingin lagi jadi desa yang bertugas terus menerus mengantar pupuan (upeti) ke Daha kepada Pangeran Tumenggung.
Kemudian sesuai wasiat Maharaja Sukarama, cucunya (Raden Samudera) yang harus dirajakan. Karena itulah tindakan selanjutnya yang mereka lakukan, adalah memindahkan bandar, karena ini ekonomis penting.
Seperti kata Patih Masih yang termaktub dalam Hikayat Banjar bahwa “Kita kajut mudik ke Muara Bahan, kita rabut bandar itu. Sudah itu Sudah itu kita barbuat bandar pula di sini.”
“Setelah hal ini terjadi, Pangeran Samudera bertempat tinggal di Banjar dan dirajakan rakyat,” kata Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (LKS2B) Kalimantan itu.
Pangeran Tumenggung tidak tinggal diam. Terjadi pertempuran besar hingga di era tahun 1526, Patih Masih pun berinisiatif, minta bantuan Demak dengan alasan pada Pangeran Samudera bahwa Demak telah menaklukkan kerajaan-kerajaan di Jawa dan telah menjadi pengganti Majapahit.
Demak bersedia membantu dengan syarat asal Pangeran Samudera mau masuk Islam. Pangeran Samudera menyetujui syarat Demak tersebut.
Demikian bantuan tentara Demak datang beserta penghulu yang akan mengislamkan raja dan rahyat tanah Banjar tersebut.
Setelah selesai peng-Islaman ini, maka bantuan sekutu-sekutu daerah yang datang dari Sambas, hingga ke Tabaniau.
“Endingnya, setelah Pangeran Tumanggung menyerah dan menandai pindahnya regalia Kerajaan Negara Daha kepada Pangeran Samudera yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah,” ungkap Dosen PSP Sejarah FKIP ULM ini.
Terjadi di Hari Rabu 24 September 1526 (sekarang menjadi Hari Jadi Kota Banjarmasin). Semua penduduk Daha diangkut ke Kerajaan baru yakni Kerajaan Banjar yang beribukota di Banjarmasih.
Wilayah Banjarmasih atau kampung Melayu ini terletak di antara sungai-sungai yakni Sungai Baritu dengan anak sungai Sigaling dan Sungai Pandai dan Sungai Kuyin. Kemudian Sungai Kuyin dengan anak-anak sungai Karamat, Jagabaya dan Pangeran (Pageran). Sungai-sungai Sigaling, Karamat, Pangeran, Jagabaya dan Pandai ini pada hulunya di darat pada bertemu, membuat danau kecil bersimpang lima, daerah inilah yang nanti menjadi daerah ibu kota kerajaan Banjarmasih.
Jasa Patih Masih lainnya adalah menjadikan rumahnya sebagai Keraton Kesultanan Banjar pertama di Kuin sekitar tahun 1526-1527.
Seperti dijelaskan sebelumnya, Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Banjarmasin itu menuturkan, pusat Kampung Melayu Banjar terletak di antara Sungai Karamat dan Jagabaya dengan sungai Kuin sebagai induk.
Sekarang di Kampung Keraton Kuin, daerah antara Makam dan Masjid Sultan Suriansyah. Lokasi ini tidak jauh dari Jembatan HKSN-Patih Masih yang diresmikan.
Pada area inilah, terletak rumah Patih Masih. Menurut Hikayat Banjar, rumah Patih Masih kemudian dijadikan keraton. Rumah tersebut diperluas dan selain itu dibuat Pagungan, Sitilohor dan Paseban.
Sebagai penduduk wilayah di sekitar Keraton Kerajaan Banjar dengan raja pertama, selain penduduk awal juga seluruh penduduk yang diangkut dari Negara Daha, sebagai tambahan penduduk ibukota baru, Banjarmasih.
Dapat ditarik benang merah bahwa dalam perkembangannya di tahap pertama Banjar di Muhara Cerucuk ini adalah sebuah kampung orang Malayu atau kampung Oloh Masi.
Dipimpin oleh Patih Masih. Setelah Raden Samudera dirajakan di Banjarmasih-bergelar Sultan Suriansyah, kampung Melayu ini berfungsi pula sebagai bandar, yang bernama Bandar Masih.
Terakhir, pada dalam tahap ketiga menjadi ibukota kerajaan yang baru bernama Banjarmasih. (kin/K-7)