Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Kota Layak Anak, Benarkah Sudah Layak Untuk Anak?

×

Kota Layak Anak, Benarkah Sudah Layak Untuk Anak?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Lia
Aktivis Back to Muslim Identity Community Kalsel

Baru–baru ini, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) meraih penghargaan sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA) kategori Pratama dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). (Tribun, 23/7/22).
Pemberian predikat Kota Layak Anak (KLA) adalah sebagai upaya untuk mendorong setiap wilayah agar bersinergi menurunkan kasus kekerasan pada anak. Hingga saat ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sudah menganugerahi Penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) 2022 kepada 320 kabupaten/kota. Penghargaan itu diberikan kepada delapan daerah di kelompok Utama, 66 Nindya, 117 Madya, dan 121 Pratama. Apresiasi juga diberikan kepada delapan provinsi yang telah melakukan upaya keras untuk mewujudkan Provinsi Layak Anak (PROVILA). (Media Indonesia, 23/7/2022).

Baca Koran

Ironi KLA
Pencapaian Kabupaten Hulu Sungai Tengah dalam meraih predikat KLA Pratama memang patut diapresiasi. Menurut Peraturan Menteri PPPA Nomor 12 Tahun 2011 penentuan status “Kota Layak Anak” bagi kabupaten/kota secara umum dibagi dalam dua indikator.

Pertama, Penguatan kelembagaan meliputi perundang- undangan atau kebijakan, presentasi anggaran, jumlah program yang mendapat masukan dari Forum Anak, ketersediaan SDM, ketersediaan data anak terpilah, hingga data keterlibatan lembaga masyarakat dan pelaku usaha dalam memenuhi hak anak.

Kedua, klaster anak meliputi hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar, kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang, kegiatan budaya dan perlindungan khusus.

Indikator-indikator tersebut kemudian diturunkan dalam beberapa penilaian konkret, ambil contoh pemenuhan akta kelahiran, perpustakaan, partisipasi pendidikan dasar, penyediaan panti, layanan imunisasi, prevalensi gizi balita angka kematian bayi, jumlah kasus anak berhadapan dengan hukum, sampai persentase perkawinan di bawah 18 tahun dan ASI eksklusif

Namun, ironisnya kenyataan tak seindah sebuah gelar. Meski telah mendapat penghargaan KLA, Kekerasan Anak di Kabupaten HST justru sangat tinggi. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kalimantan Selatan, Adi Santoso menyebutkan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) menjadi tertinggi kedua se-Kalsel kasus kekerasan anak dan perempuan. (Antara News 14/7/2022).

Dengan data kasus kekerasan anak tertinggi kedua se-Kalsel, maka wajar jika esensi penghargaan KLA setiap tahunnya dipertanyakan. Apakah penghargaan ini hanya sebatas ajang eksistensi saja tanpa memperhatikan realitas di lapangan? Efektifkah ajang penghargaan ini dalam menangani kasus kekerasan pada anak?

Jika kita menelisik lebih jauh, permasalahan kekerasan pada anak disebabkan oleh banyak faktor. Para ahli dan pemerhati anak sudah banyak memaparkan penyebab terjadinya kekerasan pada anak, mulai dari pergaulan bebas, pola asuh yang salah, kemiskinan, pendidikan, pornografi, dan masih banyak lagi. Artinya permasalahan kekerasan pada anak adalah perkara kompleks dan sistemik. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang bersifat sistemik pula.

Baca Juga :  Ini Hukum dan Dalil Puasa Bagi Perempuan Hamil dan Menyusui

Dimulai dari kesalahan pola asuh orang tua yang tidak memahami bagaimana anak seharusnya diperlakukan, berarti harus ada upaya pembinaan oleh negara kepada para orang tua. Semua orang tua difasilitasi untuk mengikuti kelas keluarga sehingga mereka memiliki pengetahuan bagaimana pola asuh yang benar.

Negara juga harus mengeluarkan masyarakat dari jerat kemiskinan yang disebabkan penerapan sistem ekonomi kapitalisme.

Negara juga harus menghentinkan penyebaran konten pornografi yang memicu kekerasan seksual. Hari ini ada jutaan konten yang sangat mudah diakses. Artinya dibutuhkan perbaikan sistem sosial, pemisahan pergaulan laki- laki dan perempuan di ranah khusus dan ranah umum sehingga menjaga mata dan pikiran masyarakat dari jiwa bejat budak pornografi.

Negara juga harus merombak sistem pendidikan seluler yang hanya berpacu pada kecerdasan akademik, namun minim pendidikan akhlak dan moral. Selain itu dalam ranah hukum negara juga harus menerapkan sistem sanksi yang tegas dalam menghukum pelaku kekerasan pada anak sehingga mampu memberi efek jera baik bagi pelaku maupun masyarakat yang lainnya.

Oleh karena itu, sekedar merebutkan penghargaan KLA tanpa melakukan perbaikan sistem, harapan terwujudnya kota layak anak hanya sebatas angka di kertas saja. Kompleksnya permasalahan kekerasan pada anak memang bukan masalah mudah untuk diselesaikan. Namun, dibutuhkan keseriusan dan kerja keras semua elemen bangsa.

Permasalahan ini harus dicabut dari akar permasalahannya yaitu penerapan sistem seluler kapitalisme yang menjadi akar dari seluruh persoalan manusia.

Perlindungan Anak

Dalam Islam negara adalah penanggung jawab utama urusan rakyat. Setiap kebijakan yang dibuat saling integral antara satu dengan yang lain. Salah satu fungsi negara adalah menjamin hak jiwa dan kehormatan setiap.warga negara, termasuk didalamnya anak- anak.

Dalam Islam perlindungan pada anak dilakukan dalam setiap ranah sebagai berikut, pertama, ranah akidah. Dalam Islam negara wajib membina akidah masyarakat sehingga setiap perilaku masyarakat didasari pada ketakwaan kepada Allah SWT. oleh karena itu negara mengharuskan penanaman akidah Islam pada setiap individu baik melalui pendidikan formal maupun non formal dengan berbagai sarana. Sehingga mampu memunculkan rasa takut untuk bermaksiat kepada Allah.

Baca Juga :  Strategi Mengajarkan Kesadaran Kewarganeraan dengan Kanvas Media “Jembatan Berpikir Das Sein Das Sollen”

Kedua, ranah ekonomi. Negara wajib menerapkan ekonomi Islam yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu baik langsung maupun tidak langsung dengan pemberian fasilitas umum secara cuma-cuma dan mendorong setiap kepala keluarga untuk bekerja memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Sehingga tidak akan ada orang tua yang menelantarkan anaknya hanya karena kemiskinan dan tidak akan ada orang tua stress karena tidak memiliki pekerjaan sehingga menjadi pemicu kekerasan kepada anak dan perempuan.

Pengaturan sistem ekonomi Islam ini juga akan mengembalikan peran ibu kepada fitrahnya sebagai ummun wa rabbatul bait yang akan mendidik dan menjaga anak-anak mereka di rumah. Kewarasan ibu akan terus terjaga karena kebutuhan hidupnya terpenuhi dengan layak. Sehingga mampu menciptakan surga dalam rumah-rumah mereka.

Ketiga, ranah sosial. Untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak. Sistem sosial sangat besar pengaruhnya. oleh karena itu khalifah sebagai kepala negara wajib menerapkan sistem sosial dalam Islam. Yaitu, dengan mengatur pergaulan antara laki-laki dan perempuan sesuai syariat.

Mewajibkan laki-laki dan perempuan memahami batasan aurat dan melarang membuka aurat. Melarang khalwat atau berdua-duaan dan melarang bercampur baurnya laki-laki dan perempuan tanpa keperluan syari dan memerintahkan untuk menundukan pandangan pada yang diharamkan.

Dilarang melakukan pornoaksi dan pornografi agar menghindari timbulnya nafsu yang tidak pada tempatnya. Negara juga melarang beredarnya konten-konten, tontonan, bacaan yang berbau pornografi dan memastikan memblokir semua situs-situs tersebut. Termasuk harus melarang beredarnya miras yang juga bisa memicu kekerasan.

Keempat, ranah hukum. Untuk menjamin terwujudnya ketiga poin diatas, maka negara wajib menerapkan sistem sanksi yang tegas atas pelanggaran yang dilakukan. dengan memberikan sanksi bagi pelaku sehingga mampu memberi efek jera baik bagi pelaku maupun masyarakat.

Sebagaimana tindakan Rasulullah SAW yang mengepung Yahudi Bani Qainuqa dan mengusir mereka dari Madinah, kerana telah berani melecehkan kehormatan seorang perempuan muslimah di Pasar Bani Qainuqa.

Tentu saja, semua itu akan terwujud jika didukung oleh sistem politik yang islami yang jauh dari nafas sekuler kapitalisme. Sudah saatnya bangsa ini memikirkan solusi mendasar demi mewujudkan rasa aman jiwa dan raga baik bagi tumbuh kembang anak-anak bangsa yang akan menjadi penerus kepemimpinan di masa depan. Wallahu a’lam bishawab.

Iklan
Iklan