BANJARMASIN, kalimantanpost.com – Saksi ahli mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husin menegaskan setiap pembelian barang yang dijadikan barang bukti, baik itu dana bersumber dari uang sebelum menjabat sebagai bupati dan dicampur dengan dana setelah menjadi bupati dari hasil kejahatan, barang dapat disita.
“Namun, hal ini harus dibuktikan dalam persidangan. Kalau barang yang disita penyidikan tersebut memang dibeli sebelum menjabat sebagai bupati dan bila terbukti, barang tersebut harus dikembalikan kepada terdakwa,’’ tegas saksi Yunus Husin yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, pada sidang dengan terdakwa mantan Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif, disidang lanjutan, Rabu (26/7/2023) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin.
Tetapi, katanya dihadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Jamser Simanjuntak, apabila barang yang disita tersebut terbukti dari hasil kejahatan, ini jelas bisa disita, bila tidak kembalikan kepada terdakwa.
Dalam sidang terdahulu masalah barang bukti yang disita penyidikan Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) memang adanya barang bukti yang dibeli terdakwa sebelum menjabat sebagai bupati.
Pasalnya, sebelum menjabat sebagai bupati, terdakwa selama 25 tahun lebih sudah menjadi seorang pengusaha sebagai kontraktor. Terdakwa menyebutkan adanya kendaraan yang di beli di Jakarta, memang menggunakan nama teman terdakwa yang beralamat di Jakarta, karena terdakwa sendiri KTP penduduk Kalsel.
Sidang dilakukan secara virtual tersebut, saksi ahli berada di Jakarta sementara terdakwa dan penasihat hukum berada di Lapas Suka Miskin Bandung.
Dalam dakwaan menurut JPU, terdakwa Abdul Latif yang disasar melakukan pencucian uang, telah menyamarkan hasil uang gratifikasi sebesar Rp41 miliar lebih yang dia dapat dari jabatannya sebagai bupati tahun 2016 dan 2017. Salah satunya dengan menggunakan nama orang lain yakni saksi Fauzan Rifani yang waktu itu menjabat sebagai Ketua Kadin HST.
Terdakwa didakwa melanggar pasal 12 B juncto pasal 18 Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kemudian dalam dakwaan kedua, JPU menjerat dengan pasal 3 Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana (Hid/KPO-3)














