JAMBI, Kalimantanpost.com -Masih misteri penyebab meninggalnya santri Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin Jambi, Ainul Harahap bin Salim Harahap (AH) yang terjadi 14 November 2023 lalu.
Hal itu diungkapkan Kapolres Tebo, AKBP I Wayan Arta Ariawan yang juga disiarkan melalui Live IG pada jumpa pers Rilis Akhir Tahun yang digelar Sabtu (30/12/2023) di Aula Wira Astha Brata Polres Tebo Jambi.
Kapolres menyatakan berdasarkan hasil otopsi terdapat indikasi tindak kekerasan akibat benda tumpul yang mengakibatkan kematian AH. Namun demikian pihaknya menyatakan permohonan maaf belum bisa mengungkapkan siapa pelaku tindak pidana tersebut, meski telah dilakukan gelar perkara, pra rekonstruksi dan pemeriksaan seluruh saksi dan pihak yang berada di TKP.
“Para penyidik sudah melakukan pemeriksaan kepada santri dan para pengurus Ponpes baik sebelum maupun pasca otopsi. Meski hampir tiap hari kami lakukan gelar perkara dan pemeriksaan, namun sampai saat ini belum menemukan titik terang,” jelas I Wayan Arta Ariawan.
Menanggapi pernyataan Kapolres tersebut, Tim Kuasa Hukum Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin yang terdiri dari Chris Januardi SH, MH dan Fauzan, SH.I, Eka Putra Marpaung,SH,MH dan Zain Amru Ritonga,SH,MH menyatakan pihak Ponpes selama ini sangat kooperatif dalam proses penyidikan dan investigasi yang dilakukan pihak Polres Tebo.
Meski demikian pihaknya menilai logika hasil otopsi dengan kenyataan yang terlihat di CCTV 15 menit sebelum korban dievakuasi oleh sesama santri sulit untuk diterima. Hal ini mengingat kondisi korban terlihat sehat dan segar bugar saat naik ke ruang atas (roof top), tempat kejadian perkara.
Kiranya pun jika ada indikasi kekerasan, Chris menilai kondisi fisik santri yang rata-rata berusia belasan dan berperawakan kurus, kecil serta tanpa otot, agak sulit mengkondisikan kekerasan yang mematikan dalam waktu singkat. Selain itu dalam tayangan CCTV juga tidak terlihat mobilitas santri dalam jumlah besar ke ruang atas (roof top) yang mengarah kepada upaya kriminalitas.
“Kenyataan gambar CCTV, hasil BAP serta hasil otopsi yang masing-masing memiliki perspektif berbeda menjadi multi tafsir, dan mungkin saja hal ini merupakan faktor penyebab sulitnya kepolisian termasuk pihak pesantren sama-sama belum menemukan titik terang atas kasus ini” tambah Chris.
Dihadapan awak media, Kapolres Tebo menyatakan permohonan doa dan dukungan agar keluarga korban dan juga keluarga pesantren bekerjasama mengungkap kejadian kriminalitas yang terjadi di ponpes tersebut demi kebaikan bersama.
“Kami peduli terhadap keadilan dan kepastian bagi keluarga korban dan kepada ponpes agar bersama melakukan evaluasi dengan tujuan kearah yang lebih baik” tambah Kapolres.
Diketahui kematian AH berdasarkan rekaman CCTV yang telah diserahkan kepada kepolisian terlihat AH pada tanggal 14 November 2023 pukul 17.41 berjalan santai di area kamar dengan menenteng kain menuju pintu samping untuk kemudian terdeteksi dari rekaman naik ke lantai atas. Hal ini juga menjelaskan pernyataan kedua orang tua bahwa AH masih menjalin komunikasi 1 jam sebelum kematian.
Karena selama rentang waktu, 17.41-17.55 atau lebih kurang 14 menit AH naik ke atas memang masih dalam keadaan sehat sampai kemudian digotong teman-temannya untuk diselamatkan dan dibawa ke Klinik Rimbo Medical Center.
Pada saat proses evakuasi ini korban bahkan masih dalam keadaan hidup namun alami sesak nafas yang diduga akibat reaksi pasca tersengat listrik.
Namun sesampainya di Klinik Rimbo Medical Center AH dinyatakan meninggal oleh Klinik dengan keterangan karena kecelakaan, tersengat aliran listrik.
Pihak keluarga korban tidak menerima hasil visum tersebut dan meminta otopsi ulang meski jenazah telah dimakamkan. (Rof/KPO-3)