Oleh Sardi Duryatmo
SEBAGAI produsen terbesar durian di dunia, volume ekspor durian Indonesia ternyata masih sangat rendah atau menempati peringkat ke-5 eksportir di Asia Tenggara.
Sebab, faktanya 90 persen produksi durian di tanah air digelontorkan untuk konsumsi domestik. Padahal peluang pasar ekspor masih terbuka lebar.
Ahli botani asal Inggris, Alfred Russel Wallace, menjuluki durian (Durio zibethinus) sebagai king of fruit alias raja buah. Kata zibethinus dalam bahasa Latin bermakna musang. Cita rasa daging buah durian yang merupakan perpaduan legit, manis, dan sedikit pahit menjadi salah satu alasan julukan itu.
Banyak orang jatuh hati pada rasa yang unik. Itulah sebabnya konsumsi per kapita daging durian cenderung meningkat.
Menurut Badan Pusat Statistik, konsumsi daging buah durian pada 2023 mencapai 1,031 kg per kapita per tahun. Bahkan konsumsi melonjak pada 2020 hingga 2,372 kg per kapita per tahun. Bandingkan dengan 4 tahun sebelumnya yang hanya 1 kg per kapita.
Artinya, konsumsi durian rata-rata meningkat sekitar 20 persen per tahun. Lonjakan persentase itu kian besar jika membandingkan dengan dekade sebelumnya.
Sekadar contoh, pada 2005 setiap orang mengonsumsi 0,21 kg durian. Konsumsi meningkat menjadi 0,78 kg (2006) dan 1,92 kg (2007). Hal itu menggambarkan banyak orang menggemari daging buah durian.
Pasar Ekspor
Dr Mohamad Reza Tirtawinata, M.S. dari Yayasan Durian Nusantara menyampaikan survei sederhana. Hasilnya, 52 persen masyarakat menyukai durian terutama jika gratis, 28 persen penggemar sejati meski harga mahal, 8 persen maniak, dan hanya 12 persen yang membenci durian karena beraroma kuat.
Konsumsi durian yang cenderung meningkat menjadi peluang para pekebun untuk mengisi potensi pasar.
Apalagi Indonesia merupakan produsen terbesar durian di kawasan Asia Tenggara. Menurut Reza pada 2022 Indonesia memproduksi 1.370.000 ton durian.
Produsen terbesar durian di Asia Tenggara berarti juga terbesar di dunia. Di luar kawasan Asia Tenggara, seperti Afrika atau Amerika Latin, tidak ada sentra durian yang menonjol.
“Masalahnya, 85 persen durian kita tumbuh alami,” ujar doktor pertanian alumnus Institut Pertanian Bogor itu.
Tumbuh alami itu menyebabkan kualitas buah sangat beragam karena tidak mendapat sentuhan budi daya yang baik.
Reza menyampaikan hal itu pada acara Durian Talk yang digagas oleh Perhimpunan Hortikultura Indonesia (Perhorti) pada awal Juni 2024.
Produksi durian Indonesia meningkat 71 persen dibandingkan produksi pada 2017 (795.200 ton), sementara itu luas produksi meningkat 231 persen.
Sentra produksi durian itu, antara lain, di Kabupaten Pasuruan (produksi 108.292 ton, area 9.998 hektare-ha), Kabupaten Malang (44.961 ton, 3.139 ha), Kabupaten Parigimoutong (22.863 ton, 1.862 ha), Tapanuli Selatan (18,295 ton, 2.339 ha), dan Lombok Barat (18.253 ton, 1.213 ha).
Direktorat Jenderal Buah dan Florikultura Kementeraian Pertanian jua mengembangkan sentra durian hingga 364 wilayah di 85 kabupaten dan 26 provinsi.
Para petani mengembangkan jenis seperti kromo, matahari, namlung, otong, petanling, dan sunan di 90 sentra hasil pengembangan pada 2023.
Setahun sebelumnya para petani di 110 sentra menanam jenis bintana, hepe, kani, serta jenis kromo, matahari, namlung, otong, petanling, dan sunan.
Pengembangan pada 2021 meliputi 134 sentra dan 2020 (30 sentra). Hingga 2022 Kementerian Pertanian merilis 114 varietas durian unggul.
Menurut Reza durian monthong identik dengan Thailand, lalu musang king identik dengan Malaysia? Bagaimana dengan durian Indonesia?
Reza mengatakan, aksesi durian Indonesia tidak perlu dijadikan sebagai varietas unggul nasional. Namun, sebaiknya menjadi varietas unggulan masing-masing daerah Indonesia yang menjadikan ciri khas masing-masing daerah.
Dari total 114 varietas durian di Indonesia yang sudah dirilis, terdapat 11 varietas unggulan, yakni namlung petaling, klamunod atau supertembaga, matahari, petruk, kromo banyumas, malika, lai mas, balqis, serombut, dan pelangi atururi.
“Setiap daerah punya kebanggaan,” kata Reza. Dengan digunakannya varietas durian asli daerah, kegiatan budi daya tidak akan mengalami kendala yang berarti karena sudah terdapat kesesuaian agroklimat.
Keragaman durian di Indonesia juga sangat tinggi. Reza menjelaskan durian berdaging merah yang ditengarai hasil persilangan antara durian (Durio zibethinus) dan durian anggang (Durio graveolens).
Sebutan anggang mengacu pada burung enggang atau rangkong yang menggemari daging buahnya.
Ada juga durian tanpa duri di kaki Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat. Jenis lain yang unik adalah durian tanpa juring (sekat) alias compartmentless durian. “Edibel portion bisa 50 persen,” kata Reza.
Hal itu terjadi karena daging buah mengumpul dan tanpa sekat. Lazimnya satu buah durian memiliki lima juring.
Riset durian tanpa sekat masih terbatas, bisa jadi bagus untuk batang bawah dalam perbanyakan bibit durian.
Selain keunikan itu yang menggembirakan musim panen si raja buah juga beragam. Sekadar contoh panen raya di Pasuruan pada Juli—September, Lima Puluh Kota (April—Juli), Lebak (Oktober—Desember), dan Agam (Januari—Maret).
Artinya ketersediaan buah durian di Indonesia sepanjang tahun. Meski demikian, hanya 6 persen produksi durian yang mengisi pasar ekspor, sedangkan 90 persen mengisi pasar domestik. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati posisi ke-5 sebagai eksportir durian dan nomor 10 di dunia.
Selama ini Thailand dan Tiongkok mendominasi perdagangan durian di dunia. Thailand sebagai eksportir terbesar, sedangkan Tiongkok importir terbesar.
Pada 2018, nilai ekspor durian Thailand mencapai 1.235.547.000 dolar AS dan cenderung meningkat (2022 mencapai 3.199.002.000 dolar AS).
Data Trade Map dalam Durian Global Market Report oleh Plantation International mencatat pada 2016 volume ekspor durian dari Thailand ke Tiongkok sekitar 403.000 ton, sedangkan Malaysia 18.000 ton.
Pengembangan Bisnis
Data Asosiasi Eksportir Importir Buah-buahan dan Sayuran Segar Indonesia menyebut, setiap 1 persen kenaikan penduduk Tiongkok yang mengonsumsi durian, akan mendongkrak nilai penjualan durian 1,7 miliar dolar AS setara Rp27,63 triliun.
Padahal, penduduk negeri Tirai Bambu itu yang mengonsumsi durian belum sampai 5 persen. Hal itu berarti potensi pasar durian sangat besar. Pada 2022, Tiongkok menghabiskan 4,5 miliar dolar AS untuk konsumsi durian dan melambung 6,7 miliar dolar AS pada 2023.
Indonesia memiliki beragam keunggulan untuk mengembangkan potensi bisnis durian. “Potensi durian kita sebetulnya ada di agrotourism,” kata Reza.
Mantan Direktur Riset PT PT Mekar Unggul Sari itu mengatakan, Indonesia mampu memproduksi durian sepanjang tahun karena iklim tropis dan geografis yang yang membentang dari Aceh di barat hingga Papua. Musim panen durian di berbagai sentra itu juga berbeda-beda.
Setiap Pusat Agrowisata Durian (Durian Agrotourism Centre, DAC) memiliki varietas unggul masing-masing, karakter unik dan khas daerah setempat atau memiliki Indikasi Geografis (IG).
Hal ini memberikan kesempatan bagi setiap sentra untuk menarik wisatawan untuk mengunjungi tempat mereka. Selain itu, objek agrowisata dapat dioperasikan oleh kebun dengan ukuran kecil hingga menengah mulai dari 1—25 hektare untuk menarik pengunjung lokal dan juga turis internasional.
Mereka dapat mengunjungi berbagai agrowisata durian di Indonesia setiap saat sepanjang tahun, tergantung pada musim panen masing-masing daerah, dan pada saat yang sama mengunjungi wisata lainnya, seperti budaya, pegunungan, pantai, dan tempat bersejarah.
Pengembangan bisnis durian juga memberikan efek domino berupa jasa lainnya, seperti seperti akomodasi, transportasi, makanan dan minuman, serta cendera mata.
Praktisi pupuk dan tanaman hortikultira, Catur Dian Mirzada, mengatakan kunci dalam membangun durian Nusantara adalah petani cerdas, negara mendukung, dan durian Indonesia mendunia.
“Petani sebagai pelaku budi daya harus paham merawat durian (on farm) dan memasarkan (off farm),” kata Marketing Manager produsen pupuk PT Meroke Tetap Jaya itu.
Durian-durian Indonesia harus memiliki “nama” yang lebih baik jika terdaftar resmi (jaminan dan tanggung jawab genetik), harus adaptif, produktif, tersebar, dan memiliki nilai jual yang baik.
Durian unggul idealnya memiliki edible portion atau porsi yang bisa dikonsumsi hingga 40 persen, warna, dan rasa yang menggoda.
“Konsumen bisa ‘mengulang’ enaknya, mudah, dan tersedia. Jangan menjadi durian siluman,” kata Catur. Durian siluman maksudnya ketika konsumen hendak mencari kembali, durian itu “menghilang” atau tidak tersedia di pasaran.
Salah satu masalah budi daya durian di Indonesia adalah tingkat keberhasilannya rendah, yaitu hanya 30,3 persen.
Penjualan bibit durian bersertifikat setiap tahun rata-rata 1.416.647 batang atau setara penanaman 14.616,4 ha per tahun. Populasi durian rata-rata 100 tanaman per ha. Namun, tambahan luas areal panen durian dalam 11 tahun terakhir hanya 48.689 ha. Artinya, setiap tahun hanya bertambah 4.426,3 ha.
Masalah lain seperti anggaran, sumber daya manusia/tenaga kerja, persoalan budi daya (kebutuhan air, cara memangkas cabang, pengendalian hama dan penyakit tanaman, mengatur pupuk organik dan pupuk anorganik).
Sekadar contoh, anggaran mengebunkan durian mencapai Rp117.370.000 per hektare per tahun. Petani idealnya menyediakan air selama pertumbuhan durian (berumur 1—2 tahun) yakni 5 liter per 1 m2 per hari. Namun, ketika umur tanaman lebih dari 3 tahun, kebutuhan itu terpenuhi dalam 2—3 hari. “Kekurangan dan kelebihan penyiraman sama bahayanya,” ujar Catur.
Oleh karena itu, negara harus mendukung riset-riset terkait durian, membuat regulasi yang mendukung perdurianan, dan memfasilitasi kegiatan produksi agar lebih maksimal. Kerja sama antara para peneliti, akademikus, dan para petani diperlukan untuk menggarap pasar durian yang sangat besar. (Antara/Tim Kalimantanpost.com)
*) Penulis adalah Ketua 3 Perhorti dan dosen di Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Pakuan.