Oleh : H AHDIAT GAZALI RAHMAN
Akhir-akhir ini sering mendengar kata ‘omon-omon’ diucapkan oleh yang sangat berkuasa di negeri ini, namun tidak semua warga Negara Indonesia memehami apa itu arti kata tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), omon-omon memiliki makna yang beragam, namun secara umum merujuk pada percakapan, berbincang-bincang, atau berdialog. Istilah ini juga bisa digunakan dalam konteks yang lebih luas, seperti “ngomong-ngomong”, yang berarti sambil berbincang-bincang atau sekadar bercakap-cakap. Jika merujuk pendapat yang lebih luas, omon-omon bisa diartikan sama dengan cuap-cuap atau omong kosong yang berlandasan kepada teori saja. Tapi jika merujuk pada penggunaannya dalam sebuah kalimat, omon-omon artinya omong-omong.
Ini merupakan kata plesetan dari “omong-omong” yang berarti hanya omongan saja. Omon-omon juga bisa bermakna pandai berbicara, tapi tidak pandai eksekusi. Artinya, seseorang hanya mampu beretorika, tapi tidak bisa mengaplikasikan gagasan yang ia kemukakan kepada banyak orang. Dengan bahasa yang umum, omon-omon dapat diartikan orang yang hanya mampu berkata tapi berbuat apa-apa.
Islam sebagai agama lengkap mengatur umat dari sejak mau tidur hingga bangun tidur, tentu tidak mau menjadikan umat orang yang hanya mampu ber ‘omon-omon’, tapi orang mampu melakukan sebuah kebaikan. Dalam Islam sangat dianjurkan orang yang melihat sebuah kemungkaran, maka dia harus membenarkan tangannya, tak mampu maka dengan mulut, tangannya, tak mampu baru dengan hatinya, ini serendah-rendahnya, dan orang yang melakukan terlahir orang lemah imannya.
Hal sebagaimana hadis, “Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya dia ubah dengan tangannya (kekuasaannya). Kalau dia tidak mampu hendaknya dia ubah dengan lisannya dan kalau dia tidak mampu hendaknya dia ingkari dengan hatinya. Dan inilah selemah-lemahnya”. (Muslim). Amar ma’ruf nahi munkar menjadi salah satu pokok dalam agama. Islam akan tegak jika masih ada amar ma’ruf nahi munkar. Islam melemah jika amar ma’ruf nahi munkar juga melemah. Allah Taala menyebutkan bahwa ciri umat ini adalah menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, dan itu ad
alah syarat bagi mereka untuk bisa menjadi ummat terbaik. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, “Kalian adalah umat terbaik yang pernah dikeluarkan untuk manusia, kalian mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran”. (QS. Ali Imran : 110)
Maka tanggung jawab seorang umat Islam, lebih lagi seorang pemimpin muslim itu sangat berat. Mereka punya kewajiban mencegah kemungkaran, mengingkari kemungkaran, dan menghilangkan kemungkaran di tengah masyarakat. Karena mereka yang punya kuasa, aparat, perangkat, serta angkatan perang dan senjata. Dengan kekuasaan itu mereka bisa menundukkan orang-orang yang bermaksiat kepada Allah di tengah-tengah masyarakat. Dikatakan, mengubah dengan tangan bukan wewenang setiap orang, tapi wewenang pemerintah muslim ketika muncul kemungkaran di tengah masyarakat. Karena ini sebuah kewajiban, maka mereka berdosa jika tidak melakukannya.
Ada tiga tingkatan dalam menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran, yakni: 1. Dakwah. yaitu seorang dai berdiri di masjid atau tempat manusia berkumpul, kemudian menjelaskan keburukan kepada mereka dan memperingatkan mereka supaya waspada terhadapnya; 2. Amr yaitu memerintah. Orang yang menyuruh pada kebaikan dan melarang kemungkaran adalah orang yang menyuruh manusia dengan mengatakan: “Kerjakanlah”, atau melarang dengan mengatakan: “Janganlah!”; 3. Taghyir yaitu orang yang melakukan perubahan. Orang ini mengubah dengan memulai dari dirinya sendiri lalu kepada orang lain.
Jadi kata “omon-omon” hanya merupakan kata yang disampaikan seseorang yang tidak mampu merubah suatu, atau melaksanakan suatu, orang itu hanya berangan-angat atau yaa. Menggunakan kata-kata, agar orang lain dapat bertindak sesuai apa yang dikehendaki, maka suatu kebaikan akan terjadi, jadi kata “omon-omon” diucapkan oleh orang yang tidak mempunyai kuasa untuk merubah suatu yang diangap bertentangan dengan budaya, aturan atau bahkan hukum agama.