Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Cara Islam Wujudkan Kemandirian Pangan

×

Cara Islam Wujudkan Kemandirian Pangan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Mariana, S.Pd
Guru MI Al Mujahidin II Banjarmasin

Sekarang jadi ramai hilangnya tempe dan tahu dipasaran dan bahkan melonjak mahal dipasaran, kenapa kah ini bisa terjadi, padahal saat ini memerlukan tempe dan tahu sebagai asupan gizi untuk masyarakat. Dua hari lalu, tahu dan tempe mulai menghilang dari peredaran. Tahu dan tempe sangat sulit ditemukan di pasar tradisional atau penjual keliling.

Baca Koran

Naiknya harga bahan baku kedelai impor membuat para perajin tahu di Bogor hingga se-Jabodetabek melakukan libur produksi massal mulai 31 Desember 2020 hingga 2 Januari 2021. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk protes kepada pemerintah karena tidak ada perhatian pada perajin tahu dan tempe mengenai kenaikan harga kedelai.

Dengan naiknya harga bahan baku tersebut, para perajin tahu merugi karena keuntungan mereka kian berkurang. Bahkan, Musodik mengatakan, 30 persen perajin tahu kelas kecil se-Jabodetabek sudah berhenti produksi karena tidak mendapat banyak keuntungan.

Jika tempe menjadi barang mahal, apa yang tersisa untuk rakyat yang susah mengakses daging atau makanan mewah lainnya? Selain itu, jika terjadi dalam jangka panjang, mahalnya tempe akan berakibat pada problem turunannya. Seperti meningkatnya angka kelaparan, kemiskinan, gizi buruk, dan sejumlah masalah kesehatan lainnya. Sehingga akan mempengaruhi pemenuhan kualitas gizi keluarga.

UU Cipta Kerja yang diusulkan pemerintahan Joko Widodo dan disahkan DPR RI pada 5 Oktober lalu berpotensi membawa Indonesia terjebak dalam kebiasaan impor produk pertanian. Petani pun waswas dibuatnya.

Ketua Umum Serikat Petani (SPI) Indonesia Henry Saragih mengatakan pelonggaran impor pangan tampak jelas dalam revisi UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Perlintan). UU Cipta Kerja menghapus frasa pasal 30 ayat (1) beleid itu yang berbunyi: “setiap orang dilarang mengimpor komoditas pertanian pada saat ketersediaan komoditas pertanian dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan pemerintah”. Dalam UU Cipta Kerja versi 812 halaman, pasal 30 ayat (1) diubah menjadi: “Kecukupan kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan impor dengan tetap melindungi kepentingan petani.”

Frasa “mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional” dalam pasal 15 juga ikut dihapus. Sanksi bagi orang yang mengimpor saat kebutuhan dalam negeri tercukupi dalam pasal 101 juga ditiadakan.

UU Cipta Kerja juga melonggarkan impor produk hortikultura dalam revisi UU 13/2010. Beleid setebal 812 halaman itu menghapus ketentuan “ketersediaan produk hortikultura dalam negeri dan penetapan sasaran produksi dan konsumsi” dalam pasal 88 sebagai aspek yang wajib dipertimbangkan dalam impor produk hortikultura.

The Food and Agriculture Organization (FAO) menginformasikan kenaikan harga kedelai pada Desember 2020 sebesar US$ 461 per ton, naik 6 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat US$435 per ton. (industri.kontan.co.id, 3/1/2021).

Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, kenaikan harga kedelai dunia diakibatkan lonjakan permintaan dari Tiongkok kepada Amerika Serikat (AS) selaku eksportir kedelai terbesar dunia. Kenaikan permintaan dua kali lipat dari biasanya mengakibatkan ekspor AS ke negara lainnya terganggu, termasuk ke Indonesia. (cnbcindonesia.com, 3/1/2021).

Menanggapi hal ini, pengamat kebijakan publik Emilda Tanjung, M.Si. menyatakan setiap terjadi kenaikan harga kedelai dunia, Indonesia pasti ikut terdampak dan menimbulkan keguncangan di dalam negeri. Mulai dari para pengusaha, pedagang, hingga konsumen tahu tempe, karena mayoritas kedelai yang digunakan sebagai bahan baku tahu tempe berasal dari impor, terutama dari AS.

Baca Juga :  BELAJAR DARI PENEMUAN ELEKTRON

Indonesia memang sudah lama menjadi negara importir kedelai karena produksi dalam negeri tidak bisa mencukupi konsumsi masyarakat. Menurut data, dari 3 jutaan ton konsumsi dalam negeri, hanya 300-400 ribu yang dapat dipenuhi produksi dalam negeri. Sisanya hampir 90 persen harus diimpor setiap tahunnya. Mengapa Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan kedelai dengan produksi sendiri, sehingga menjadi negara importer. Padahal memiliki lahan subur yang luas, faktor agroklimatologi mendukung, bahkan tersedia pula SDM pakar dan ahli yang banyak.

Adanya liberalisasi makin menguat setelah penandatanganan Letter of Intent (LoI) IMF. Dampaknya, penghapusan bea masuk impor yang mengakibatkan Indonesia diserbu berbagai produk impor termasuk kedelai, jagung dan sebagainya. Sejak itulah produksi kedelai lokal terus menurun, sementara importir swasta bertambah leluasa mendatangkan kedelai dari luar negeri.

Hal ini tampak dari ketidakseriusan meningkatkan produktivitas kedelai dalam negeri. Menurut data yang ada, selama kurun dua dekade lebih tidak ada penambahan luas tanam kedelai bahkan terus berkurang. Upaya pengembangan bibit varietas unggul juga makin melemah, serta tidak ada perlindungan harga di tingkat petani.

Problem mendasar yang menyebabkan kedaulatan pangan tidak pernah tercapai adalah tidak adanya visi kemandirian negara dan berkuasanya rezim neoliberal di negeri ini, yang sangat jauh dari karakter penguasa yang seharusnya. Pemerintah tanpa visi hanya akan mengikuti arahan dan kepentingan kapitalis global, sekalipun merugikan jutaan rakyatnya. Begitu pula pemerintah neoliberal adalah pemerintah yang mandul dari fungsi sejatinya, hanya sebatas regulator atau pembuat aturan dan UU. Agar dapat menghentikan ketergantungan pada impor dan kemampuan mewujudkan kedaulatan pangan, ia menyarankan kuncinya, yaitu hanya dengan menerapkan sistem politik Islam.

Jika dilihat dari kenaikan kedelai yang termasuk ke dalam bahan pokok, maka imbasnya tidak hanya kepada pengrajin atau produsen kedelai saja tapi kepada masyarakat banyak, khususnya kalangan menengah ke bawah.

Melonjaknya harga kedelai impor, disinyalir karena naiknya harga kedelai dunia yaitu melonjaknya permintaan kedelai dari China kepada Amerika Serikat selaku eksportir kedelai terbesar dunia.

Jika ditelisik lebih dalam lagi, kenaikan bahan pokok seperti kedelai bukan kali ini saja terjadi, dan tidak heran ketika kejadian yang sama akan terus berulang dan berulang lagi selama Indonesia masih memegang kuat paham kapitalisme yang masih satu muara dengan liberalisme.

Dalam paham ini, negara bebas menerima impor selama hal tersebut menguntungkan bagi negara. Kerena ketika masuknya importir dari luar, maka akan menambah devisa negara. Namun ternyata rakyatlah yang harus menjadi korban.

Tidak hanya itu, dengan membuka kran bagi importir maka pengrajin lokal akan tergeserkan, karena persaingan yang begitu ketat dengan barang dari impor yang dinilai lebih berkualitas. Inilah wajah kapitalisme liberal, yang dimana tolok ukurnya adalah kepentingan dan keuntungan untuk segelintir orang saja.

Dengan demikian, jelas kapitalisme tidaklah akan membawa manusia kepada kesejahteraan, karena ciri masyarakat sejahtera adalah terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok. Aturan-aturan dalam kapitalisme yang dihasilkan dari buah pikir manusia, aturannya tidak sesuai dengan fitrah manusia.

Baca Juga :  Tiga Pilar dalam Islam untuk Mewujudkan Keamanan

Karena hukum buatan manusia bersifat lemah terbatas dan atas dasar kebermanfaatan semata. Dengan penerapan sistem politik Islam yang akan menjalankan sistem politik dan ekonomi Islam, termasuk dalam pengelolaan pertanian. secara politik, Islam akan menjalankan politik dalam negeri dan luar negeri berdasarkan syariat Islam. Di dalam negeri, negara hadir sebagai penanggung jawab hajat rakyat, termasuk dalam pemenuhan pangan yang merupakan kebutuhan asasi. Sebab Rasulullah saw telah menegaskan fungsi pemerintah dalam hadis, “Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus (urusan rakyatnya), dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Negara Islam, akan serius mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan dengan cara menggenjot produksi dalam negeri. Islam wajib mendukung petani agar berproduksi maksimal, berupa pemberian kemudahan mendapatkan bibit unggul, mesin, atau teknologi pertanian terbaru; menyalurkan bantuan permodalan, membangun infrastruktur pertanian, jalan, irigasi, dan lainnya. Termasuk menyelenggarakan penelitian, pendidikan, pelatihan, pengembangan inovasi, dan sebagainya. Serta menerapkan hukum pertanahan dalam Islam yang akan menjamin kepemilikan lahan pertanian berada di kalangan yang memang mampu mengelolanya, supaya tidak ada lahan yang menganggur. Bahkan juga akan menghilangkan dominasi penguasaan lahan oleh segelintir orang.

Dengan pelaksanaan syariat Islam berbagai faktor penyebab distorsi pasar akan hilang, misalnya penimbunan barang, kartel, penipuan dan sebagainya yang memicu lonjakan harga secara tidak wajar. Islam juga akan menghapus para mafia pangan, di antaranya dengan cara menghilangkan peran korporasi dan penegakan sanksi sesuai Islam.

Kedaulatan pangan akan tercapai seiring visi politik luar negeri Islam. Dalam pandangan Islam, negara Islam wajib menjadi negara yang mandiri/independen. Tidak boleh tergantung dan terikat kepada perjanjian/pakta-pakta yang bertentangan dengan Islam. Apalagi sudah nyata mengancam kedaulatan negara. Allah SWT berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” (QS. An-Nisaa: 141).

Dengan demikian tidak akan terjadi ketergantungan pada impor. Sebaliknya, impor dilakukan saat dibutuhkan saja dengan sejumlah ketentuan Islam yang berlaku. Dalam negara khilafah ini, petani akan diberikan modal baik secara subsidi atau tunai. Petani akan diberikan bantuan berbagai bentuk modal, peralatan, benih, teknologi ,obat-obatan, informasi dan sebagainya.

Islam juga menjamin infrastruktur untuk memudahkan pertanian, sehingga arus distribusi lancar. Selain itu, Islam juga akan menciptakan perluasan lahan untuk menambah hasil pertanian sehingga ketika ada kenaikan permintaan barang.

Kebijakan distribusi pangan dilakukan dengan melihat setiap kebutuhan pangan per kepala. Dengan begitu, akan diketahui berapa banyak kebutuhan yang harus dipenuhi negara untuk setiap keluarga.

Petani tidak kekurangan karena sudah tersedia stok barang, stok barang di sini bukan dalam arti menimbun tapi lebih kepada persediaan barang ketika kurang. Jika Islam mampu memberikan solusi yang praktis masihkah mau berharap pada kapitalisme yang sudah terbukti kecacatannya.

Dengan mengadopsi kebijakan pangan dalam sistem Islam, kemandirian pangan akan terwujud.Untuk apalagi sistem ini diterapkan yang sangat menyengsarakan masyarakat, selama masih sistem ini yang diterapkan tidak ada jaminan sejahtera bagi masyarakat dan masalah pun semakin bertambah. Wallahu a’lam bishshawab.

Iklan
Iklan