Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Banjarmasin

Kisah Jarkuni, Penarik Becak yang Selalu Luput dari Bantuan Pemerintah

×

Kisah Jarkuni, Penarik Becak yang Selalu Luput dari Bantuan Pemerintah

Sebarkan artikel ini
Hal 10 3 Klm Tertinggal
Hal 10 2 KLm Kisah Jarkuni Gabung Foto 3 dan 4
SEBATANG KARA- Jarkuni yang hidup sebatang kara di gubuk reotnya di Gang Raudhah, Kelayan B, Kota Banjarmasin dan tampak saat masuk rumahnya sangat sederhana. (KP/Zakiri)

Pria yang kesehariannya mencari nafkah lewat kayuhan becak miliknya tersebUT hidup sebatang kara di gubuk kecil miliknya yang berdiri di tengah rimbunnya tumbuhan rawa di Gang Raudhah, Kelayan B

BANJARMASIN, KP – Terus bertahan hidup tanpa mengharap bantuan, itulah yang ditanamkan dalam kamus kehidupan Jarkani.

Baca Koran

Bagaimana tidak, penarik becak yang hidupnya bisa dikatakan jauh dari kata layak itu selalu luput atau tidak kebagian bantuan dari pemerintah.

Padahal, pria yang kesehariannya mencari nafkah lewat kayuhan becak miliknya tersebut hidup sebatang kara di gubuk kecil miliknya yang berdiri di tengah rimbunnya tumbuhan rawa di Gang Raudhah, Kelayan B, Kota Banjarmasin.

Bahkan, kondisi istana tempat ia bernaung itu cukup memprihatinkan. Seluruh bangunan kayu itu tampak lapuk dimakan usia. Dindingnya tampak ditambal sulam.

Tidak ada halaman di depan bangunan laiknya gubuk itu. Hanya ada jembatan berupa titian kayu, yang sebagian terendam air.

Di atas titian kayu itu pula, terparkir sebuah becak.

Seulas senyum mengambang dari si pemilik gubuk ketika awak media bertandang ke kediaman Jarkun Rabu (20/10) petang kemarin.

Lelaki 67 tahun itu tinggal sendirian di bangunan yang luas dan panjangnya tidak lebih dari 3 meter persegi itu.

Hampir tak nampak ada sekat yang memisahkan ruangan yang satu dengan ruangan lainnya. Di situ Jurkani tidur, di situ pula ia memasak.

Ia menceritakan, bangunan itu sudah ditempatinya sejak 2019 lalu. Hibah dari seorang dermawan yang secara sukarela memberikan kepada dirinya.

Sedangkan lahannya, meminjam dari sebuah yayasan yang membangun sekolah di kawasan itu. Setiap hari, tanpa mengenal hari libur, Jarkuni mengayuh becaknya. Mencari penumpang. Berangkat subuh, pulang petang.

Ada atau tidak hasil yang diperolehnya, bila hari sudah beranjak petang, Jarkuni selalu pulang ke rumahnya. “Saya mesti ingat umur, sudah tua. Tak apa-apa bila hari ini tidak ada uang. Besok cari lagi,” ucapnya.

Jarkuni mengaku lahir di Margasari, Kabupaten Tapin. Saat menginjak usia 10 tahun, ia diboyong kedua orang tuanya, lalu menetap di Banjarmasin.

Baca Juga :  Perumda Pastikan Tarif Parkir Roda 2 di Pasar Turun

“Saya sempat belajar hingga SMP. Tapi karena ayah saya tidak mampu lagi membiayai, saya berhenti sekolah,” ungkapnya.

Saat berhenti sekolah, lelaki murah senyum itu mengaku sempat bekerja serabutan di kawasan Kayutangi.

Mulai dari mengayuh jukung sembari mencari dan menjual kayu selama satu setengah tahun. “Kemudian, ketika tabungan saya mulai cukup untuk membeli becak, saya pun kemudian membecak hingga sekarang,” ungkapnya menceritaka .

Saat itu, Jarkuni mengaku hidupnya sudah mandiri. Meskipun, masih tinggal bersama orang tua di kawasan Mutiara 11, Banjarmasin Timur.

“Hingga akhirnya, kedua orang tua saya jatuh sakit. Kami pun menjual satu-satunya rumah yang kami miliki,” kisahnya.

Sepeninggal orang tuanya, Jarkuni masih menarik becak hingga ia mempersunting seorang istri. Ia tinggal berpindah-pindah, dari kontrakan yang satu ke kontrakan lainnya.

Dari pernikahannya, Jarkuni mengaku tidak dikaruniai anak. Lalu, ketika sang istri wafat pada 2014 silam, ia pun lalu memutuskan untuk tinggal di bangunan yang kini menjadi rumahnya itu.

Selama tinggal di situ, Jarkuni mengaku hanya sekali mendapatkan bantuan pemerintah kota (pemko) setempat. Tepatnya, tahun 2020 lalu.

Benar saja, disana terlihat sebuah wadah besar yang awalhya berisi banyak kebutuhan pokok, kini hanya menyisakan wadah besarnya saja.

Di wadah itu, tampak stiker bertuliskan ‘Banjarmasin Barasih wan Nyaman’.

Saat ditanya apakah ia tidak pernah melaporkan kondisi yang dialaminya tersebut ke ketua RT setempat, Jarkuni malah tersenyum.”Saya tidak pernah melapor ke RT agar bisa didaftarkan untuk mendapatkan bantuan,” ungkapnya.

“Karena kata orang-orang, saya tidak dapat jatah bantuan, ya saya tidak melapor. Tidak apa-apa kalau memang tidak mendapatkan bantuan. Saya masih bisa menarik becak,” tambahnya.

Di kediamannya, tampak ada fasilitas elektronik berupa tv tabung. Tapi, kondisinya sudah rusak alias hanya sekadar pajangan.

“Listrik ini dipasang oleh seseorang. Saya lupa siapa. Mengisinya pakai pulsa. Bila ada rezeki lebih, saya isi. Hanya saya gunakan untuk penerangan saja,” ungkapnya.

Sebagai penarik becak, Jarkuni mengaku sadar bahwa kini tak mungkin mendapatkan penghasilan banyak. Alasannya, orang-orang sudah banyak menggunakan alat transportasi pribadi.

Baca Juga :  Sebanyak 14 Nama Terjaring, Kesbangpol Bentuk FKDM Kota Banjarmasin

Maka, keputusan nekat pun diambilnya. Jarkuni mengaku tak pernah menolak calon penumpang. Berapapun uang yang ditawarkan si calon penumpang, tarikan selalu diambilnya. Yang penting, ada pemasukan.

“Mau Rp2 ribu atau berapa pun, saya ambil. Yang penting ada penghasilan yang bisa dibawa pulang,” ucapnya.

Dituturkan Jarkuni, bia ada penghasilan, biasanya langsung ia belikan beras untuk dimasak. “Makan nasi pakai kecap atau makan nasi saja tidak apa-apa. Yang penting perut masih bisa terisi. Kalau tidak ada yang dikonsumsi, saya memilih puasa,” ungkapnya, kemudian tergelak.

Jarkuni menceritakan sebuah kisah yang pernah dialaminya. Suatu ketika, di malam hari berbarengan padamnya listrik, Jarkuni tiba di rumahnya. Saat hendak memarkir becaknya di titian, ia terjatuh ke sungai. Pun demikian dengan becaknya.

“Ada banyak warga yang melintas dan melihat saya terjatuh. Tapi tak ada satu pun yang menghampiri saya. Malah ada warga yang tertawa. Saya benar-benar heran bila mengingat hal itu. Ada-ada saja,” tuturnya.

Akan tetapi, akibat dari peristiwa itu, Jarkuni mengaku semakin sadar bahwa dirinya harus berusaha sendiri. Jangan mengharap bantuan orang lain. Tapi sebaliknya, teruslah menjadi diri yang membantu orang lain.

“Lagi pula, siapa yang peduli dengan nasib orang miskin seperti saya ini. Tidak apa-apa bila tidak dibantu. Saya masih bisa berusaha sendiri. Dan harus terus membantu orang-orang yang memerlukan bantuan,” tegasnya.

Kisah Jarkuni yang tak pernah pilah pilih penumpang dan ramah itu terkenal di kalangan sesama penarik becak di tempat mangkalnya yakni di kawasan eks Losmen Sinar Dodo

“Beliau, orangnya ramah. Ditawar berapa saja upahnya, beliau ambil. Ia tidak pernah pilah-pilih penumpang,” ucap Amang, salah seorang, penarik becak di situ.

Dari kisah Jarkuni, ada pesan berharga kepada kita sebagai manusia, bahwa hidup mesti sering dan saling membantu. Dan tentunya, jangan pernah mengharap imbalan. (Zak/K-3)

Iklan
Iklan