Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Mencetak Generasi Emas

×

Mencetak Generasi Emas

Sebarkan artikel ini
Iklan

Oleh : Muhammad Aufal Fresky
Magister Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya, Penulis buku Empat Titik Lima Dimensi

Sekolah merupakan tempat untuk mencetak generasi unggul. Dalam hal ini, guru menjadi aktor sentral yang berperan untuk melejitkan potensi anak generasi-generasi tersebut. Bukan sekadar menjejali dengan ragam ilmu dan pengetahun. Namun juga memantau dan memina terus menerus perkembangan jiwa dan mentalitas anak didiknya. Itu pun kalau benar-benar mendambakan lahirnya generasi emas. Apalagi, krisis karakter dan moralitas masih menjadi persoalan utama yang wajib dituntaskan. Menteri pendidikan silih berganti; demikian juga dengan perombakan kurikulum juga sudah didesain agar sesuai dengan tuntutan zaman. Namun, ternyata problem seputar dunia pendidikan, masih menumpuk. Belum lagi, sebagian anak-anak sekarang seolah sukar untuk diatur dan didisiplikan. Banyak yang sudah mulai berani melawan gurunya dengan terang-terangan. Bahkan, melontarkan kata-kata kasar. Bahkan ada juga nekad melakukan kekerasan terhadap gurunya sendiri.

Baca Koran

Ditambah lagi, guru-guru kita semakin dilematis ketika dihadapkan pada sebuah aturan terkait kekerasan terhadap siswa. Padahal, mungkin di hati sanubarinya ingin menegur dan menghukum demi menyadarkan dan membangun akhlak anak didiknya. Tapi, di sisi lain, ada kegamangan dan ketakutan tersendiri bisa terjerat UU terkait kekerasan terhadap anak. Ini menjadi persoalan yang cukup pelik. Padahal, sebagian anak didiknya doyan melawan, membantah, dan tidak mempan ditegur secara halus. Lantas, apakah akan dibiarkan begitu saja ketika ada siswa yang berkelahi, ribut, dan susah diatur? Tentu jawabannya: Tidak. Mereka yang bersikap tidak sopan dan melanggar aturan sekolah harus ditegur dengan keras dan dihukum. Sebab, jika dibiarkan begitu terus, dampaknya nanti sang anak akan menganggap perbuatan tersebut biasa-biasa saja. Padahal menyimpang dan tidak baik. Ini sangat berpengaruh terhadap karakter sang anak saat ini dan di masa depan.

Baca Juga :  Mencetak Generasi Emas

Lagi-lagi peran guru kembali disoroti. Bagaimana kok bisa banyak terjadi kenakalan dan penyimpangan perilaku di kalangan remaja? Tentu ini tidak bisa semua kesalahan langsug dilimpahkan kepada guru. Sebab, yang membentuk kepribadian seorang anak itu banyak faktor. Seperti halnya orangtua, teman, lingkungan pergaulan, media digital, dan semacamnya. Termasuk segala hal yang dilihat, didengar, dan ditonton oleh sang anak itu juga sangat berpengaruh besar dalam perkembangan jiwa dan mentalitasnya. Apalagi, seperti yang sudah kita ketahui bersama, masa remaja ini biasanya masa-masa pencarian jati diri. Tak heran jika banyak remaja yang kadang bertingkah ‘aneh-aneh’ sebab ingin menunjukkan dirinya. Ingin dilihat, dipuji, dan diapresiasi. Ingin menjadi pusat perhatian. Darah mudanya mendidih. Rasa penasaran dan keingintahuannya terhadap hal-hal baru sangat tinggi. Kadang tidak memperdulikan itu melanggar norma agama dan norma hukum atau tidak.

Melihat fenomena dan kenyataan semacam itu, peran guru sebagai pendidik dan pembimbing memang perlu dikuatkan. Mesti merasa benar-benar terpanggil untuk membina watak anak didiknya. Bukan sekadar datang ke sekolah, masuk kelas, mengisi presensi, ngajar, ngasih PR, lalu pulang. Tidak peduli dengan keadaan kelas. Tidak begitu memperhatikan kepribadian setiap anak didiknya. Padahal, saya rasa, itu sangat penting. Anak didik kita perlu dipantau dan dibimbing pelan-pelan agar mulai mengerti dan memahami mana perkataan yang baik dan buruk, mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Dalam hal ini, keteladanan sang guru sangat penting dalam mempengaruhi perkembangan emosional anak didiknya. Sebab, tingkah polah sang guru pasti diamati dan dinilai oleh siswa. Keteladanan yang saya maksud di sini adalah sang berupaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan; baik perkataan maupun perbuatannya. Sehingga, anak didiknya merasa segan, menghargai, dan benar-benar menghormati sang guru. Dengan begitu, anak didiknya juga bisa terdorong untuk menjiplak karakter luhur dari gurunya tersebut. Di sinilah peran guru sebanarnya. Yaitu mendidik jiwa dan membangun keluhuran budi siswa-siswinya. Begitulah salah satu tujuan utama pendidikan nasional kita. Bukan hanya meningkatkan intelektualitas atau membentuk insan akademis. Bukan juga hanya sekadar memberikan bekal kecakapan hidup. Lebih dari itu, yaitu membangun karakter generasi bangsa.

Baca Juga :  Alquran sebagai Bacaan dan Pedoman Hidup

Seperti yang telah tercantum dalam Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003, fungsi pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dari paparan di atas, bisa sedikit ada gambaran dalam benak kita, yaitu bahwa peran guru sebenarnya bukan hanya sebagai pengelola pembelajaran. Bukan sekadar merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran. Namun juga bagaimana agar anak didiknya memiliki kepribadian yang mulia. Bagaimama mencetak generasi bangsa yang nasionalis, religius, dan siap mengabdi sepenuh hati kepada agama, nusa, dan bangsa. Tidak hanya itu, guru juga berperan dan bertanggung jawab dalam mengasah dan mengembangkan kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan spiritual siswa-siswinya. Sebab itulah, bangsa ini memerlukan kehadiran guru yang mampu mengajar, mendidik, melatih, memimbing, dan mengarahkan anak didiknya. Sebab itulah, dibutuhkan kompetensi, integritas, komitmen, dan kesediaan mengabdi secara totalitas untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia. Yakni generasi cemerlang yang memiliki keelokan perangai, cerdas, memiliki empati dan simpati terhadap sekitarnya, dan siap berdedikasi penuh untuk Tanah Air-nya.

Iklan
Iklan