Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Olahraga

Soal Kasus Cedera Parahnya Citta, Pentingnya Fair Play dan Penerapan Filosofi Karate dalam Setiap Event

×

Soal Kasus Cedera Parahnya Citta, Pentingnya Fair Play dan Penerapan Filosofi Karate dalam Setiap Event

Sebarkan artikel ini
IMG 20250303 WA0037
Citta Anantara Permadi berusaha memukul lawan ke perut, tapi lawannya mengincar lutut kaki saat pertandingan final seleksi karate putri Popda Banjarbaru. (Kalimantanpost.com/Repro pribadi)

BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Cedera cukup parah dibagian lutut dialami siswi SMPN 1 Banjarbaru saat bertanding dalam partai final Popda Banjarbaru melawan Khanza M yang berlangsung di Banjarbaru, Rabu (26/2/2025) lalu mendapat perhatian berbagai pihaknya.

Pasalnya, Khanza yang tertinggal 1-7 bukannya memukul bagian badan untuk mengejar poin, sebaliknya mengincar kaki bagian lutut lawannya beberapa kali hingga cedera parah dan kesulitan bertanding. Citta pun akhirnya kalah 7-8.

Baca Koran

Salah seorang pengamat olahraga Kalimantan Selatan, Ma’ruful Kahri mengungkapkan prinsip pertandingan karate senantiasa menjadi kewajiban dasar bagi semua atlet dan pelatih.

“Kewajiban dimaksud sebuah keniscayaan semua atlet memegang teguh filosofis olahraga karate. Diantaranya adalah karate di awali dengan memberi hormat dan di akhiri dengan penghormatan. Maknanya jika atlet tersebut ingin di hormati orang lain, senantiasa menghormati sparing tandingnya. Kepatuhan dan penghormatan adalah hal yang harus dilakukan oleh setiap orang,” ujarnya, Senin (3/3/2025).

Ditambahkan dosen Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (JPOK) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) di Banjarbaru ini, sikap hormat terhadap lawan merupakan hal sangat penting dalam setiap pertandingan karate-do.

“Seorang Karate-ka harus mampu menjalankan etika sopan santun selama pertandingan kepada siapa-pun, dan dimana-pun. Ingat sparing tandingnya bukan musuh tetapi lawan bertanding yang memegang prinsip sport fair play.
Sport fair play adalah suatu bentuk harga diri yang tercermin oleh kejujuran dan rasa keadilan, rasa hormat terhadap lawan baik dalam keadaan kalah maupun menang,” ujarnya.

Dijelaskan Ma’ruful, selain rasa hormat atau rispek kepada sesama pemain juga terhadap wasit maupun staf pertandingan lainnya.

“Seorang Karate-ka dapat dikatakan fair play apabila dia melakukan sesuatu perbuatan terpuji yang mencakup lebih dari hanya sekadar tunduk 100 persen pada peraturan tertulis,” tandas pengurus KONI Kalsel ini.

Baca Juga :  Timnas Indonesia Hanya Diperkuat Satu Pemain Abroad, Ini Para Pemain Jam Terbang Tinggi di Liga 1

Pelaksanaan fair play, lanjut dia, harus ditandai oleh semangat kebenaran dan kejujuran dengan mematuhi aturan olahraga yang berlaku baik tersirat maupun tersurat.

“Sikap fair play merupakan komitmen untuk berkompetisi dalam semangat yang baik dan mendorong sikap yang baik terhadap olahraga yang mencakup rasa hormat, kerendahan hati, kemurahan hati, dan persahabatan,” ucapnya.

Ditambahkan Ma’ruful, nilai fair play melandasi pembentukan sikap, dan selanjutnya sikap menjadi landasan perilaku dengan rincian sebagai berikut yaitu
karate merupakan alat pembantu dalam keadilan.

“Pertama-tama, kontrol dirimu sebelum mengontrol orang lain. Semangat yang utama, teknik kemudian.
Senantiasa siap untuk membebaskan pikiranmu.
Kecelakaan timbul karena kecerobohan. Janganlah berpikir, latihan karate hanya bisa dilakukan di dojo.
Mempelajari karate perlu waktu seumur hidup dan tak ada batasan. Masukkan karate dalam keseharianmu, maka kamu akan menemukan Myo (rahasia yang tersembunyi),” ujarnya.

Diungkapkan Ma’ruful, karate seperti air mendidih, jika tidak dipanaskan secara teratur akan menjadi dingin.
Janganlah berpikir harus menang, tetapi berpikirlah tidak boleh kalah.
Filosofi karate Dikutip dari buku Low Impact Games (2008) oleh Esnoe Sanoesi, karate sesungguhnya memiliki nilai filosofi yang tinggi.

Salah satu dari sekian banyak nilai filosofi yang ada adalah ilmu bela diri. “Artinya, karate bukan untuk menyerang tetapi untuk mempertahankan diri. Namun, pada kenyataannya, semua karateka dalam pertandingan karate pasti menginginkan kemenangan secepatnya,” pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, kurangnya jiwa sportifitas atlet dan tak jelinya wasit juri dalam memimpin pertandingan membuat atlet karateka putri Citta Anantara Permadi. Siswi SMPN 1 Banjarbaru ini mengalami cedera cukup parah di bagian lututnya saat bertanding dalam partai final melawan Khanza M yang berlangsung di Banjarbaru, Rabu (26/2/2025). Awalnya, Citta yang masih sekolah SMPN 1 Banjarbaru ini tak gentar menghadapi Khanza yang duduk dibangku SMAN 3 Banjarbaru.

Baca Juga :  Resmi Teken Kontrak, Hargianto jadi Amunisi Anyar Barito Putera

Suatu momen, Citta melakukan serangan dan terjatuh. Khanza yang melihat momen itu langsung menginjak kaki Citta dan wasit juri tak melerai. “Waktu itu Citta terjatuh dan Khanza memanfaatkannya menginjak kaki Citta hingga mengalami cedera lutut. Citta pun diperiksa tim medis, tapi Khanza yang menginjak lutut Citta secara sengaja tidak diberi pelanggaran oleh wasit, pertandingan. Pertandingan malah dilanjutkan,” cerita Nita, orangtua Citta, Rabu (27/2).

Seharusnya, lanjutnya, wasit juri memberikan teguran agar Kanza tak melakukan gerakan mencederai lawan dan bertanding sportif walau pun sudah ketinggalan jauh. Walau mengalami cedera lutut, Citta pantang menyerah dan terus memberikan perlawanan sengit. Namun, Khanza yang lebih senior malah mengincar kaki Citta yang luka.

“Semoga jangan terulang kembali,” ujar Ma’ruful. (ful/KPO-3)

Iklan
Iklan