Dalam kondisi normal bisa terjual ratusan kilo buah lokal dan impor setiap harinya sedangkan saat musim hujan seperti ini menjual 50 kilo saja sudah sangat berat.
BANJARMASIN, KP – Memasuki musim hujan yang turun rutin sulit diprediksi, membuat penjual buah lokal dan impor merugi karena sepi pembeli.
“Musim buah lokal dan panen serentak dibeberapa sentral penghasil tidak membuat penjual buah eceran bisa meraup omzet lebih pasalnya musim hujan yang turun setiap harinya membuat penjualan buah turun hingga 40 persenan jika dibanding dengan kondisi nomal,” jelas Amin penjual buah lokal dan impor dikawasan Sultan Adam kepada wartawan kemaren siang.
Sekalipun harga buah lokal dan impor sangat stabil namun penjualan sepi pembeli pasalnya musim hujan seperti ini jarang masyarakat membeli buah termasuk para penjual es jus dan buah yang mulai mengurangi pembeliannya.
Buah lokal yang kami jual cukup terjangkau seperti kestela hawai dijual hanya Rp6000,- per kilonya, semangka Pelaihari yang terkenal manisnya dijual Rp5000,- per kilonya harganya sudah turunkan Rp1000,- karena musim hujan seperti ini semangka dan kestela cepat busuk dan mangga jenis gadung.
Sedangkan buah impor ada anggur hitam dijual Rp70,000 per kilo dan anggur merah Rp40,000,- per kilo, buah pier Rp20,000,- per kilo, apel fuji dijual Rp20,000,- per kilo, apel madu Rp40,000,- per kilo sedangkan jeruk lemon Rp45,000,- per kilo.
Dalam kondisi normal bisa terjual ratusan kilo buah lokal dan impor setiap harinya sedangkan saat musim hujan seperti ini menjual 50 kilo saja sudah sangat berat.
Dijelaskan Amin, yang menjual buah dengan menggunakan armada pik up biasa yang paling banyak membeli itu pelangggan para penjual es buah dan jus 1 orang bisa membeli lebih dari 20 kilo dengan berbagai buah pilihan seperti alfukat, nenas madu, apel, semangka hingga buah melon.
Untuk ibu rumah tangga biasanya lebih memilih buah semangka, pepaya, melon, alfukat hingga anggur dan buah naga merah itupun membeli hanya secukupnya saja.
Saat ini buah lokal seperti tiwadak, langsat, durian, rambutan dan papaken mulai kuasai pasar hingga mengalahkan buah impor yang selalu ada tanpa mengenal musim apalagi
“ Saya menjual buah semangka Rp7000 per kilo turun menjadi Rp5000,-, buah lengkeng dari Rp35,000,- turun menjadi Rp25,000,- pe rkilo begitu juga buah naga asal Pelaihari dari Rp28,000,- turun menjadi Rp25,000,- per kilo meskipun harga turun namun sepi daya beli karena musim hujan ini,” sebutnya.
Penjualan buah lokal atau import akan naik jika pada saat musim panas pembeli paling banyak paman penjual es campur dan ibu rumah tangga.
Ribut penjual es campur dikawasan Kayu Tangi menjelaskan, musim hujan yang tidak mengenal waktu ini membuat ia bersama teman-teman kehilangan pelanggannya, dalam sehari kondisi normal bisa terjual es campur miliknya hingga 30 mangkok.
“Dalam kondisi hujan seperti ini 20 mangkok saja sangat berat terjual sehingga rombong bergerak yang saya miliki ini setiap harinya lebih banyak liburnya dari pada jualannya,” keluh bapak 3 anak ini. (hif/K-1)