Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Gugatan Korban Banjir Dikabulkan : Solusikah Bagi Rakyat?

×

Gugatan Korban Banjir Dikabulkan : Solusikah Bagi Rakyat?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Muhandisa Al-Mustanir
Pemerhati Kebijakan Publik

Memasuki akhir tahun dengan cuaca yang didominasi curah hujan agaknya sekarang menjadi trauma tersendiri bagi masyarakat Kalsel. Tentu masih sangat jelas diingatan semua bencana banjir besar yang menimpa hampir seluruh wilayah Kalsel pada akhir tahun lalu sampai pada awal 2021. Bencana banjir yang dialami tahun lalu, seolah menjadi tamparan keras bagi masyarakat Kalsel agar menyadari bahwa Kalimantan tak selalu terhindar dari yang namanya bencana alam selayaknya pulau-pulau lain di Indonesia.

Baca Koran

Sekaligus menyadarkan akan adanya kelalaian dari pemeritah daerah dalam menyikapi masalah ini. Diakibatkan kerugian yang sangat besar, banyaknya nyawa melayang, harta yang hilang dan sulitnya orang untuk mendiami tempat tinggalnya, membuat masyarakat Kalsel menuntut adanya tanggung jawab dari pemerintah setempat dengan mengajukan gugatan ke Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Setelah proses hukum berjalan, maka keputusan dari PTUN yang diberikan pada Rabu 28 September 2021 kemarin memutuskan bahwa ada sebagian dari gugatan masyarakat pada pemerintah yang dikabulkan. Sebagaimana yang dikutip dari TEMPO.CO, Banjarmasin (30/09/2021)-

Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin memenangkan sebagian gugatan korban banjir terhadap Gubernur Kalimantan Selatan. Gugatan dilayangkan oleh korban banjir besar yang terjadi di wilayah itu pada awal tahun ini. Dalam putusannya, hakim mewajibkan sistem peringatan dini banjir di Kalimantan Selatan diperkuat. Pemerintahnya diminta belajar dari pengalaman bencana banjir besar yang terjadi pada Januari lalu.

Meski seolah bisa merasa senang dengan adanya putusan pengadilan ini, ternyata tidak bisa merasa tenang begitu saja, disebabkan tidak semua tuntutan yang diajukan masyarakat dikabulkan oleh pengadilan.

Salah satunya adalah terkait dengan tuntutan ganti rugi materil maupun non-materil. Ini diaku penggugat melalui Koordinator Tim Advokasi Korban Banjir Kalsel, M Pazri, bisa diterima. Alasannya, sulit mengumpulkan bukti kwitansi dan nota perbaikan pascabanjir dari para warga korban yang diwakilinya. Oleh karenanya keputusan pengadilan hanya memberikan kewajiban bagi tergugat untuk meningkatkan peringatan sebelum terjadi bencana serta keterbukaan informasi.

Meski seolah gugatan ini dimenangkan oleh rakyat, namun pada hakikatnya rakyat tak pernah dapat tanggung jawab yang seharusnya diberikan oleh pemerintah, sekalipun ada point perbaikan tadi.

Adanya peringatan terjadinya bencana, bukanlah solusi sama sekali agar kejadian yang sama tidak terulang lagi. Kalaupun nanti masyarakat mendapat informasi lebih dulu tentang kemungkinan adanya bencana banjir, tetap saja tidak menghilangkan dampak besar yang akan diterima masyarakat, ditambah dampak yang mereka rasakan tak sedikitpun diganti kerugiannya oleh pemerintah. Jadi, hasil dari keputusan ini sebenarnya hampir tak ada bedanya meski tidak ada putusan sekalipun.

Baca Juga :  Palestina Memanggil. Sampai Kapan Dunia Tuli?

Harusnya rakyat tidak langsung menerima putusan ini mentah-mentah dan merasa senang karna sebagian tuntutannya dikabulkan, namun masyarakat sendiri harus paham akar masalah adanya bencana banjir ini, dan juga mesti paham peran dari pemerintah dalam mengurusi rakyatnya. Akar masalahnya, tentu bukanlah faktor alam sama sekali, karena sejak dulu Kalimantan Selatan terkenal akan sungai-sungainya banyak dan juga hutan-hutannya yang lebat, maka dari segi geografis dan geologis, harusnya wilayah sangat mungkin terhindar dari berbagai bencana alam, termasuk banjir dan longsor.

Tak seperti bencana alam lain seperti gunung meletus, banjir dan longsor dapat terjadi karna adanya kerusakan alam yang luar biasa seperti pengerukan tanah, penebangan hutan, hingga penutupan aliran air seperti sungai yang dari tahun ke tahun semakin hilang. Adanya kerusakan alam yang luar biasa ini, sebetulnya tidak hanya faktor abainya masyarakat akan kelestarian lingkungan, namun pelaku utamanya adalah para perusahaan swasta yang menjalankan bisnis ala Kapitalis, yaitu yang tujuannya hanya mengeruk keuntungan dan tak bertanggung jawab atas kerusakan.

Dari masalah ini harusnya belajar, bahwa tak hanya abai dalam melestarikan lingkungan tempat kita tinggal, tapi kita juga abai dan tidak perduli akan adanya pihak yang merusak alam dan mengambil sumber dayanya demi keuntungan pribadi. Dan pihak asing ini, dimuluskan jalannya oleh para oligarki yang duduk di bangku kekuasaan. Lantas siapa yang terkena dampaknya? Masyarakatlah yang menanggung semuanya, sedang para elit penguasa dan pengusaha tak tersentuh sedikitpun dampak bencana alam tersebut.

Oleh sebab itu, jika seandainya paham akar masalah ini, tentu tak hanya mengajukan tuntutan untuk adanya peringatan sebelum bencana atau ganti rugi, tapi haruslah menuntut agar tidak ada lagi pihak-pihak asing yang merusak alam dan akhirnya menyebabkan bencana. Namun sayangnya, di sebuah wilayah yang sistem Kapitalisme Kroni nya sangat kuat, tentulah akan terasa mustahil bisa menyelesaikan akar masalah ini. Karena bagaimanapun juga, hubungan penguasa dan pengusaha di sistem Kapitalisme bagaikan simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan dan menjadi tujuan bagi berlangsungnya sistem ini. Jadi jika berharap adanya solusi dari sistem Kapitalisme ini, sama saja seperti menggali lubang kuburan sendiri.

Baca Juga :  Laskar Pelangi

Meski mustahil mengharapkan solusi dari sistem Kapitalisme yang masih berjalan ini, Ternyata ada sebuah solusi fundamental yang bisa lihat sebagai alternatif, yaitu dengan Sistem Islam.

Islam dengan syariatnya sudah sangat jelas mengatur terkait dengan pengelolaan sumber daya alam, Bahwasanya sumber daya alam itu adalah milik umat (umum) yang dikelola langsung oleh negara dan haram hukumnya diserahkan pada individu (swasta) sebagaimana hadist Rasulullah SAW, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Hal ini, tentu tak hanya sekedar demi tercapainya kesejahteraan umat manusia, namun juga menghindarkan dari adanya eksploitasi alam yang dilakukan oleh manusia, sehingga manusia dan lingkungan tempatnya hidup bisa berdampingan dan mengambil manfaat secukupnya.

Selain itu, mungkin juga tidak bisa melupakan salah satu firman Allah SWT, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar-Rum : 41)

Oleh karenanya, bisa jadi segala bentuk bencana yang dihadapi hari ini adalah teguran dari Allah SWT. Akan perilaku manusia yang sangat jauh dari menjalankan syariatnya. Padahal tahu dan yakini bahwa syariat itu adalah petunjuk dari Allah untuk mengarahkan pada jalan yang benar dan yang terbaik. Namun manusia hari ini malah cenderung mengikuti hawa nafsunya sebagaimana yang terjadi di sistem Kapitalisme, maka wajar Allah sampaikan bahwa kerusakan itu adalah hasil dari tangan manusia sendiri.

Maka, jika menginginkan solusi yang mengakar dan pasti akan menyelesaikan masalah, tidak ada salahnya mengikuti aturan hidup yang sudah dibuat oleh sang Pencipta dan dibawa oleh sebaik-baik manusia, bukan berharap pada sistem rusak seperti Kapitalisme. Insyaallah, tidak hanya terhindar dari segala kerusakan, tapi juga akan hidup dalam berkah dan Rahmat Allah SWT, yang mana inilah sebenar-benar tujuan hidup manusia, terutama sebagai seorang Muslim/muslimah. Wallahu A’lam Bishawab

Iklan
Iklan