Termasuk diusahakan seperti untuk bisnis sarang walet hasilnya merupakan TPPU
BANJARMASIN, KP – Dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) kepada terdakwa Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) non aktif Abdul Wahid diperkuat keterangan saksi ahli pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Senin (25/7).
Pada sidang yang berlangsung secara virtual tersebut, Ahli bidang TPPU Ardhian Dwiyoenanto menyatakan, uang hasil kejahatan yang ditabung merupakan penyamaran yang dapat dikatagorikan sebagai dugaan TPPU.
Ahli yang berasal dari Kantor Pusat Pelaporan Analsis Transaksi Keuangan (PPATK) Jakarta ini, menyebutkan aset yang dibeli dari uang tindak kejahatan walaupun digunakan untuk kepentingan sosial, seperti untuk tempat ibadah, tetapi dapat dikatakan sebagai TPPU.
“Begitu juga bila hasil kejahatan tersebut dibelikan aset mengatasnamakan orang lain maupun keluarga terdekat, tetap sebagai masuk dugaan TPPU,” kata saksi ahli yang dihadirkan JPU dari KPK ini.
Termasuk, kata dia, diusahakan seperti bisnis sarang walet, hasilnya merupakan TPPU.
Dalam sidang dengan majelis hakim yang dipimpin Yusriansyah itu, dia
Mengilustrasikan, adanya hasil korupsi yang dipergunakan untuk berusaha maka nilainya akan bertambah dari hasil keuntungan. “Semuanya itu dapat dirampas untuk negara,” ujarnya.
Sementara JPU Tito Zailani kepada awak media menyebutkan, kalau ahli yang dihadirkan tersebut dapat memperkuat dakwaan yang disampaikan.
“Intinya apa yang kami dakwaan kepada terdakwa jelas merupakan TPPU seperti yang dikatakan ahli. Hal ini sesuai pula pada dakwaan pasal 3 maupun 4 UU TPPU,” ketusnya.
Sekedar mengingatkan, terdakwa sebelumnya terlibat dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK di Amuntaui. Kemudian Abdul Wahid didakwa dengan sejumlah dakwaan alternatif.
Pertama Pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Alternatif kesatu yang kedua, Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Kemudian dakwaan alternatif ketiga yang kesatu, Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Lalu alternatif ketiga yang kedua, Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. (hid/K-4)