Banjarmasin, KP – Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin menanggapi santai atas petitum Wali Kota Banjarbaru, Aditya Mufti Ariffin, berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2022.
Undang-undang itu sendiri berisikan tentang status Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yang kini berada di Kota Banjarbaru.
Petitum Wali Kota Banjarbaru, itu dibacakan oleh tim kuasa hukum di Bagian Hukum Setdako Banjarbaru, Dhieno Yudistira beserta rekan, dalam sidang yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (3/8) kemarin.
Setidaknya ada lima poin pada petitum tersebut. Pertama, menyatakan bahwa para pemohon tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum. Sehingga permohonan a quo (tersebut, red) harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Kedua, menolak permohonan a quo untuk seluruhnya, atau paling tidak menyatakan permohonan a quo tidak dapat diterima. Ketiga, menerima keterangan Wali Kota Banjarbaru secara keseluruhan.
Keempat, menyatakan bahwa proses pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalsel telah memenuhi prosedur dan memiliki kekuatan hukum mengikat.
Lalu, poin kelima, memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam lembaran berita negara. Lantas, bagaimana dengan , Staf Ahli Bidang Hukum di Setdako Banjarmasin, Lukman Fadlun menilai bahwa petitum tersebut adalah hak pihak terkait.
“Kami pun punya punya hak sama. Tapi persoalan benar atau tidak, nantinya hakim di MK yang memutuskan,” ucapnya, kemarin (4/8) siang.
Kemudian, ia juga menekankan, jika pihak terkait ada menyebutkan bahwa gugatan yang dilayangkan pihaknya ke MK RI tersebut bertentangan dengan hukum, menurutnya itu adalah hal yang biasa.
“Karena bila terjadi sengketa hukum, masing-masing tentu menganggap dirinya benar,” tambahnya. Namun, Lukman menegaskan, yang dihadapi saat ini bukanlah sebuah sengketa yang melibatkan antara Pemko Banjarmasin dan Pemko Banjarbaru.
Melainkan soal kekeliruan prosedur hukum yang harus diluruskan ketika undang-undang tentang Provinsi Kalsel itu dibuat.”Siapa lagi yang meluruskan, membenarkan, atau menegur oknum-oknum tertentu yang membuat aturan tidak sebagaimana mestinya,” tekannya.
“Makajya kami melakukan gugatan. Menyampaikan hak-hak masyarakat Kota Banjarmasin, diwakili oleh pemko banjarmasin,” ungkapnya. “Sekali lagi, ini soal prosedur hukum yang tidak benar dan tidak sesuai jalur,” tegasnya.
Lebih jauh, disinggung mengenai persiapan Pemko Banjarmasin menghadapi sidang lanjutan pada 25 Agustus mendatang, Lukman mengaku sudah mempersiapkan saksi fakta dan saksi ahli.
“Saksi fakta, misalnya bisa berasal dari tokoh masyarakat, yang berkaitan dengan penyerapan aspirasi,” ucapnya.
Sedangkan keterangan atau saksi ahli yang nantinya dihadirkan adalah dengan menghadirkan ahli hukum tata negara dan ahli sejarah. Misalnya, seseorang yang pernah menulis sejarah Kota Banjarmasin. “Kami sudah siap sejak awal menyampaikan permohonan ke MK,” pungkasnya. (Kin/K-3)