Oleh : Zahida Ar-Rosyida
Pemerhati Generasi
Banjarmasin dihebohkan oleh peristiwa mabuk kecubung. Viral, kecubung maut yang menyebabkan 56 orang dirawat di RSJ Sambang Lihum, 2 orang diantaranya meninggal dunia.
Dalam unggahan video yang berseliweran di sosial media, dapat dilihat banyak orang tidak sadar diri, mabuk tergeletak dan muntah-muntah.
Pada potongan video itu, terlihat pula orang yang meracau, berbicara tidak jelas, membentak, serta tidak dapat menguasai dirinya sendiri.
Unggahan itu disertai dengan keterangan yang menyebut orang mabuk lantaran mengkonsumsi kecubung yang dioplos dengan minuman dan obat-obatan.
Belakangan, setelah diteliti pihak berwenang, penyebab sebenarnya efek mabuk kecubung ini bukan karena buah kecubung, namun minuman alkohol yang dicampur pil.
Seusai sadar, para pasien mengaku bahwa efek teler itu berasal dari minuman alkohol dicampur pil. Dua di antaranya sempat mengalami mulut berbusa (detikcom, 21/07/2024)
Sungguh miris. Saat ini mabuk-mabukan telah menjadi kebiasaan hidup sebagian besar pemuda. Bahkan mereka melakukan berbagai cara untuk mendapatkan sensasi mabuk yang mereka dambakan. Seperti mengkonsumsi minuman keras (alkohol) oplosan, mencampur dengan obat-obatan tertentu hingga tumbuhan kecubung yang bisa menimbulkan halusinasi.
Sebuah survei yang dilakukan pada 2020, menyebutkan bahwa di Indonesia jumlah remaja pengkonsumsi alkohol mencapai 4,9%. Prevalensi peminum alkohol 12 bulan dan 1 bulan terakhir mulai tinggi pada umur antara 15-24 tahun yaitu sebesar 5,5% dan 3,5% yang selanjutnya meningkat menjadi 6,7% dan 4,3% pada umur 25-34 tahun (www,bps.go.id)
Ada banyak faktor yang menyebabkan pemuda terjerumus pada circle kehidupan alkohol. Baik internal maupun eksternal. Hanya saja nantinya kita akan mendapati bahwa faktor eksternal memiliki pengaruh yang sangat besar. Kaum pemuda yang pada awalnya tidak terpikir mengkonsumsi alkohol menjadi berpikr untuk mencobanya karena adanya pengaruh yang massif dari teman ataupun sosial media.
Pada umumnya faktor internal yang mendorong pemuda untuk mengkonsumsi alkohol adalah dorongan dari diri sendiri yang berniat untuk menghilangkan sejenak stress,kejenuhan dan perasaan gelisah oleh masalah pribadi. Adapun faktor eksternal berasal dari pengaruh lingkungan dan dorongan teman bermain. Inilah gambaran generasi rapuh dan kehilangan jati diri.
Harapan Terkubur
Pemuda adalah agen perubahan dan pemimpin penerus bangsa dimasa depan. Bagaimana nasib bangsa ini jika para remajanya suka mengonsumsi miras?
Sebagaimana diketahui, remaja sebagai bagian dari pemuda adalah harapan bangsa. Kemajuan negara 20—30 tahun lagi ada di pundak mereka.
Sayangnya, harapan itu tinggal kenangan jika para calon pemimpin negeri itu justru menghancurkan dirinya sendiri. Mereka lebih memilih duduk bersama untuk bersenang-senang daripada duduk di depan meja untuk menggantungkan cita-cita.
Kita tentu tidak bisa mengharapkan remaja yang terjebak dalam konsumsi miras. Miras akan menghilangkan kemampuan akalnya sehingga mereka tidak bisa memakainya dengan sempurna. Artinya, semua tindakannya sebatas hawa nafsu belaka. Mereka juga sulit menyerap ilmu dengan baik. Kepribadian mereka tidak lagi bisa diharapkan karena mereka akan bertindak semaunya sendiri.
Banyaknya remaja yang terpengaruh miras membuktikan bahwa mereka menganggap hidup ini hanya untuk senang-senang. Mereka ingin menikmati hidup dengan cara pandang sendiri. Tanpa sadar, mereka terpengaruh liberalisme (kebebasan), paham yang membuat mereka tidak taat agama meskipun di negeri mayoritas muslim.
Ironisnya, mereka juga menjadi “korban” sistem kapitalisme. Mengapa dikatakan demikian? Karena dalam sistem kapitalisme, setiap orang bebas melakukan bisnis apa saja asalkan dapat keuntungan. Orang-orang seperti ini tidak peduli apakah bisnisnya berakibat buruk dimasyarakat. Bagi mereka tidak masalah terjadi kerusakan akhlak, remaja banyak yang mabuk, dll yang penting bisa meraup cuan sebanyak-banyaknya. Sehingga tidak sedikit remaja di negeri ini memjadi sasaran pasar penyebaran miras.
Pemuda adalah agen perubahan dan penerus kepemimpinan bangsa dimasa depan. Namun, konsumsi alkohol untuk menyelesaikan masalah adalah bukti rapuhnya ketahanan mental remaja hari ini. Hal ini wajar terjadi tersebab remaja telah kehilangan arah tujuan hidup yang sahih. Tujuan hidup manusia untuk beribadah dan meraih ridho Allah tidak tertanam dalam diri generasi. Sebaliknya, mereka malah teracuni pemikiran sekulerisme dan kapitalisme yang berorientasi pada mengejar kesenangan duniawi. Mereka menganggap bahwa semakin bebas manusia bertingkah laku tanpa diatur oleh aturan tertentu maka hidup akan semakin bahagia.
Parahnya cara pandang seperti ini, disadari atau tidak juga telah dibentuk oleh sistem pendidikan sekuler. Telah lazim diketahui bahwa kurikulum pendidikan hari ini masih jauh dari pembentukan kepribadian Islam generasi yang bermental kuat dan produktif.
Mereka hanya dipahamkan bahwa pendidikan sekedar untuk menghasilkan profit saja. Ketika lulus harus mencari kerja dan kerja, bukan untuk mengamalkan ilmu agar bisa berkontribusi pada kemajuan bangsa.
Terbentuklah generasi yang materialistik dan hedonis. Hidup sekedar mencari kesenangan jasadiyah sebesar-besarnya. Alhasil, ketika menghadapi masalah hidup konsumsi alkohol menjadi pelarian.
Disisi lain, negara yang menerapkan sistem kapitalisme, melegalkan produksi dan distribusi miras dan obat-obatan terlarang dengan dalih sebagai sumber pendapatan negara melalui pajak. Sistem ini memandang bahwa sesuatu yang mendatangkan keuntungan akan terus di produksi meski haram, membahayakan kesehatan dan menimbulkan masalah sosial di kalangan generasi.
Pandangan Islam
Sebagai seorang muslim, merupakan kewajiban untuk menaati perintah Allah dan Rasul-Nya, termasuk tentang makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi. Islam memandang miras sebagai minuman yang memabukkan. Siapa pun akan hilang akal ketika menenggaknya.
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90)
Ayat di atas mengungkapkan bahwa meminum miras (khamar) itu haram sehingga tidak boleh dikonsumsi.
Rasulullah SAW bersabda, “Aku didatangi oleh Jibril dan ia berkata, ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah melaknat khamar, melaknat orang yang membuatnya, orang yang meminta dibuatkan, penjualnya, pembelinya, peminumnya, pengguna hasil penjualannya, pembawanya, orang yang dibawakan kepadanya, yang menghidangkan, dan orang yang dihidangkan kepadanya.’.” (HR Ahmad).
Artinya, tidak hanya meminum miras yang dilarang, melainkan juga pembuatnya (pabrik/produsen), konsumennya, penjualnya, pembelinya, yang membawa dan menghidangkan, serta semua yang terlibat dengannya.
Dari sini dipahami bahwa negara wajib menutup seluruh tempat pembuatan barang haram ini, juga melarang setiap orang untuk mengedarkan dan mengonsumsinya. Bahkan, tidak boleh pula menarik pajak dari hasil produksi dan penjualannya.
Selamatkan Generasi
Islam telah melarang total semua hal yang berkaitan dengan miras (alkihol). Mulai dari pabrik dan produsen miras, distributor, penjual, hingga konsumen. Negara Khilafah akan menyelamatkan umat manusia dari barang haram ini melalui 3 pilar. Pertama, pilar ketakwaan individu. Individu akan dikuatkan keimannnya sehingga ia akan memahami jati dirinya sebagai hamba Allah, dengan keyakinan bahwa setiap perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Sistem pendidikan Islam yang diterapkan Khilafah akan sangat mendukung terbentuknya masyarakat yang berkepribadian Islam tersebut. Hal ini akan menekan dorongan untuk bermaksiat yang muncul dari internal seseorang.
Yang kedua, pilar kontrol masyarakat. Masyarakat dalam Khilafah adalah masyarakat yang memahami syariat Islam. Masyarakat akan saling menasehati dalam kebaikan dan mencegah kemaksiatan. Mereka tidak akan membiarkan satu individupun berbuat maksiyat. Sebab mereka akan saling merangkul untuk meraih kebahagian dunia dan akhirat. Ketiga, pilar negara. Pilar ini adalah pilar penting untuk mewujudkan pilar individu dan masyarakat Selain menerapkan sistem pendidikan Islam yang mampu membentuk generasi bertakwa, negara juga akan memberlakukan sanksi bagi pelaku maksiat. Sanksi ini akan memberi efek jera bagi pelaku dan mencegah orang lain melakukan perbuatan serupa (jawazir), selain itu sebagai penebus dosa bagi pelakunya (jawabir). Negara juga akan menuntun penggunaan berbagai bahan alami secara bijak sesuai syariat, sehingga masyarakat tidak akan mengkonsumsi tumbuhan yang akan membahayakan jiwanya sebagaimana kecubung.
Demikianlah mekanisme Islam dalam menjauhkan masyarakatnya dari minuman beralkohol dan akibat buruk yang ditinggalkannya. Negara akan sangat menjaga jiwa dan akal generasi muda karena pemuda merupakan aset vital yang menentukan hidup dan matinya peradaban karena ditangannyalah nasib bangsa ditentukan. Wallahu a’alam bi ash- showab