Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Hukum & Peristiwa

Sidang Lanjutan Pengadaan Lahan Parkir Obyek Wisata Tanuhi Loksado
Majelis Hakim Heran Pembelian Lahan Tidak Melibatkan BPN

×

Sidang Lanjutan Pengadaan Lahan Parkir Obyek Wisata Tanuhi Loksado<br>Majelis Hakim Heran Pembelian Lahan Tidak Melibatkan BPN

Sebarkan artikel ini
6 Sidang 3klm
HADIRKAN SAKSI - JPU Kejari HSS menghadirkan saksi dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan lahan parkir di obyek wisata pemandian air panas Tanuhi, Loksado. (KP/Hidayat)

Banjarmasin, KP – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin yang dipimpin hakim Yusriansyah mengaku heran dengan kasus korupsi pengadaan lahan parkir di obyek wisata pemandian air panas Tanuhi di Loksado, karena pembelian lahan tidak melibatkan instansi terkait seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Kandangan.

Hal ini dibenarkan pula oleh para saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS).

Baca Koran

Dalam sidang lanjutan kali ini ada 4 orang saksi yang diajukan JPU Kejari HSS.

3 dari 4 orang saksi yang diajukan JPU mengaku tidak mengetahui secara pasti pengadaan lahan parkir di obyek wisata pemandian air panas Tanuhi di Loksado.

Saksi atas nama Helda Remta dari Kasubag Perencanaan Disporpar HSS dan rekannya bendahara gaji Wahyu Hairil di Dispora HSS serta saksi ketiga atas nama Fajar Sahbana dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten HSS tidak mengetahui secara pasti realisasi serta kapan pelaksanaan proyek pembuatan lahan parkir tersebut.

Parahnya lagi, saksi Helda yang tidak mengertahui secara pasti tanah yang dibeli untuk apa, karena tidak dilibatkan dalam pembelian, tetapi mengetahui ada rencana pembelian lahan dimaksud.

Sementara itu, saksi Fahruddin dari Dinas Perumahan dan Lingkungan Hidup menyebutkan,

hanya ada satu lahan yang memiliki sertifikat, sedangkan 3 sisanya merupakan tanah yang hanya dikuasai.

Dan ternyata tanah yang dikuasai tersebut adalah tanah Negara yang masuk dalam hutan lindung. Sementara lahan yang bersertifikat merupakan lahan perkebunan dan sawah.

Untuk diketahui, ada 2 terdakwa pada Disporapar HSS dalam perkara pembelian tanah untuk digunakan sebagai lahan parkir. Masing-masing adalah Muhammad Zakir selaku PPTK, Eko Hendra Wijaya yang merupakan PTK.

Baca Juga :  Sopir Tabrak Mahasiswi Asal Kotabaru hingga Tewas Ditangkap Polres Banjarbaru di Jawa Tengah

Keduanya didakwa secara bersama-sama melakukan dugaan korupsi pembayaran ganti rugi lahan di obyek wisata Tanuhi di Desa Hulu Banyu, Kecamatan Loksado.

JPU dari Kejaksaan Negeri HSS, Mahden Kahfi menyebutkan, akibat perbuatan kedua terdakwa, berdasarkan perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalsel, terdapat unsur kerugian Negara yang mencapai Rp 800 juta lebih dari pagu yang tersedia di kisaran Rp 2 miliar lebih.

Lahan yang dibebaskan di obyek wisata tersebut direncanakan akan dibangun areal parkir dengan dana dari APBD HSS tahun 2019.

Ganti rugi lahan untuk parkir di Desa Hulu Banyu, Kecamatan Loksado, Kabupaten HSS tersebut pernah disidangkan pada Pengadilan Negeri Kandangan dalam gugatan yang diajukan Pemkab HSS kepada pemilik tanah dalam kasus perdata.

Dalam gugatan yang diajukan Pemkab HSS tersebut, ternyata tanah yang dijual statusnya masuk dalam kawasan hutan lindung.

Sedangkan putusan Pengadilan Negeri Kandangan Nomor 1/Pdt.G/2022/PN Kgn, majelis hakim menjatuhkan putusan gugatan tidak dapat diterima.

Pertimbangannya, Pemkab HSS tidak menunjukkan bukti bahwa tanah yang dibeli berstatus hutan lindung dari instansi berwenang, yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN).

JPU dalam sidang perdana tersebut di hadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Yusriansyah, mendakwa kedua terdakwa melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP untuk dakwan primair.

Sedangkan dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP untuk dakwan subsdiari. Primair kedua Pasal 12 a jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, serta subsidari kedua Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (hid/K-4)

Iklan
Iklan