Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Mencegah Nikah Dini : Agenda Global Liberalisasi Seksual?

×

Mencegah Nikah Dini : Agenda Global Liberalisasi Seksual?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Haritsa
Pemerhati Generasi dan Kemasyarakatan

Berbagai langkah dan program pencegahan pernikahan dini terus dilaksanakan pemerintah secara serius. Sosialisasi di setiap daerah untuk pencegahan kawin anak begitu gencar dilaksanakan seperti yang tampak dilakukan oleh kementerian agama akhir-akhir ini seperti yang diberitakan dalam laman Kemenag Tuban, 26/09/2024.

Baca Koran

Pernikahan dini dituduh sebagai penghambat terwujudnya generasi berkualitas. Kawin anak dituding identik dengan putus sekolah, tingginya angka perceraian, kematian ibu dan bayi, terjadinya stunting, KDRT dan hal-hal yang dianggap negatif lainnya.

Berdasarkan tuduhan tersebut, pernikahan harus dicegah dan ditanggulangi. Salah satu programnya adalah genre, yaitu generasi berencana dan mengangkat remaja sebagai agen anti nikah dini. Benarkah mencegah pernikahan dini adalah tulus untuk menyelamatkan dan memperbaiki kualitas generasi?

Tendensius Menjauhkan Syariat

Menyematkan hal-hal negatif terhadap pernikahan dini sangat tidak layak. Karena pernikahan dini terlepas dari pemicunya adalah suatu hal yang baik. Karena pernikahan adalah bagian dari hukum syariat, ajaran agama Islam yang sangat penting dan mulia. Setiap pelaku pernikahan dini tentu beranjak dari niat baik ketika melaksanakannya. Terlebih kesimpulan-kesimpulan yang disampaikan tidak berbasis data yang obyektif dan bisa dipertanggungjawabkan. Tuduhan tersebut hanyalah asumsi yang tendensius untuk menyesatkan masyarakat.

Mengapa tuduhan yang sama tidak ditujukan pada aktivitas seksual dini atau zina dini pada generasi yang begitu marak? Padahal aktivitas seksual dini yang menyebarkan pada generasi hari ini berdampak besar pada aspek kesehatan dan kehidupan sosial dan pendidikan mereka. Apakah yang diinginkan adalah seperti yang terjadi pada generasi dan remaja Barat? Di Barat seperti Amerika kasus pernikahan dini menurun namun liberalisasi seksual begitu lazim dan meningkat sehingga kehamilan pelajar diantisipasi dengan pemberian kontrasepsi, aturan persekolahan atau aborsi aman serta tidak ada keharusan pasangan seksual untuk menikahi. Indikasi kepada solusi ala Barat yang liberal tersebut terlihat dimana pencegahan pernikahan dini selaras dengan aturan di PP Nomor 28 tahun 2024 yang memprogramkan pemberian kontrasepsi pada remaja yang beresiko atau remaja pelaku seks bebas. Sungguh miris ketika perzinahan dini tidak dicegah secara serius bahkan difasilitasi dengan pemberian kontrasepsi dan pornografi yang memicu tidak dibersihkan.

Baca Juga :  Ibadah Puasa Menghendaki Perubahan

Pendidikan kesehatan reproduksi yang diberikan di sekolah juga sarat dengan konsep liberalisasi. Generasi sekedar disadarkan pada resiko seks bebas, bukan pada keharaman seks bebas. Sangat bisa disimpulkan bahwa pencegahan nikah dini adalah wujud sekularisasi, liberalisasi dan pembangkangan terhadap syariat dimana yang haram dibiarkan bahkan difasilitasi dan yang boleh, yaitu nikah justru dicegah dengan sejumlah tuduhan dan dalih.

Liberalisasi Seksual

Pencegahan perkawinan anak sejatinya adalah amanat SDGs yang merupakan program Barat yang harus diwujudkan di negeri-negeri muslim. Tentu saja program tersebut berpijak pada paradigma Barat, yang nyata-nyata bertentangan dengan syariat Islam. Di antara target yang akan dicapai adalah pengentasan stunting dan pencegahan pernikahan anak, yang dijadikan proyek nasional dalam RPJMN 2020-2024. Angka perkawinan anak ditargetkan turun dari 11,2% di 2018 menjadi 8,74% di 2024. Apa sesungguhnya tujuan akhir dari target penurunan ini? Jawabannya adalah liberalisasi seksual dan semua konsekuensinya seperti turunnya angka pernikahan dan kelahiran.

Liberalisasi seksual sangat kentara dalam isu-isi gender yang melibatkan pernikahan dan seksualitas. Namun ibarat racun berbalut madu, yaitu didalihi dengan narasi perlindungan terhadap perempuan. Sunat perempuan yang dituduh merusak rahim dan ancaman bahaya kesehatan reproduksi karena ketidaksiapan rahim pada pernikahan dini hanya dalih untuk menyembunyikan target liberalisasi seksual. Faktanya gerakan gender di Barat memfasilitasi perusakan tubuh orang-orang yang ingin mengganti alat kelamin dan mengubah ciri-ciri jenis kelamin atau gender. Barat juga mendukung pernikahan, hubungan sesama jenis sebagai salah satu pilihan hubungan atau patnership. Tentu suatu yang mencurigakan jika mereka menggugat pernikahan dini. Mengapa pernikahan dini tidak boleh menjadi pilihan? Rakyat di negeri ini tidak boleh lugu dan baik sangka dengan agenda pencegahan nikah dini.

Baca Juga :  Persiapan Memasuki Ramadan

Liberalisasi seksual akan menurunkan angka pernikahan termasuk pernikahan dini ini. Berikutnya angka kelahiran juga akan menurun dalam keluarga muslim. Puncaknya adalah penghancuran keluarga muslim.

Seharusnya pemerintah lebih fokus pada kebijakan kebijakan yang mencegah anak terjerumus pergaulan bebas, bukan menyibukkan diri mencegah perkawinan anak. Terlebih kawin anak bukan istilah yang benar karena dalam pandangan syariat, mereka bukan anak-anak lagi sehingga sebenarnya perkawinan mereka sah menurut syariat.

Islam memiliki aturan rinci terkait dengan pernikahan. Dan negara Islam akan menerapkan hal-hal yang sesuai dengan syariat Allah. Sungguh Islam adalah syariat yang kaffah dan mengatur segala urusan dan menyelesaikan setiap masalah.

Dalam negara yang menerapkan Islam secara kaffah, berbagai hal yang menjadi problem hari ini –yang muncul karena penerapan sistem sekuler kapitalisme- dapat terselesaikan. Termasuk terjaganya pergaulan antara laki-laki dan Perempuan yang akan mencegah pergaulan bebas dan segala dampaknya. Bukan gambaran pemuda yang sibuk dengan hal yang remeh dan terus dirangsang untuk bermaksiat dan berperilaku rendah.

Rakyat pun hidup sejahtera karena sistem ekonomi Islam akan menjamin terwujudnya kesejahteraan. Setiap individu terjamin pemenuhan kebutuhan ada asasi, yakni pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Berbeda dengan sistem kapitalisme yang memberikan kebutuhan tersebut dengan mekanisme pasar dan kekuatan individu sehingga banyak individu rakyat yang terkondisikan tidak bersekolah, putus sekolah atau stunting.

Pun sistem media akan makin menguatkan kepribadian Islam yang menjadi tujuan sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan mencetak generasi emas, generasi yang bergiat dalam lapangan ilmu dan dakwah, menjadi SDM yang diandalkan untuk negara yang mandiri, berdaulat dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Rakyat di negeri ini harus menolak narasi pencegahan nikah dini. Umat juga harus menyelamatkan generasi dengan syariat kaffah di bawah naungan Khilafah. Wallahu alam bis shawab.

Iklan
Iklan