BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Kasus Toko Mama Khas Banjar menjadi pelajaran penting, terkait eksistensi keberadaan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Hal ini terungkap pada Program “Mozaik Indonesia” yang disiarkan melalui RRI Pro 1 Banjarmasin mengangkat tema krusial mengenai eksistensi Undang-Undang Perlindungan Konsumen di Kalsel, yang menghadirkan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Intan Kalsel, Dr Fauzan Ramon dan Pengawas Barang Beredar Dinas Perdagangan Kalsel, Lukman Simanjuntak.
Acara ini juga dilaksanakan dengan kerja sama Klinik Hukum DF sebagai bagian dari upaya bersama memperkuat edukasi hukum bagi masyarakat, khususnya di bidang perlindungan konsumen.
Diskusi tersebut menyoroti peran penting Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang memberikan jaminan hukum dan keadilan bagi konsumen terhadap produk dan layanan yang mereka konsumsi.
Kasus viral “Toko Mama Khas Banjar”, yang diduga menjual produk makanan tanpa mencantumkan tanggal kedaluwarsa dan memunculkan aroma tidak sedap, menjadi sorotan utama sebagai contoh konkret lemahnya kontrol mutu serta pentingnya edukasi perlindungan konsumen.
“UU Perlindungan Konsumen ini sudah berusia 26 tahun dan belum pernah direvisi. Namun, substansinya tetap kuat dan relevan,” ujar Dr Fauzan Ramon.
Ia juga mengkritisi keras intervensi politis dalam penegakan hukum terkait kasus tersebut, termasuk kehadiran Menteri yang dinilainya “tidak pada tempatnya” dalam proses peradilan.
Sementara itu, Lukman menjelaskan bahwa Dinas Perdagangan secara rutin melakukan edukasi dan pengawasan terhadap barang beredar, meskipun fokus utama saat ini masih terbatas pada sektor-sektor tertentu seperti elektronik, pakaian, dan bahan bangunan.
“Untuk produk makanan, kami biasanya intens saat mendekati Hari Besar Keagamaan Nasional,” ujarnya.
Lukman juga menegaskan pentingnya konsumen menjadi cerdas dan teliti, terutama dalam membaca label, tanggal kedaluwarsa, serta komposisi produk.
“Konsumen harus tahu hak dan kewajibannya, sementara pelaku usaha wajib jujur dan memenuhi standar yang berlaku,” ujarnya.
Dalam sesi interaktif, pendengar turut menyampaikan pertanyaan terkait perlindungan hukum terhadap merek dagang (HAKI) dan tanggung jawab penjualan barang kedaluwarsa di ritel.
Para narasumber menyampaikan bahwa pelaku usaha dapat mendaftarkan mereknya ke Kemenkumham agar tidak disalahgunakan, dan ritel bertanggung jawab jika tetap menjual produk yang sudah tidak layak konsumsi.
Diskusi ditutup dengan penegasan bahwa semua pihak, baik konsumen maupun pelaku usaha, wajib menaati aturan hukum. “Jika merasa dirugikan, konsumen punya jalur hukum, termasuk melalui BPSK secara gratis. Penegakan hukum jangan diintervensi,” tegas Dr Fauzan.
Program ini diharapkan mampu menjadi sarana edukasi bagi masyarakat agar lebih sadar hukum, cerdas dalam bertransaksi, dan turut menciptakan iklim usaha yang adil dan bertanggung jawab di Kalsel. (lyn/KPO-4)