Banjarmasin, KP – Pandemi Virus Corona (Covid-19) menimbulkan dampak ekonomi pada bisnis makanan, termasuk para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kota Banjarmasin.
Para pelaku UMKM ini kini harus beradaptasi untuk menjangkau pelanggan selama masa new normal dengan memperhatikan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah.
Kendati demikian, tidak memutuskan semangat para pelaku UMKM ini putus harapan, khususnya pelaku usaha di bidang kue basah.
Salah satu pelaku usaha kue basah yang terimbas dilanda pandemi Covid-19 itu adalah Kamsri Wati atau yang lebih akrab disapa dengan Mama Nabil.
Di rumahnya, di Komplek Andai Jaya Persada Blok B RT 33 Kelurahan Sungai Andai Banjarmasin. Mama Nabil, tetap melakukan aktivitasnya membuat kue basah.
Beragam kue basah yang ia buat. Ada risoles, bingka barandam dan roti sarikaya. Bahkan di hari-hari tertentu ia juga membuat nasi uduk dan lumpur surga. Untuk kue basah hasil produksinya, ia jual sendiri ke pelanggan.
“Dulu sebelum pandemi Covid-19, kita berjualan di Pasar Kertak Hanyar,” ungkap Mama Nabil, yang sudah menggeluti usaha penjual kue basah sejak 10 tahun lalu.
Mama Nabil tidak hanya mengandalkan dagangannya di Pasar Kertak Hanyar yang hanya satu minggu sekali. Untuk hari lainnya ia gencar memasarkan kue basah hasil bikinannya secara online.
“Untuk mengatasi menurunnya penjualan di masa pandemi ini, terpaksa kita harus aktif di media sosial seperti whastApp dan Facebook untuk memasarkan dagangan,” kata Mama Nabil ketika ditanya soal upayanya untuk menutupi omset yang menurun di masa pandemi.
Dengan masuk di grup-grup whhastApp, Mama Nabil, sering mendapatkan orderan dari kelompok-kelompok Yasinan dan jamaah pengajian atau untuk dibagikan ke panti-panti asuhan.
“Lumayan lah untuk meningkatkan pejualan di masa new normal ini,” katanya.
Ia mengakui, dampak Coovid-19 omsetnya mengalami penurunan. Jika sebelumnya memasak nasi uduk menghabiskan beras sebanyak 10 liter beras, sekarang hanya bisa menghabiskan sebanyak Antara 8 dan 9 liter.
Karenanya, pruduksi kue basah yang ia bikin lebih banyak mengandalkan ‘open order’, untuk menekan kerugian yang lebih besar. “Open order lebih aman, jadi kita memproduksi kue basah hanya sesuai pesanan,” katanya.
Lantas, apa harapannya kepada pemerintah agar para pengusaha kue basah ini bisa lebih bertahan terbantu untuk menghadapi situasi di masa pandemi ini?
Memang, kata Mama Nabil, ia bersama teman-temannya yang lain sesama pelaku UMKM pernah diikutkan dalam pelatihan. Namun ia berharap tidak hanya pelatihan tetapi juga ada bantuan pinjaman dari pemerintah yang sifatnya untuk meringankan dan tambahan modal.
“Kami pernah mendapatkan bantuan modal dari pemerintah sebesar Rp2,4 juta, namun ternyata tidak bisa direalisasikan, karena masih ada pinjaman di bank,” ujarnya.
Menurut dia, seharusnya pemerintah lebih menyadari kalau pengusaha kecil ini sangat memerlukan bantuan pinjaman modal sebagai tambahan modal usaha agar bisa berkembang.
Apa yang dialami dan dirasakan oleh Mama Nabil, juga dialami oleh para penjual kue lainnya di Kota Banjarmasin atau bahkan di jagat ini, saat pandemi Covid-19 melanda dan meraja lela seakan tak kunjung reda.
Betul yang diungkapkan Mama Nabil, perhatian pemerintah mutlak diperlukan. Bahkan jika sekedar memberikan bantuan pinjaman dana guna menyuntik modal yang kini kian menyusut karena harus berbagi dengan kebutuhan rumah tangga. (marliyana)