Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Space Iklan

Space Iklan
Opini

Menangkap Makna Ibadah Kurban

×

Menangkap Makna Ibadah Kurban

Sebarkan artikel ini
Space Iklan

Oleh : Ismail Wahid
Dosen dan Pemerhati Agama

Salah satu hari raya umat Islam yang setiap tahun berulang diperingati adalah Idul Adha. Dinamakan Idul Adha atau yang sering disebut juga degan Hari Raya Kurban, karena hari itu dilaksanakan ibadah Qurban dengan menyembelih hewan yang telah ditentukan.

Iklan

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Idul Fitri adalah ketika orang berbuka puasa dan Idul Adha adalah hari ketika orang menyembelih kurban”. (At Tirmidzi yang diriwayatkan Aisyah RA).

Secara lughawi, kurban berasal dari kata qaraba–yuqaribu, qurba-nan, melakukan pendekatan. Secara isthillah bermakna hewan atau binatang ternak yang disembelih karena perintah Allah dalam rangka pendekatan diri kepada–Nya pada Hari Raya Idul Adha dan Hari Tasyrik, yaitu pada tanggal 11, 12, 13 Zulhijjah.

Menurut para ahli fiqh, hukum berkurban adalah sunnah muakadah. Untuk dapat memahami makna kurban dalam kehidupan, kiranya perlu mengerti riwayat perintah kurban. Umat Islam diperintahkan untuk melaksanakan ibadah kurban dengan menyembelih hewan kurban. Perintah berkurban sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang orang yang membenci kamu dialah orang yang terputus”. (QS. Al Kausar : 1-3).

Kurban dalam Islam merupakan salah satu ibadah untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Kurban merupakan ibadah yang sangat dianjurkan, sehingga orang yang memiliki kemampuan untuk berkurban tetapi tidak mau melaksanakan kurban dilarang hadir di tempat shalat hari raya. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah dinyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Man wajada sa’atan falam judhahhi fala yaqrabbana mushalla–na}. Artinya, “Barang siapa memiliki kemampuan berkurban, tetapi tidak menyembelih ternah atau hewan kurban, maka janganlah mendekati shalatku”. (Imam Ahmad dan Ibnu Majah).

Baca Juga :  Merajut Asa Warga Rentan dari Tabungan Sampah

Makna kurban ini hanya dapat dipahami dengan merunut sejarah Kurban, yaitu riwayat pengorbanan nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS. Nabi Ibrahim sudah tua sangat merindukan seorang putra yang diharapkan dapat meneruskan perjuangannya. Karena doanya yang gigih, ikhlas dan khusyu’ itulah permohonan Nabi Ibrahim dikabulkan. Maka lahirlah Ismail. Akan tetapi ketika Ismail menjelang dewasa dan tumbuh menjadi anak yang baik, cerdas dan saleh, datanglah perintah Allah untuk mengorbankannya.

Karena ketakwaan keduanya (Nabi Ibrahim dan putranya Ismail), maka perintah yang berat itu dilaksanakan dengan ikhlas. Keduanya pasrah untuk melaksanakan perintah Allah SWT. Ibrahim ikhlas untuk mengorbankan putranya, Ismail ikhlas untuk mengorbankan dirinya. Karena keikhlasan dan ketakwaan mereka, maka Allah menyelamatkan Ismail dari penyembelihan dan mengantikannya dengan sembelihan yang besar. (QS. Ash Shaffaat : 103-106).

Kurban bagi Kemajuan Bangsa

Semangat kurban ini senantiasa diperlukan dalam kehidupan umat manusia, sebab tanpa adanya semangat kurban kehidupan umat ini tidak akan pernah baik. Peradaban manusia ini berkembang karena adanya pengorbanan dan semangat berkorban dari para pemimpin. Bangsa ini bisa merdeka karena adanya pengorbanan para pahlawan dan pemimpin perjuangan. Mereka rela mengorbankan apa saja yang mereka miliki untuk kemerdekaan bangsa. Mereka korbankan harta, tenaga bahkan dengan jiwa dan raga, sehingga berhasil mencapai kemerdekaan.

Dalam era sekarang ini, dimana terjadi carut marut dalam penegakan hukum dan keadilan dalam bidang hukum, maraknya korupsi dan manipulasi, suburnya perdagangan narkoba, kekerasan dan komplik terjadi dimana-mana, saling tuntut antara pejabat dengan bawahan, antara buruh dengan majikan, antara rakyat dengan pemerintah. Untuk menyelesaikan masalah ini, sangatlah membutuhkan pengorbanan semua pihak, khususnya dari para pemimpin. Namun sayangnya, ternyata banyak oknum oknum para pejabat dan pemimpin baik di jajaran legislatif (anggota dewan), yudikatif (penegak hukum) maupun eksekutif (pemerintah), yang agak egois, lebih mementingkan dirinya sendiri daripada kepentingan rakyat banyak.

Baca Juga :  Mengenal Tradisi "Rebaq Jangkeh" Penutup Bulan Maulid

Mereka lupa sejarah bangsa ini. Mereka tidak mengerti bahwa negeri ini dibangun dengan pengorbanan para pahlawan dengan pengorbanan harta, keringat, darah, raga dan nyawa. Para oknum pejabat itu tidak lagi memiliki semangat berkorban seperti para pahlawan, padahal saat ini menurut data BPS angka kemiskinan terus menurus meningkat seiring dengan adanya pandemi Covid-19, banyak pengangguran akibat terjadinya pemutusan hubungan kerja atau karyawan yang di rumahkan ;

Semangat Berkorban

Para pemimpin dan wakil rakyat di dewan, hendaknya dapat menangkap sprit dan jiwa dalam ibadah qurban, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail. Semangat pengorbanan itu diperlukan untuk membangun peradaban dan kemanusiaan.

Indonesia bisa merdeka, karena banyak orang orang yang berkorban (memberi). Petani, buruh, ulama, mubaligh, mahasiswa dan santri, polisi dan tentara semuanya berkorban untuk merebut kemerdekaan. Mereka semua. Mengorbankan pemikirannya, tenaganya, harta benda, darah bahkan jiwa dan raganya. Mereka tidak ada yang meminta bintang, pangkat dan fasilitas.

Sekarang ini negara masih belum keluar dari berbagai cobaan. Bahkan akhir-akhir ini banyak terjadi bencana alam dan musibah seperti tanah longsor, banjir, angin puting beliung dan bahkan seperti sekarang ini adanya pandemi Covid-19 yang banyak merengut jutaan jiwa warga. Sekarang ini sangat dibutuhkan pemimpin yang mau berkorban (mau memberi) untuk mengisi kemerdekaan dan mengisi pembangunan, pemimpin yang mau berpihak kepada rakyat kecil, seperti petani, buruh, nelayan. Pemimpin yang bersedia membebaskan rakyat dari kemiskinan, menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi dan menghilangkan pengangguran, pemimpin yang melayani dan bukan pemimpin yang dilayani. Hal ini sebagaimana yang disebut dalam Al Qur’an, “Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang orang yang beriman”. (QS. At Taubat : 128).

Baca Juga :  Kiprah Pemuda Kembangkan Ekonomi Kreatif

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa korban adalah memberikan yang terbaik, yang paling dicintai untuk Allah, karena Allah lebih dicintai dari pada yang lain lainnya. Dalam kehidupan sekarang ini, semangat kurban masih tetap diperlukan. Karena semangat kurban itu sangat penting bagi masyarakat yang ingin membangun peradapan. Tanpa adanya semangat pengorbanan suatu masyarakat tidak akan bisa berkembang dengan baik dan intinya membangun semangat berkurban perlu untuk direnungkan bersama demi kebaikan dan kemajuan umat manusia. Selamat Idul Hari Raya idul Adha dan selamat melaksanakan ibadah kurban.

Iklan
Iklan
Ucapan