Oleh : Muhammad Firhansyah
Kepala Keasistenan PVL Ombudsman RI Kalsel
Sejak wabah Corona menjadi pandemi di Indonesia sejumlah problem berupa keluhan/laporan pelayanan publik meningkat secara signifikan, tak hanya di Ombudsman RI Pusat, kami yang berada di daerah termasuk di Ombudsman kalselpun merasakan kenaikan laporan publik yang cukup tinggi di masa covid seperti ini.
Hingga awal bulan Mei 2020 (caturwulan 1) ini, jumlah total keluhan yang disampaikan ke Ombudsman Kalsel mencapai 200 lebih laporan (https://simpel.ombudsman.go.id/dashboard/statistik-laporan). Sedangkan secara nasional laporan yang masuk sudah berkisar lebih dari 5000 laporan
Apalagi sejak posko pengaduan daring di buka secara nasional pada akhir April lalu, otomatis arus keluhan publik semakin tak terbendung. Ada sejumlah fokus substansi yang di awasi di masa pandemi yakni bantuan sosial, pelayanan kesehatan, keuangan, keamanan, dan transportasi. Dari beberapa aspek yang di diawasi tersebut keluhan atas bantuan sosial, dan keuangan atau restrukturisasi kredit merupakan keluhan paling dominan yang disampaikan.
Bagi Ombudsman kalsel yang miris di situasi pandemi masih saja masuk laporan maladministrasi seputar diskriminasi, permintaan uang, imbalan, jasa (pungli), dan pelayanan tak patut atas layanan publik. Bayangkan dalam situasi yang memprihatinkan saat ini masih ada oknum-oknum yang memainkan niat buruk dan kesempatan dengan melakukan aktivitas atau perbuatan maladministrasi.
Ada laporan dugaan pungli bagi siswa sekolah dengan membebankan pembayaran pengambilan surat keterangan lulus (SKL), bahkan anehnya ada oknum sekolah yang menarik biaya perpisahan padahal ujian saja ditiadakan, belum lagi di bidang jasa lainnya pungli seolah tak kenal pandemi, tak peduli ini bulan suci (ramadhan).
Laporan lainnya terkait ketidakpekaan penyelenggara layanan publik atau kepatutan sikap layanan, semua tahu bahwa kondisi covid membuat perubahan terhadap jam dan akses layanan tetapi melakukan penolakan dan sikap layanan tak ramah dengan “mengkambinghitamkan” situasi corona bukanlah respon yang tepat. Sebagai penyelenggara layanan sikap aparatur sipil negara harusnya menjadi teladan agar masyarakat tidak terzalimi.
Selain itu, laporan dugaan penyimpangan bantuan sosial, dana desa, pilkades layanan BUMN dan BUMD juga menghiasi keluhan publik yang sampai ke meja pengaduan Ombudsman .
Ombudsman dengan komitmennya tetap hadir mengawasi kinerja pelayanan publik di republik, memastikan layanan publik tetap menjadi perhatian, tak ada niat “mencari panggung” tetapi memang kewajiban dan sumpah jabatan yang menjadi dasar dan komitmen untuk dijunjung.
Berbagai cara dan strategi terus dilakukan semasa covid ini, sebab layanan publik harus ada yang memastikanagar tetap dan terus jalan meskipun hari-hari ini ada ujian bagi negeri tetapi tidak mendasar apabila hak pelayanan publik itu diabaikan apalagi dihilangkan.
Maladministrasi dalam pelayanan publik ternyata tidaklantas reda disaat corona, masih ada saja oknum yang memiliki hajat negatif bermain api disituasi seperti ini. Sebagai salah satu perilaku koruptif, maladministrasi hendaknya menjadi salah satu prioritas pemerintah untuk di cegah dan ditindaklanjuti secara serius
Maladministrasi yang sering diabaikan akan menumpuk kebiasaan melakukan penyalahgunaan wewenang sampai pada tindakan “kriminal” dalam persoalan pelayanan. Untuk itu para pimpinan penyelenggara layanan harus memiliki alat deteksi kuat, melakukan evaluasi terukur, serta sangsi tegas atas tindakan oknum petugasnya atas maladministrasi yang merugikan publik.
Maladministrasi yang menjadi penyakit birokrasi dalam situasi pandemi seperti layanan berbelit-belit, memakan waktu lama, ketidakjujuran, pengabaian kewajiban hukum dan perilaku buruk sudah seharusnya dilawan salah satunya dengan melaporkan ke Ombudsman. Berani lapor itu baik.