BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Memperingati hari ibu, Kolaborasi Dosen Nusantara (KDN) DPW Provinsi Kalsel menggelar seminar nasional secara daring, Kamis (22/12/2023).
Seminar mengangkat tema “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju” dengan nara sumber Rektor Universitas Sari Mulia Hj Roro Dwi Sogi Sri Redjeki, SKG, MPd, Ketua KDN Dr Erpidawati, SE, MPd dan Ketua STIMI Banjarmasin, Dr Titin Agustina MSi.
Pembicara Rektor Universitas Sari Mulia Banjarmasin Hj Roro Dwi Sogi Sri Redjeki, SKG, MPd mengangkat tema Perempuan Inspirasi, dalam materinya mengatakan, beberapa budaya di Indonesia terkadang cenderung mengedepankan kepentingan laki-laki dari pada perempuan.
“Bahkan, ada keluarga secara tidak sadar terbentuk pola asuh orang tua yang memprioritaskan anak laki-laki dalam menggapai kesuksesan setinggi-tingginya. Karena dianggap anak laki-laki itulah yang kelak akan menerima tongkat estafet pengganti ayahnya dalam membawa bendera keluarga,” ujarnya.
Ditambahkan Roro Dwi Sogi Sri Redjeki, dalam banyak keluarga, sering muncul anggapan anak laki-lakilah yang kelak akan membawa nama baik keluarga. Dalam beberapa budaya, baik buruknya nama keluarga sering dinilai dari sosok anak laki-laki dalam keluarga tersebut.
“Perlu diakui, pada era maju saat ini, budaya dan anggapan tersebut masih saja berlaku,” ucapnya.
Lalu, bagaimana dengan si anak perempuan dalam keluarga tersebut jika budaya dan anggapan tersebut masih terus menerus dipertahankan dalam beberapa budaya saat ini?
“Dari dasar keluarga seperti inilah, terkadang posisi perempuan sering dibuat melemah dan semakin tidak berdaya,” ucapnya.
Secara umum pun, lanjut Rektor Universitas Sari Mulia Banjarmasin ini, muncul stigma yang melekat di kalangan masyarakat tentang perempuan yaitu wanita merupakan kaum lemah yang menjadi sasaran kekerasan, akses yang terbatas, diskriminasi, pendidikan rendah dan lain sebagainya.
“Perempuan seringkali dianggap sebagai manusia lemah dan hanya dianggap sebagai pelengkap saja,” ujarnya.
Ditambahkan dia, perempuan dalam situasi tertentu merupakan bagian dari kelompok rentan terhadap berbagai pelanggaran HAM, ketidak adilan dalam peperangan dan konflik bersenjata tidak sedikit menjadi korban terbesar pelanggaran HAM, seperti pemerkosaan, pengungsi, perdagangan budak, prostitusi, kerja paksa, dan sebagainya
Tidak pantaskah perempuan dianggap sebagai mitra laki-laki yang tentunya dapat dijadikan sebagai penunjang kesuksesan laki-laki, dan sebaliknya.
“Laki-laki dan perempuan sudah seharusnya saling mendukung satu sama lain, dan bukan malah mengekang kesempatan untuk maju kedepan atau malah dianggap saingan,” ujar Roro Dwi Sogi Sri Redjeki.
Sejak puluhan tahun lalu, lanjut dia, seorang perempuan kelahiran Jepara bernama Raden Adjeng Kartini atau lebih tepat Raden Ayu Kartini telah memperjuangkan kebebasan dan hak daripada perempuan tersebut, termasuk di bidang pendidikan. Perempuan pelopor kebangkitan perempuan pribumi tersebut adalah inspirasi bagi perempuan Indonesia untuk terus berkarya.
Kartini pernah mengatakan
“Jangan pernah menyerah jika kamu masih ingin mencoba. Jangan biarkan penyesalan datang karena kamu selangkah lagi untuk menang.”
“Jadi, jangan sia-siakan kesempatan selagi masih mampu,” ucapnya.
Menurut Rektor Universitas Sari Mulia Banjarmasin ini, pada zaman yang modern ini boleh saja perempuan memilih menjadi pengurus rumah tangga atau ibu rumah tangga secara total, tetapi hendaknya menjadi ibu rumah tangga yang berwawasan luas, handal dan berdaya.
“Hal ini dapat dicapai salah satunya dengan pendidikan, pelatihan, terus belajar untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya,” ujarnya.
Setiap perempuan, kata dia, harus berkarya baik sebagai perempuan berkarir, maupun sebagai ibu rumah tangga. Sebagaimana seorang Kartini mengucapkan dua kata sebagai semboyannya “Aku Mau”, maka hal tersebut memotivasi perempuan untuk terus mau maju, mau lebih aktif dalam berkarya. Mari perempuan-perempuan hebat Indonesia, teruslah berkarya demi rasa hormat dan dan pengakuan terhadap semua wanita!
“Mari kita Kaum Perempuan Untuk mewujudkan Indonesia maju. Perlu semakin banyak kaum Perempuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang membidangi sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM), termasuk di dalamnya perempuan peneliti,” ucapnya.
Sementara itu Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Indonesia (STIMI) Banjarmasin Dr Titien Agustina, MSi mengangkat tema Peran Perempuan di Tengah Pertarungan Eksistensi Diri dan Modernisasi.
Menurut Titien, peran perempuan itu ada dua yaitu area domestik dan ruang publik.
“Perempuan yang bergerak diranah publik tidak lain adalah ingin menyejahterakan keluarga, juga mengaktualisasikan diri agar
bermanfaat di masyarakat dan bangsa,” ucapnya.
Perempuan berperan di ranah
publik, lanjut Titien, umumnya menekuni sesuatu atau beberapa pekerjaan yang dilandasi oleh keahlian tertentu yang dimilikinya untuk mencapai
suatu kemajuan dalam hidup
baik pribadi atau lingkungan,
pekerjaan atau jabatan.
Ketua STIMI Banjarmasin ini menambahkan, dalam era digital sekarang ini, peran perempuan semakin terbuka luas dan tak terbendung.
“Digital tidak berkelamin, tapi ia menjadi panglima suatu negara untuk memenangkan kemajuan sebuah bangsa saat ini,” ucapnya.
Ditambahkan dia, kesempatan ekonomi di era digital terbuka luas dan tidak sama sekali menghiraukan perbedaan jenis kelamin. Siapapun yang mampu menguasai teknologi digital akan menjadi maju dalam ekonominya.
“Perempuan harus peduli dengan lingkungannya, juga “berani” membuat revolusi untuk merubah nasibnya sendiri maupun orang-orang
di sekitarnya dengan tetap berlandaskan pada falsafah agama, norma, dan aturan yang berlaku,” ucapnya.
Mengenai perempuan yang mendapat amanah sebagai pemimpin publik, menurut Titien, tidak berbeda dengan laki-laki.
“Intinya dia harus sudah selesai dengan masalah dirinya plus keluarga, karena menjadi pemimpin itu bagi saya adalah sedekah jariah untuk orang banyak,” ucapnya.
Sedekah dalam hal waktu, pikiran, tenaga bahkan juga sampai pada dana dalam rangka mengemban amanah kepemimpinan tersebut. (ful/KPO-3)