Oleh : Rofi Zardaida
Wartawan Senior, Wirausaha, Kepala Perwakilan Jakarta Kalimantan Post
17 Agustus 2024 merupakan hari bersejarah bagi Kalimantan Timur. Selain sebagai hari Kemerdekaan RI, upacara peringatan detik-detik Proklamasi ke 79 tahun itupun digelar pertama kalinya di Lapangan Istana Presiden di Ibukota Nusantara (IKN). Walhasil demam IKN pun semakin memanas, pasca penampakan Presiden Joko Widodo mulai berkantor disana sejak Minggu, 28 Juli 2024 lalu. Demam akibat mega proyek ini dikebut secara simultan demi memenuhi cita-cita sebelum berakhirnya masa jabatan Presiden RI pada Oktober mendatang.
Ide pemindahan IKN pertama kali dicetuskan oleh Presiden Soekarno tanggal 17 Juli 1957. Kala itu Soekarno memilih Palangkaraya sebagai IKN dengan alasan Palangkaraya berada di tengah kepulauan Indonesia dan wilayahnya luas. Soekarno juga ingin menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia mampu membangun IKN yang modern. Ide Soekarno tersebut tidak pernah terwujud. Sebaliknya, Presiden Soekarno menetapkan Jakarta sebagai IKN Indonesia dengan UU Nomor 10 tahun 1964 tanggal 22 Juni 1964.
Pada masa Orde Baru, tahun 1990-an, ada juga wacana pemindahan IKN ke Jonggol. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, wacana pemindahan IKN muncul kembali karena kemacetan dan banjir yang melanda Jakarta. Terdapat tiga opsi yang muncul pada saat itu yaitu tetap mempertahankan Jakarta sebagai IKN dan pusat pemerintahan dengan melakukan pembenahan, Jakarta tetap menjadi IKN tetapi pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah lain, dan membangun IKN baru.
Pemindahan IKN, baru serius digarap oleh Presiden Joko Widodo. Pada tanggal 29 April 2019, Jokowi memutuskan untuk memindahkan IKN keluar pulau Jawa dan dicantumkan dalam RPJMN 2020-2024 serta disetujui dalam UU yang disahkan DPR RI pada 18 Januari 2022.
Melihat rencana panjang dan gerak cepat plus “tangan besi” Presiden RI, Jokowi, maka urgensi pemindahan Ibukota negara pada Perayaan Hari Kemerdekaan RI tahun ini di IKN kiranya bukan sekadar menampilkan hasil kerja ala Event Organizer yang mampu menyulap kondisi lokasi dalam semalam melainkan menjadi refleksi penting menuju negara yang adil, serta maju dalam pemikiran.
Tantangan selanjutnya justru terletak pada proses adaptasi antara pendatang, habitat lingkungan dan penduduk asli. Maklum saja, wilayah hutan yang tadinya sepi dan gelap tiba-tiba berubah menjadi kawasan perkotaan yang menjadi jantung bangsa dan negara ini. Meski media asing banyak menyangsikan proyek 17 Agustus dinilai terburu-buru, namun ada baiknya kita mengkaji ulang 5 alasan urgensi pemindahan ibukota.
Edward UP Nainggolan, Kakanwil DJP Kalimantan Barat menyatakan bahwa tantangan masa depan. Sesuai dengan Visi Indonesia 2045 yaitu Indonesia Maju, ekonomi Indonesia akan masuk 5 besar dunia pada tahun 2045. Pada tahun itu diperkirakan PDB per kapita sebesar US$ 23.119. Tahun 2036, diperkirakan Indonesia akan keluar dari middle income trap. Oleh sebab itu dibutuhkan transformasi ekonomi untuk mencapai Visi Indonesia 2045. Transformasi ekonomi didukung oleh hilirisasi industri dengan memanfaatkan sumber daya manusia, infrastruktur, penyederhanaan regulasi, dan reformasi birokrasi yang dimulai dari tahun 2020-2024. Oleh sebab itu dibutuhkan IKN yang dapat mendukung dan mendorong transformasi ekonomi tersebut.
Selain itu IKN diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata termasuk di Kawasan Timur Indonesia. Selama ini, Jakarta dan sekitarnya terkenal dengan pusat segalanya (pemerintahan, politik, industri, perdagangan, investasi, teknologi, budaya dan lain-lain). Tidak mengherankan jika perputaran uang di Jakarta mencapai 70 persen yang luasnya hanya 664,01 km² atau 0.003 persen dari total luas daratan Indonesia 1.919.440 km². Sementara jumlah penduduknya 10,56 juta jiwa atau 3,9 persen dari jumlah penduduk Indonesia 270,20 juta jiwa (data tahun 2020).
Hal ini menyebabkan ketidakmerataan pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia. Pembangunan tersentralisasi di Jakarta dan pulau Jawa. Kondisi ini kurang baik untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diharapkan sustainable, tidak termanfaatkannya potensi daerah secara optimal, kurang mendukung keadilan antara daerah, dan rentan terhadap persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh sebab itu dibutuhkan IKN yang dapat menjawab tantangan tersebut yaitu kota yang berkelas dunia untuk semua rakyat Indonesia. IKN yang berlokasi di Kalimantan diharapkan “pusat gravitasi” ekonomi baru di Indonesia termasuk di kawasan tengah dan timur Indonesia. IKN baru diharapkan dapat menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru dan memaksimalkan potensi sumber daya daerah.
Ditambah kondisi objektif Jakarta yang tidak cocok lagi sebagai IKN. Hal ini bisa dilihat dari “beban” yang harus ditanggung Jakarta antara lain 1) kepadatan penduduk 16.704 jiwa/km² sementara kepadatan penduduk Indonesia hanya 141 jiwa/km². 2) Kemacetan Jakarta yang merupakan kota termacet nomor 10 di dunia tahun 2019 walau menurun menjadi nomor 31 dari 416 kota besar di 57 negara tahun 2020 (TomTom Traffic Index). 3) permasalahan lingkungan dan geologi yang telah akut antara lain banjir yang setiap tahun melanda Jakarta dan terjadinya penurunan tanah yang mengakibatkan sebagian wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut.
Pemindahan IKN dari Jakarta ke Kalimantan pasti membawa pro dan kontra. Terlepas dari itu, kita patut berdoa agar tiada dana dan daya upaya yang sia-sia. Jika ada maksud baik didalamnya maka air, tanah, laut dan udara milik Allah akan bersumpah menjaganya. Namun jika ada niat jahat didalamnya yang membuat mudharat bagi banyak pihak dikemudian hari, maka bumi Kalimantan beserta Allah pun tak akan diam merelakannya.
Dirgahayu negeriku, selamat dating Ibukota baru. InsyaaAllah.