Oleh : AHMAD BARJIE B
Al Qur’an surah at-Tahrim ayat 6 berisi peringatan Allah SWT agar semua manusia menjaga diri dan keluarganya dari siksa api neraka, yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, sementara penjaga neraka adalah para malaikar yang bengis dan kejam, yang tidak pernah menolak perintah Allah untuk menyiksa manusia yang berdosa.
Kita tentu sering melihat kebakaran atau pembakaran, yang bahan bakarnya berasal dari kayu, minyak, aspal, serta beragam bahan lain yang mudah terbakar. Ketika api tersebut besar, tentu sangat mengerikan, sekadar mendekat saja kita sudah tidak tahan.
Bagaimana pula ngerinya api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu, tentu sulit dibayangkan. Memang keadaan akhirat itu, baik surga maupun neraka, tidak bisa dibayangkan, karena belum pernah terlihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan belum terbayangkan oleh hati kita manusia. Yang jelas semuanya serba luar biasa, baik kengerian bagi yang disiksa maupun kenikmatan bagi yang beroleh surga.
Meskipun dalam perspektif ilmu kealaman (natural sciece) batu termasuk benda mati (anorganik), namun ada kalanya Allah memberikan unsur kehidupan pada batu-batu tertentu.
Suatu kali seorang ulama sufi yang taat beribadah berjalan di kawasan perbukitan. Ketika matahari teramat penas terik, ia tak sanggup meneruskan perjalannya. Ia memilih untuk berhenti dan istirahat sebenar di dalam gua.
Sang sufi heran, karena ada bebatuan di dalam gua tersebut yang meneteskan air, padahal tidak ada hujan, embun ataupun air terjun sekecil apa pun di sekitarnya. Dengan kelebihan yang diberikan oleh Allah kepada ulama sufi tersebut, ia lalu bertanya kepada batu, “Hai batu, mengapa engkau mengeluarkan air”. Batu menjawab, “Benar aku memang mengeluarkan air, tapi ini bukan air biasa, melainkan air mata tangisan”.
Ulama sufi bertanya lagi, “Apa gerangan yang menyebabkan kau menangis. Bukankah sebagai benda mati kau tidak diberi beban agama (taklif) untuk mengerjakan perintah Allah atau pun meninggalkan maksiat”.
Sang batu menjawab, “Benar, aku memang tidak terkena taklif agama, tetapi aku tahu bahwa Al Quran menyatakan bahwa aku nantinya akan menjadi bahan bakarnya api neraka. Itulah sebabnya aku tak henti-hentinya menangis, sambil berdoa dengan harapan aku diselamatkan dari menjadi bahan bakarnya api neraka”. Ulama sufi tersebut makin mengakui kebesaran Allah dan berusaha untuk lebih menaati-Nya agar terhindar dari siksa neraka.
Di lain waktu, Sufi tersebut kembali berteduh di dalam gua, ternyata dilihatnya batu tersebut tetap saja mengeluarkan “air mata”. Ulama sufi itu bertanya, mengapa kau masih menangis. Dijawab, bahwa aku masih menangis, tapi kali ini bukan air mata sedih, melainkan bahagia, sebab aku diselamatkan sebagai bahan bakarnya api neraka. Tapi masih banyak batu lain yang siap membakar manusia. Demikian dikisahkan oleh KH Ahmad Zamani (alm) dalam satu khutbahnya.
Kalau batu yang tidak bernyawa dan tidak berakal begitu sedih ketika nanti akan dijadikan bahan bakar neraka, mengapa kita manusia tidak bersikap serupa. Manusia ketika mati hanya ada dua pilihan, masuk surga atau neraka.
Rasulullah SAW adalah orang yang sangat mengetahui keadaan umatnya di dunia dan di akhirat. Banyak dari umatnya yang beriman dan bertaqwa, namun tak sedikit pula yang gemar bermaksiat. Itu sebabnya Rasulullah selalu memprihatinkan umatnya dan selalu mengupayakan dan mendoakan untuk keselamatan umat. Itu pula sebabnya beliau lebih banyak menangis, ketimbang tertawa.
Banyak kesalahan dan dosa yang dapat mengantarkan manusia kepada siksa neraka. Perbuatan syirik, menolak syariat, berzina, mengekalkan berbuat zina tanpa keinginan bertaubat, melecehkan dan mempermainkan agama, miras dan narkoba, berbuat zalim, tidak adil, enggan shalat, zakat, durhaka kepada orangtua, dan sebagainya, adalah beberapa di antara dosa besar yang pelakunya diancam masuk neraka, kalau tidak bertaubat. Semoga kita dan semua keluarga kita diselamatkan Allah dari siksa neraka dan dimasukkan ke dalam surga, Amin.