Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Space Iklan
Opini

Deindustrialisasi dan Ilusi Link and Match

×

Deindustrialisasi dan Ilusi Link and Match

Sebarkan artikel ini

Oleh : Harisa
Pemerhati Generasi dan Kemasyarakatan

Dua periode kekuasaan koalisi (kabinet) Indonesia Maju akan berakhir. Rentang 10 tahun kepemimpinan mereka dipenuhi ‘prestasi’ pembangunan infrastruktur seperti jalan, jalan tol, MRT, bandara hingga bullet train kereta api cepat Jakarta-Bandung. Selain itu ada proyek mercusuar IKN dan berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) lainnya. Upaya meningkatkan ekonomi juga ditandai dengan proyek hilirisasi. Melalui hilirisasi diharapkan ada nilai tambah dari produksi kekayaan alam melalui aktivitas pengolahan. Tetapi target hilirisasi masih minim dan baru tercapai pada tambang nikel, batu bara dan pengolahan minyak sawit. Namun demikian, pemerintah berbangga dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan meningkatnya investasi serta penerimaan pajak.

Iklan

Terlepas dari klaim keberhasilan, data-data ekonomi menunjukkan situasi ekonomi yang memburuk. Rapor merah berkaitan langsung dengan tingkat kesejahteraan masyarakat seperti lemahnya daya beli, naiknya harga-harga, pengangguran dan melebarnya kesenjangan. Badan Pusat Statistik merilis laporan per Pebruari 2024. Jumlah pengangguran di Indonesia masih 7,2 juta orang yang diklaim turun dari data Pebruari 2023 (7,99 juta orang). Ironisnya, meski turun, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Indonesia menempati posisi tertinggi di ASEAN dengan 5,2% di atas Filipina dengan TPT 5,1% berdasarkan Laporan IMF per April 2024.

Hampir 10 juta generasi Z di Indonesia juga merupakan pengangguran atau dikenal dengan istilah NEET (not in employment, education, and training) atau sedang tidak dalam pekerjaan, pendidikan, dan pelatihan. Fakta tersebut berdasarkan data BPS (2021—2022) pada Agustus 2023 dimana terdapat 9.896.019 jiwa yang terkategori NEET.

Tingginya pengangguran juga disertai gelombang PHK, penutupan pabrik-pabrik, banjir barang impor, membludaknya wirausaha mikro dan pekerja informal. Realitas tersebut sangat dekat di pengamatan kita seperti banyaknya orang memanfaatkan halaman depan rumahnya untuk mendirikan usaha.

Pemerintah menyelesaikan masalah pengangguran dengan investasi dan link and match pendidikan. Karenanya pemerintah menggalakkan pendidikan vokasi. Selain itu, dengan kurikulum merdeka, pendidikan juga mengarah pada penyiapan keterampilan kewirausahaan dan memenuhi kebutuhan dunia industri atau link and and match dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI)

Baca Juga :  Budaya Banjar dalam Perkawinan

Konsekuensi Desain Pembangunan/Ekonomi

Lemahnya ekonomi negeri ini dengan semua persoalan akutnya adalah konsekuensi dari desain ekonomi kapitalisme yang diarahkan oleh kekuatan negara-negara kapitalis dengan modal dan korporasi mereka.

Kebebasan kepemilikan membuka peluang penguasaan sumber daya alam strategis sebuah negara melalui investasi modal kapitalis. Peran penguasa akan minimalis, yaitu sebagai regulator yang merumuskan regulasi pemulus kepentingan pemodal.

Akibatnya kekayaan negara dikuasai negara kapitalis untuk memasok industri baik bertempat di negara asalnya langsung atau bertempat di negara lain. Adapun hilirisasi juga bagian dari proyek modal kapitalis di sebuah negara untuk meragamkan kegiatan usaha mereka yang tidak sekedar mengeruk tapi juga mengolah. Tetap saja yang diuntungkan adalah para kapitalis dengan penguasaan mereka pada semua mata rantai produksi hingga pasar. Sedangkan tenaga kerja yang terserap akan minim, apalagi jika kapitalis lebih memilih tenaga kerja yang berasal dari negaranya sendiri, bukan penduduk pribumi seperti TKA China. Akhirnya rakyat hanya menjadi pengangguran dan penonton.

Selain penguasaan bahan mentah, bahan baku dan energi negara kapitalis menguasai teknologi. Ini membuat mereka bisa berproduksi dalam skala besar dengan efisien. Harga menjadi lebih murah. Industri Indonesia tidak mampu bersaing dan akhirnya harus tutup. Matinya industri dalam negeri atau deindustrialisasi terjadi. Gejala ini sudah terdeteksi jauh hari dan semakin parah hari ini.

Jadi, sistem kapitalisme tidak akan membuat negeri ini mampu membangun kekuatan ekonomi dengan industrialisasinya. Kebebasan kepemilikan hanya menguntungkan para kapitalis. Negara seperti Indonesia hanya diarahkan menjadi pemasok sumber daya alam dan menjadi pasar dan pemakai hasil industri negara kapitalis maju.

Tentu saja persoalan link and match bukanlah akar persoalan pengangguran. Selain itu link and match, penyesuaian pendidikan untuk DUDI dalam sistem ini akan berbahaya. Link and match akan menghasilkan over supply, kelebihan penawaran tenaga kerja, dibandingkan dengan permintaan dan serapan tenaga kerja pada investasi padat modal para kapitalis. Selain itu para kapitalis cenderung melakukan efisiensi untuk meraup untung yang lebih besar.

Baca Juga :  Membangun Optimisme Pemuda

Dan aspek yang berbahaya adalah ketika mereduksi tujuan pendidikan sekedar mencetak pekerja dan SDM yang terampil. Apalagi keterampilan itu minus penguasaan ilmu baik ilmu tsaqofah agama dan ilmu pengetahuan murni/dasar dan terapan. Artinya pendidikan secara umum, terlebih pendidikan vokasi akan sekedar mencetak budak korporat dan tenaga kerja murah demi industri.

Membangun Ekonomi Kuat dan Memberdayakan Generasi

Islam menggariskan negara untuk memiliki visi menjadi negara nomor satu, daulah al ula. Sistem Islam juga memposisikan negara sebagai pihak sentral untuk mengurus umat sehingga menjadi umat terbaik. Negara juga menjamin pemenuhan kebutuhan asasi rakyat per orangan baik kebutuhan fisik; pangan, sandang, papan, maupun kebutuhan non fisik; kesehatan, pendidikan dan keamanan.

Sistem keuangan negara atau APBN, yaitu baitulmal memiliki pos-pos yang telah ditentukan berdasarkan dalil-dalil syariat. Pemasukan dan belanja dikelola secara terpusat dan akan memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat dengan mengambil langkah-langkah strategis yang diizinkan syariat.

Sistem ekonomi Islam akan berfokus pada pengembangan sektor ekonomi riil masyarakat seperti perdagangan, pertanian, industri, dan berbagai bidang strategis lainnya. Negara meniadakan riba, menghapus sektor nonriil (pasar saham dan pasar modal), serta meniadakan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan syariat.

Dalam sistem Islam negara harus mentarget pembangunan industri berat. Industri berat adalah industri yang memproduksi mesin-mesin, alat-alat berat, moda transportasi dan instalasi-instalas besar serta industri persenjataan/militer.

Penguasaan industri berat akan mendukung tumbuhnya industri skala lebih kecil, atau industri ringan seperti manufaktur (industri barang jadi) serta memajukan bidang-bidang lainnya. Jadi bukan tahapan kebalikannya yaitu dari industri kecil menuju industri besar atau berat. Karenanya negara harus fokus membangun industri berat sebagai awalan yang mutlak.

Baca Juga :  Maqoli Penyesatan dan Penistaan

Pembangunan industri berat ini juga sejalan dengan hukum syariat berkaitan dengan kewajiban negara untuk mengelola aset-aset strategis kekayaan sumber daya alam kepemilikan umum. Negara wajib mengelola barang tambang yang depositnya melimpah dan sumber-sumber energi (SDAE) dan membangun industri kepemilikan umum. Industri SDAE akan menyediakan bahan baku yang berlimpah untuk seluruh industri, termasuk industri yang bisa dimiliki individu/perseroan seperti manufaktur.

Semua level industri ini berjalan dengan asas politik perang. Artinya semua industri ini harus siap setiap saat untuk mengalihkan semua hasil pabriknya untuk memasok kebutuhan perang. Ini adalah standar tinggi untuk jaminan dan kekuatan ekonomi yang harus dicapai negara. Jika dalam perang saja mampu berproduksi, apatah lagi dalam kondisi damai atau normal.

Paradigma link and match yaitu keterkaitan antara pendidikan dan dunia industri sangat berbeda dengan sistem kapitalisme. Pendidikan bukan pelayan industri. Sistem pendidikan dikembangkan untuk pembentukan kepribadian peserta didik dan membekali mereka dengan ilmu tsaqofah Islam, ilmu pengetahuan dan skill kehidupan. Generasi akan berkepribadian Islam, menguasai ilmu dasar, ilmu terapan dan mengembangkan riset untuk rekayasa, inovasi dan adaptasi. Karenanya industri justru berkembang dengan mengikuti temuan-temuan dari dunia pendidikan. Masukan dan kritik dari sistem pendidikan akan memandu perkembangan dunia industri sehingga menciptakan mashlahat dan tanpa merusak, menyejahterakan tanpa mengeksploitasi. Masing-masing bidang berperan dalam kehidupan sesuai porsinya dalam rangka menjaga kemuliaan masyarakat.

Berdaya dan bekerjanya rakyat dan generasi dalam sistem Islam adalah keniscayaan. Mereka akan sejahtera sekaligus mulia dalam sistem Islam di bawah naungan Khilafah. Wallahu a’lam bis shawab

Iklan
Space Iklan
Iklan
Ucapan