Oleh:DR Syafiq Riza Basalamah.Lc.MA
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menjelaskan, ketika jenazah diangkat dan dibawa ke kuburan—baik dipikul atau ditempatkan di atas kendaraan—ada dua reaksi berbeda tergantung pada keadaan hidupnya. Jika jenazah tersebut adalah orang saleh, ia akan berkata,
“Segerakan aku, segerakan aku!”
karena ia merasa sudah selesai dengan kehidupan dunia ini dan ingin segera menuju tempat yang lebih baik. Namun, jika ia bukan orang yang saleh, ia akan kebingungan dan berteriak,
“Mau dibawa ke mana aku ini?”
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: ‘Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia),
Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.
(QS Al-Mu’minun: 99–100)
Ketika itu, penyesalan mulai muncul. Mereka ingin melakukan kebaikan yang sebelumnya diabaikan. Mereka memohon, “Ya Allah, kembalikan aku ke dunia walau sebentar saja agar aku bisa beramal saleh.” Namun, kesempatan itu telah berlalu.
Pada malam pertama di alam kubur, seseorang akan merasakan sesuatu yang tak pernah ia alami sebelumnya. Jika di dunia seseorang dipenjara sekalipun, masih ada harapan untuk bebas. Namun, ketika seseorang diletakkan di dalam kubur, dan tanah mulai menutupinya, ia ditinggalkan oleh keluarga. Anak-anak mungkin meratapi kepergian tersebut, istri merasa kehilangan, tetapi kesedihan itu hanya berlangsung sementara. Dalam waktu tertentu, istri mungkin akan menikah lagi, dan harta yang dikumpulkan akan dinikmati oleh anak-anaknya atau pasangan yang baru.
Ada beberapa keadaan yang akan dialami seseorang di dalam kubur, salah satunya adalah himpitan kubur. Aisyah radhiallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda,
“Sesungguhnya kubur memiliki himpitan. Andaikata ada seseorang yang selamat dari himpitan kubur, maka Sa’ad bin Mu’adz-lah orangnya.”
(HR Ahmad no. 25015)
Riwayat ini menggambarkan bahwa bahkan Sa’ad bin Mu’adz—seorang sahabat yang sangat mulia, di mana ketika ia wafat, ‘Arsy Allah bergetar, pintu-pintu langit terbuka, dan 70.000 malaikat hadir—juga merasakan himpitan kubur, meskipun akhirnya himpitan tersebut dilepaskan. Jika seorang seperti Sa’ad merasakan himpitan itu, bagaimana dengan kita?
Semua manusia, baik mukmin, saleh, maupun yang berdosa, akan merasakan himpitan ini. Para ulama menjelaskan bahwa himpitan kubur ini adalah bagian dari penyucian dosa-dosa kecil yang tertinggal, sebagai rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda,
“Setiap anak Adam pasti berbuat salah.”
Bahkan orang yang paling saleh pun tidak terlepas dari kesalahan, sehingga himpitan itu adalah bentuk kasih sayang Allah untuk menyelesaikan dosa-dosa mereka. Sebagian ulama berpendapat, himpitan kubur ini ibarat pelukan seorang ibu yang memeluk anaknya karena rindu. Namun, pandangan yang lebih umum adalah himpitan itu merupakan penghapusan dosa bagi penghuni kubur.
Pada alam kubur, setelah mengalami himpitan pertama, manusia akan berada dalam kesunyian dan kesenyapan, hingga datang dua malaikat, yaitu Munkar dan Nakir. Mereka akan mendudukkan si mayit, lalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan besar yang menentukan nasib selanjutnya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bara’ bin Azib dan dicatat oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam Bersabda,
“Mintalah perlindungan kepada Allah dari azab kubur.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengulangi perintah ini dua hingga tiga kali, lalu beliau menceritakan tentang bagaimana proses keluarnya ruh orang mukmin dan kafir, serta bagaimana ruh itu dikembalikan ke jasadnya.
Saat itu, dua malaikat dengan rupa yang menakutkan datang untuk menguji si mukmin. Mereka bertanya, “(Siapa Rabb-mu?), lalu si mukmin akan menjawab, (Rabbku adalah Allah). Mereka bertanya lagi, “(Apa agamamu?), dan ia menjawab, “(Agamaku adalah Islam). Mereka kemudian bertanya, “(Siapa nabi yang diutus kepadamu?), dan ia menjawab, “(Nabiku adalah Muhammad).
Seorang mukmin akan menjawab dengan keyakinan,
“Aku membaca Kitabullah, aku beriman dan meyakininya.”
Setelah berhasil menjawab, suara dari langit akan berkata, “Hambaku berkata benar.” Bagi orang yang benar-benar beriman, tidak sekadar berpura-pura atau mengikuti saja, akan disiapkan baginya kenikmatan dari surga, dan kuburnya akan terbuka menuju surga. Pintu-pintu itu memancarkan keindahan dan aroma yang menenangkan dari surga, dan kuburnya diluaskan sejauh mata memandang.
Dalam keadaan itu, seseorang yang sebelumnya merasa kesepian dan sendirian akan dikunjungi oleh sosok dengan wajah yang bersinar, pakaian yang indah, dan aroma yang harum. Sosok itu akan berkata, “(Bergembiralah dengan yang akan membuatmu senang), dan ini adalah hari yang dijanjikan kepadanya. Di dunia, seorang mukmin melakukan shalat, puasa, zakat, haji, dan amal kebajikan lainnya, dan inilah hari untuk menerima balasan dari semua amalnya itu.
Orang mukmin tersebut akan merasa tenang di alam kuburnya yang lapang dan dipenuhi kenikmatan dari surga. Ketika ia bertanya kepada sosok berwajah baik yang mengunjunginya,
“Siapa engkau?” Sosok tersebut menjawab, “Aku adalah amal salehmu.”
Hal ini membuat si mukmin menyadari bagaimana kehidupan selanjutnya yang akan ia jalani.
Dibukakan pintu surga baginya, ia dapat melihat keindahan dan merasakan aroma surga. Dengan penuh kebahagiaan, ia berdoa, “Ya Allah, bangkitkan kiamat segera agar aku dapat kembali kepada keluargaku dan hartaku.”
Dalam beberapa riwayat, ia bahkan ingin memberi kabar gembira kepada keluarganya agar mereka tidak bersedih atas kepergiannya. Namun, malaikat akan berkata kepadanya, “Beristirahatlah dulu, waktumu belum tiba, tetapi akan datang waktunya.”
Maka persiapkanlah untuk masa depan akhirat dengan amal kebaikan selama di dunia ini. Sebagaimana nasihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memohonlah perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari siksa kubur dan jadikan amalan saleh sebagai pendamping setia, agar perjalanan menuju kehidupan kekal kelak penuh dengan kemuliaan dan kebahagiaan yang abadi.
(Sumber tulisan diambil dari kajian: Malam Pertama di Alam Kubur – Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. di Studio SRB Official, Jember. Selasa, 05 Ramadan 1441 H / 28 April 2024 M)