Oleh : Ahmad Barjie B
Pemerhati Sosial Keagamaan
Meskipun agama-agama besar dunia mengawali dakwahnya di kalangan rakyat jelata, namun tidak dapat dipungkiri, agama tersebut baru berkembang pesat setelah ditopang oleh para penguasa dan orang-orang kaya.
Agama Nasrani ketika masih diperjuangkan oleh kalangan Hawariyun (murid-murid Nabi Isa) sulit sekali berkembang, bahkan selalu dikejar dan ingin dibunuh oleh penguasa Yahudi saat itu. Tetapi ketika dianut oleh Kaisar Konstantinus dari Romawi, yang sejak Konsili Nicea (425 M) menjadikan Kristen sebagai agama resmi negara, maka jarum jam berputar drastis. Kristen berkembang pesat, tidak saja di Romawi, tapi juga di hampir seluruh benua Eropa dan wilayah lain.
Islam juga demikian, mulanya hanya bisa disiarkan secara sembunyi-sembunyi, sebab umat Islam yang masih sedikit belum memiliki power. Tetapi power berupa dukungan dana sudah ada, sebab istri Nabi Muhammad Saw, Khadijah, adalah seorang jutawan Makkah kala itu. Ketika pertama kali mendakwahi keluarganya (Bani Hasyim), Nabi Saw mengadakan jamuan makan besar. Dan setelah kenyang dan puas akan hidangan yang disajikan, barulah dakwah disampaikan oleh Nabi. Harapan Nabi, dengan perut kenyang, kerabatnya akan dapat menerima siraman dakwah. Usaha ini cukup berhasil, meski ada juga yang menolak. Begitulah seterusnya, kekayaan Khadijah selalu disumbangkan, sampai tidak lagi tersisa, sehingga Fatimah putri Khadijah yang belakangan menikah dengan Ali tergolong miskin.
Dakwah Islam berkembang pesat setelah power dimiliki, di mana sejumlah tokoh masuk Islam, seperti Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab yang terkenal berani. Di Madinah Islam semakin berkembang, karena kekuasaan berhasil digenggam oleh Rasulullah, ditambah kontribusi para sahabat yang sangat tinggi, baik lewat pegorbanan jiwa raga maupun kekayaan. Para sahabat kaya seperti Abu Bakar, Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash tidak terhitung lagi menyumbangkan hartanya untuk kepentingan Islam. Saking dermawannya mereka, sampai Nabi harus membatasi maksimal sepertiganya saja yang disumbangkan, supaya hak ahli waris tidak terabaikan.
Menengok kisah penyebaran Islam di banua Banjar, sepertinya ada kesamaan. Islam di sini tersebar luas setelah Raja Banjar Pangeran Samudra (Sultan Suriansyah) sekeluarga masuk Islam. Budaya paternalistik membuat masyarakat Banjar begitu cepat mengikuti langkah rajanya. Ada ungkapan, konon berasal dari Ibnu Chaldun, din al-ra’iyah ‘ala dini mulukihim, agama rakyat mengikuti agama raja mereka. Islam sebenarnya sudah dianut oleh kelompok-kelompok masyarakat jaba di sini, yang dibawa para pedagang Banjar yang sering berlayar ke pantai-pantai di Jawa Timur seperti Tuban, Gresik dan Surabaya. Namun perkembangan Islam agak lambat karena belum didukung oleh kalangan pagustian.
Dalam beberapa info sejarah, keislaman Sultan Suriansyah dijadikan sebagai syarat bantuan tentara Demak, ketika berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung dari Kerajaan Negara Daha. Bahwa “bila Samudra menang bersama tentara Demak, ia sekeluarga harus masuk Islam. Bila tidak masuk Islam, Sultan Demak tidak mau memberi pertolongan”. Sepanjang sejarah dakwah Islam, tidak ditemui cara pengislaman yang setengah memaksa tersebut. Sebab watak dakwah Islam adalah dengan hikmah kebijaksanaan dan kerelaan, tidak main paksa, baik secara halus maupun kasar. Karena itu info sejarah begini perlu dikaji kembali. Yang lebih masuk akal dan sesuai dengan watak dakwah, tentara Demak membantu secara sukarela, lalu Pangeran Samudra sekeluarga pindah agama karena lebih tertarik kepada Islam, sekaligus sebagai ungkapan terima kasih atas bantuan Demak yang mengantarkannya kepada kemenangan. Tapi kalaupun dianggap benar, boleh jadi Demak ingin mempercepat pengislaman suku Banjar dan suku-suku lainnya di Kalimantan, setelah melihat pengislaman kurang intensif dan penganutnya sporadis. Padahal raja-raja dan rakyat di Jawa, Sulawesi, Maluku, NTB, dll, sudah muslim lebih dahulu.
Peran Kekuasaan
Fakta sejarah di atas menunjukkan betapa urgensinya kekuasaan dalam menunjang kebenaran suatu agama. Kebenaran walaupun akhirnya akan menang dan itu sudah merupakan hukum alam, namun tanpa dukungan kekuasaan, jalannya akan lamban, lambat dan tertatih-tatih. Filsuf Yunani Plato mengatakan, segenggam kekuasaan, lebih berarti daripada sekeranjang kebenaran. Imam al-Ghazali mengatakan, agama dengan dukungan kekuasaan akan kuat, dan kekuasaan dengan dukungan agama akan lestari. Dan sebuah hadits juga mengatakan, dakwah paling utama adalah melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan tangan/kekuasaan, hal itu lebih efektif ketimbang dengan lisan, apalagi dengan hati yang oleh agama hanya dinilai sebagai cermin iman yang lemah (HR. Muslim).
Umat Islam sekarang mayoritas dari segi jumlah namun minoritas dari segi power, baik power dalam arti politik maupun ekonomi. Kekuasaan yang mereka miliki terlihat masih lemah. Walaupun sudah banyak yang menjadi penguasa dalam berbagai level, namun belum digunakan sebagai sarana memajukan agama. Karena itu ke depan diperlukan terjunnya tokoh-tokoh Islam dalam kancah kekuasaan langsung atau tidak, baik sebagai anggota legislatif, eksekutif maupun yudikatif, atau apa saja sesuai kompetensinya. Umat Islam harus mendekati pusat-pusat kekuasaan untuk kepentingan dakwah dan kemaslahatan rakyat.
Menurut alm Prof Dr H Ahmad Fahmy Arief, MA, Ketua MUI Kota Banjarmasin di era 2000-an, mendekati penguasa tidak sama dengan menjilat, sebab kalau menjilat mengorbankan kebenaran, sedangkan mendekati adalah memanfaatkan kekuasaan untuk memperjuangkan kebenaran. Melalui power yang dimiliki penguasa, kebenaran akan lebih mudah ditegakkan. Jadi umat tidak perlu memposisikan dirinya berseberangan dan berlawanaan secara konfrontatif dengan penguasa, melainkan bekerjasama untuk kebaikan bersama. Sebuah hadis menyatakan, “ada dua golongan di antara manusia, jika keduanya baik akan baiklah seluruh manusia, dan jika buruk, buruklah seluruh manusia, itulah ulama dan umara”. Umara akan baik apabila ulamanya proaktif melakukan tawsiah dan pendekatan secara timbal balik, sehingga kebenaran yang ingin diperjuangkan ulama dapat direalisasikan secara nyata. Namun supaya harga diri ulama terjaga, hendaknya penguasa yang lebih proaktif mendekati ulama, sehingga kebijakan penguasa sejalan dengan agama.
Kelemahan Logistik
Kelemahan lain yang dialami umat Islam adalah di segi logistik dan pendanaan. Selama berabad-abad dakwah Islam hanya mengandalkan ceramah, khutbah dan pengajian, karena sarana ini dianggap lebih mudah, murah dan praktis. Belakangan mulai ramai dakwah via media cetak, namun minat baca dan daya beli masyarakat masih rendah. Begitu banyak media Islam yang rontok di tengah jalan, dan sekarang sudah mati, seperti Kiblat, Panji Masyarakat, Estafet, Suara Masjid, Media Dakwah, Mimbar Ulama, dsb. Selain kelemahan manajemen dan kalah bersaing dengan media umum dan hiburan, umumnya karena kendala permodalan.
Sebenarnya amat banyak sarana dan media lain yang dapat digunakan untuk berdakwah. Apalagi sekarang ini eranya media elektronik dan media online, medsos. Yang penting juga adalah dakwah bilhal untuk memberdayakan masyarakat dan menghindarkan mereka dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan penyakit yang tidak mustahil berakibat umat Islam murtad atau acuh tak acuh terhadap agama. Memang sudah banyak tenaga relawan yang bersedia menyumbangkan baktinya berdakwah di perdesaan dan pedalaman terpencil, tetapi lagi-lagi karena kurangnya pasokan logistik dan minimalnya gaji yang disediakan pemerintah atau organisasi yang menugaskannya, membuat sebagian mereka angkat kaki dan tangan.
Menyikapi hal ini, tiada jalan lain kecuali turun tangannya para aghniya atau orang kaya muslim. Sekarang kita melihat betapa banyaknya mobil mewah, rumah mewah, investasi besar dan gaya hidup glamour dari orang muslim. Sekiranya 5% saja dapat mereka kontribusikan untuk kepentingan dakwah, alangkah luar biasa besar nominalnya. Betapa banyaknya dai relawan yang bisa ditugaskan berdakwah, betapa banyaknya orang miskin yang dapat diberdayakan, dan betapa banyaknya orang lemah yang bisa dibantu pendidikan, lapangan usaha dan perbaikan kesehatannya. Sungguh dunia ini akan aman, damai, maju dan selamat sampai ke akhirat, bila ditopang oleh ilmunya ulama, adilnya penguasa, dermawannya orang kaya, dan doanya orang miskin karena merasa dibantu. Jadi masyarakat jangan menganalogikan kekuasaan sebagai warisan Firaun dan kekayaan warisan Qarun. Betapapun keduanya amat menentukan berhasilnya supremasi kebenaran.