BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Aspirasi masyarakat Kelurahan Alalak Utara dan Alalak Tengah disampaikan pelaksanaan Reses Kedua, masa sidang 3 tahun 2025 di Aula Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) pada Senin (6/10/2025).
Anggota DPRD Kota Banjarmasin, Amalia Handayani, SPd, hadir untuk menelaah dan menyerap aspirasi di wilayah konstituennya tersebut. Pertemuan kali ini bukan sekadar rutinitas, melainkan sorotan tajam terhadap masalah-masalah dasar layanan publik yang tak kunjung teratasi, mulai dari sulitnya akses BPJS gratis untuk berobat hingga nasib anak-anak yang terpaksa putus sekolah.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Banjarmasin, Amalia Handayani, S.Pd, menjadi fasilitator utama dalam sesi mendengarkan aspirasi warga di wilayah konstituennya ini.
Berdasarkan catatan reses, keluhan yang paling mendominasi dan menjadi sorotan adalah masalah akses terhadap layanan kesehatan, khususnya BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), serta isu krusial terkait pendidikan non-formal.
“Masalah BPJS terus menjadi keluhan utama, menunjukkan tantangan yang signifikan dalam aksesibilitas dan layanan jaminan sosial bagi masyarakat. Warga mengungkapkan harapan besar agar program BPJS gratis dapat diakses dengan lebih mudah, terutama untuk keperluan pengobatan,” ujarnya.
Keluhan serupa, kata dia, juga merambat pada layanan esensial lainnya seperti masalah PDAM dan kebutuhan akan dana bantuan untuk UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).
“Masalah yang sama secara berulang ini menunjukkan keluhan masyarakat cenderung sama antara satu reses dengan reses lainnya, menandakan adanya masalah-masalah dasar yang belum terselesaikan secara tuntas. Kondisi ini mencerminkan kebutuhan mendesak akan perbaikan sistematis dalam layanan publik di wilayah tersebut,” tandasnya.
Tak hanya kesehatan, lanjut dia, isu pendidikan, khususnya bagi anak-anak putus sekolah, turut mencuri perhatian. Anak-anak putus sekolah menjadi perhatian serius, terutama di daerah utara di mana banyak warga bekerja sebagai buruh. Sulitnya akses pendidikan formal bagi anak-anak buruh merupakan kendala utama karena orang tua mungkin kesulitan membiayai atau anak harus bekerja membantu keluarga.
Merespons masalah ini, jelas Amalia, solusi pendidikan non-formal seperti Paket A, B, dan C diusulkan sebagai jalan keluar. Program sekolah non-formal ini telah diresmikan oleh Dinas Pendidikan dan dilaksanakan dua kali seminggu untuk memberikan fleksibilitas.
“Kami sudah langsung memanggil dinas terkait, yaitu Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial, untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat mengenai PDAM dan BPJS agar segera ada penyelesaian konkret.” ujar Amalia menanggapi keluhan yang terus berulang itu.
Selain itu, pihaknya juga akan menjalin kerja sama yang lebih erat dengan Dinas Pendidikan untuk memastikan program sekolah non-formal dapat dilaksanakan secara efektif dan berkelanjutan, sehingga anak-anak buruh di sini tetap bisa mendapatkan hak pendidikan mereka.
Langkah-langkah penanggulangan keluhan ini, papar Amelia, dilakukan sesuai prosedur standar yang melibatkan pemanggilan dinas-dinas yang bertanggung jawab. Proses ini bertujuan untuk memastikan setiap keluhan ditangani oleh pihak yang berwenang.
Diharapkan reses kedua ini dapat membawa perubahan nyata dan membantu masyarakat, khususnya di wilayah utara, agar ke depannya menjadi lebih baik lagi. Upaya ini merupakan bagian dari komitmen berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup warga. (nug/KPO-3)














